Mohon tunggu...
Reza aka Fadli Zontor
Reza aka Fadli Zontor Mohon Tunggu... -

Bukan Siapa-siapa, Hanya seorang Pemerhati Masalah Politik dan Sosial Zonk.Fadli@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pepih Nugraha Hampir Identik dengan Hanna Chandra

15 Oktober 2015   04:01 Diperbarui: 15 Oktober 2015   04:01 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hehehee… gw lagi di luar kota nih. Suer terkewerl-kewer. Total sekitar 42 jam tidak sempat sm skl buka K. blm sempat balas komen masuk di article gw terakhir dan blm mampir ke lapak org sm skl.

30 mnt yg lalu gw buka K dan mata langsung melotot ke kolom NT yg ada di puncak yaitu tulisan pak Pepih Nugraha. Kaget gw setengah mati dengan tulisan PN yang begitu “Polosnya” melakukan Curhat. Cckckckck.

Tulisan Curhat dari seseorang Mantan Wartawan yg dulunya dikenal cerdas, dikenal mengedapankan moral dan selama ini menjadi panutan bnyk penulis sekaligus guru menulis banyak orang, tetapi saat ini sosok yg hebat itu hanya terlihat sebagai seorang pengusaha/ pemilik Forum Online yang merasa sangat terganggu oleh suara-suarra sumbang para anggota forum.

PN melakukan Pembelaan yang terlalu mudah disanggah. Gw tadinya mau ikut komen ke lapaknya tetapi sudah begitu banyak komen masuk yg cerdas. Terlalu mudah dipatahkan analoginya karena gw yakin memang itu dibuat bukan berdasarkan Hatinya dan Pikiran Cerdasnya.

Pembelaan yang rapuh seperti tindakan Blunder Besar dalam sebuah pertandingan Catur.

Gw adalah salah satu Kompasianer yang meminta Admin membredel akun PK. Gw juga salah satu K-er yang akhirnya langsung menyimpulkan GT adalah PK , setelah TUU membuat artikelnya dilanjutkan dengan beberapa informasi dari media mainframe yang menjelaskan ada benang merah diantaranya. Kesimpulang gw pada waktu itu adalah GT adalah PK tetapi PK belum tentu GT. Kenapa belum tentu? Kenapa belum identic? Karena masih ada Asumsi lain bahwa akun PK bukan hanya GT sendiri yang mengoperasikannya.

Mungkin 80% K-er yang aktif sekarang sempat membaca beberapa artikel-artikel gw yang menganalisa hal itu. Bukan cuman gw aja yang menulis artkel tetang itu tetapi banyak K-er. Dan gw yakin sekali bahwa 90% para K-er yang mengikuti bahasan ini sudah yakin GT adalah PK. Tetapi untuk pembuktian akun PK diakses siapa saja ini memang sangat sulit dibuktikan. Intinya cuman satu bahwa GT adalah salah seorang yang mengoperasikan akun PK. Itu dulu faktanya dan itu yang terpenting.

Kalau pak Pepih belum paham bahasa itu, gw jelaskan lagi dengan point dan kronologis saja yaitu :

1.Sejak lama beberapa K-er menduga kuat PK adalah GT. Tetapi masalahnya mereka tidak bisa membuktikan hal itu. Mereka hanya bersuara-suara pelan diantara beberapa K-er. (Isu ini sudah lama ada).

2.Sebuah Tulisan Ifani bercerita telah bertemu PK di restoran dengan foto sepotong tangan yang disebutnya milik Pakde Kartono. Tangan berarloji mewah. Pertanyaannya sampai sini, percayakah PN pada artikel Ifani tersebut? Asumsinya memang harus percaya karena ada saksi Vita Sinaga. Dan pada saat Ifani mempublish artikelnya 99% pembaca yakin sekali bahwa Tangan itu milik Pakde Kartono.

3.setelah itu muncul artikel TUU dengan satu foto yang berbeda sudut pengambilan gambarnya. 100 % foto foto yang diupload Ifani dan Tommy itu memiliki dimensi ruang yang sama dan memiliki dimensi waktu yang sama. Perbedaannya hanya pada sudut pengambilan gambar.

Faktanya kemudian foto yang diupload TUU 100% diyakini semua orang bahwa sosok yang Nampak itu adalah Foto GT alias Gayus Tambunan alias Korutor kelas Kakap. Mudah-mudahan 3 poin ini bisa dicerna oleh Pepih Nugraha.

4.Selanjutnya dengan adanya Foto yang diupload TUU itu akhirnya memperjelas dugaan beberapa K-er bahwa GT adalah PK menjadi terbukti. Kita anggap saja kebenaran itu masih 80%.

5.Berikutnya ada Informasi dari Media, khususnya kesaksian pegawai Restoran CTC yang tidak pernah ada bantahan sama sekali dari siapapun adalah : Hanya 5 orang yang datang ke Resto itu. 2 Wanita dan 3 Pria. 2 wanita itu semua orang mengenalnya sebagai Ifani dan VS. 1 Pria adalah GT. Masih ada 2 Pria lagi. Siapa mereka? Kemungkinan besar keduanya adalah Sipir Penjara.

6.Lalu dimana Pakde Kartono yang disebut Ifani ada di Resto itu? Yukk kita urai lagi. Bahwa 2 foto Ifani dan TUU sudah membuktikan 80% GT adalah PK. Dan setelah terjadi kehebohan nasional akibat foto-foto tersebut yang terjadi kemudian Pakde Kartono menghilang dari Kompasiana.

7.Mari berlogika dengan akal sehat kita. Apakah mungkin seseorang yang sangat terpandang di suatu komunitas kemudian dituduh sebagai Penjahat Kakap akan berdiam diri saja? Kalau memang benar PK bukan GT, apakah masuk akal PK berdiam diri saja selama 3 minggu sementara dirinya dibully habis-habisan, dicaci maki semua orang. Apakah masuk akal? Gw yakin 100% semua orang akan mengatakan tidak masuk akal. Tetapi ternyata Pe pih Nugraha dan Hanna Candra tidak seperti itu, saudara-saudara. Dan bersembunyinya PK paska foto Tomy UU meledak membuat kesimpulan GT adalah PK menjadi 99%.

8.Pertanyaan selanjutnya, mengapa selama 3 minggu pertama terjadi kehebohan GT=PK yang namanya Vita Sinaga malah juga ngumpet? Padahal namanya sudah dimaki-maki banyak orang. Logika manapun tidak akan bisa memahami ada seseorang yang tidak bersalah membiarkan dirinya dipergunjingkan banyak orang selama 3 minggu. Asumsinya 99% adalah VS memang membenarkan kesimpulan banyak orang bahwa GT adalah PK sehingga dirinya tidak berani bersuara. Vita Sinaga semakin terdesak posisinya setelah Tante Liza mengupload foto dirinya semobil dengan GT.

Dari 8 poiin itu seharusnya Pepih Nugraha tidak perlu lagi menantang para K-er untuk membuktikan GT adalah PK. Semua asumsi yang ada sinkron dengan foto-foto yang ada. Begitu pula sinkron dengan kesaksian pegawai restoran yang tidak pernah dibantah siapapun.

Ada 2 orang sebenarnya berpeluang untuk mampu membantah kebenaran diatas yaitu Vita Sinaga dan Pakde Kartono sendiri. Fakanya sudah 4 minggu mereka berdiam diri. Logikanya adalah mereka pasrah dimaki-maki karena yang disimpulkan semua orang benar adanya. Pak Pepih bisa membantah kesimpulan ini?

Selanjutnya kita bahas Tulsian Curhat seorang mantan Jurnalis terkenal tersebut.

3 LOGIKA ANEH PEPIH NUGRAHA

Maaf sebelumnya, bahasa gw memang terlalu vulgar. Soalnya memang sungguh aneh membaca artikel curhat yang rapuh logika seperti yang ditulis oleh PN kemarin.

Dan ini poin-poin yang ditulis PN :

1.Pantaskah Akun Pakde Kartono dberangus?

Menurut PN tidak pantas Karena tidak ada satupun yang bisa membuktikan GT adalah PK. Seharusnya menurut PN bagi mereka yang menginginkan akun PK diberangus sebaiknya melakukan Class Action dengan alasan dirinya merasa dirugikan.

Menurut gw sungguh aneh logika itu. Itu artinya Pepih Nugraha tidak paham dengan analisa-analisa sekian banyak Kas –er termasuk gw yang sudah menjelaskan secara gamblang benang merah antara artikel Ifani, artikel TUU, Informasi banyak media dan foto Tante Liza.

Bisa dikatakan semua orang sudah yakin sekali bahwa GT adalah PK. Atau lebih tepatnya GT adalah salah seorang yang mengoperasikan Akun Pakde Kartono. Kalau memang Pepih Nugraha punya analisa yang lebih canggih dari para K-er, mohon dibantah kesimpulan tersebut bahwa GT tidak pernah mengoperasikan akun Pakde Kartono. Gw akan menulis 3 permintaan maaf kepada Pakde Kartono, kepada Gayus Tambunan dan kepada Admin bila Pepih Nugraha bisa membuktikan hal tersebut.

Disisi lain kalau soal Class Action, itu sih urusan yang beda lagi substansinya. Gw nggak pernah merasa dirugikan oleh Pakde Karto’no kok. Bukan gw yang dirugikan sebenarnya tetapi Kompasiana. Masa’ Kompasiana masih tetap memfasilitasi orang yang diduga kuat koruptor tetapi setiap hari menggunakan internet untuk mengakses laman Kompasiana?

Kompasiana yang seharusnya malu. Ini terbalik malah. Para K-er yang malu tetapi Admin merasa tidak malu. Kalau memang harus melakukan Class Action seharusnya Admin dan bukan K-er. Tapi ngapain harus CA? tinggal dibredel aja sudah selesai kok.

2.PN Pura-pura Bego dan Bertanya Apakah Koruptor Tidak Boleh Menulis?

Ya jelas dan sangat jelas sekali bahwa kalau ada pertanyaan seperti itu tentu jawabannya adalah Boleh. Hak asasi dong untuk setiap Koruptor ataupun Narapidana untuk membuat Karya Tulis.

Tetapi sejak awal substansinya bukan Perkara Koruptor boleh menulis atau tidak. Substansinya adalah Boleh tidak Koruptor menggunakan Gadget untuk berInternet setiap hari dimana kadang dia menulis artikel kadang dia berhahahihi dengan warga Kompasiana.

Jidat gw sampai berkerut berlipat-lipat membaca PN ingin berdebat dengan menggeser substansi masalah. Bener-bener heran gw ternyata Jurnalis Senior yang pengelola Kompasiana bisa sefatal itu membuat opini. Buah pikiran PN sangat mirip Hanna Chandra makanya gw kasih judul tulisan hampir identic.

3.PN Berlogika Kompasiana Tidak Punya Alasan Membredel Akun PK.

Menurut PN sesuai aturan Dewan Pers, Kompasiana tidak punya alasan menghapus akun PK karena artikel-artikel PK tidak melanggar Hukum dan tidak merugikan siapapun. Faktanya juga tidak pernah ada laporan masuk dari K-er bahwa akun PK atau artikel PK merugikan orang lain.

Gw sih nggak tahu soal itu. Tapi kalau seandainya ada yang ingin melaiporkan artikel PK yang ingin melanggar norma susila misalnya, itu harus melaporkan lewat mana? Setahu gw di laman Kompasiana fasilitas itu tidak ada.

Dan seandainya laporannya lewat artikel apakah mungkin Admin bisa langsung menanggapinya? Soalnya tulisan-tulisan gw yang mengkritik Admin ada sekitar 10 dan baru tulisan ke 10 itu yang ditanggapi. Jadi bagaimana mungkin para K-er melaporkan bila ada suatu artikel yang menyalahi aturan?

PN juga mengatakan tidak mungkin Admin tunduk pada desakan beberapa K-er yang meminta Admin membredel akun PK karena tidak memiliki alasan yang kuat.

Menurut gw pak Pepih terlalu nyata-nyata ingin melindungi akun PK. Sangat jelas bahwa mayoritas para K-er merasa kesal karena tertipu penampilan karakter Pakde Kartono. Sangat jelas banyak K-er tidak suka tulisan-tulisan esek-esek dari PK, dan sangat jelas kasus ini meresahkan mayoritas warga Kompasiana.

Apakah bukti-bukti GT adalah PK belum cukup? Apakah semua yang dirasakan mayoritas warga Kompasiana belum cukup untuk menjadi alasan bagi Admin untuk setidak-tidaknya menon-aktifkan akun PK?

Gw sih nggak tau persis kenapa PN bersikap seolah-olah akun Pakde Kartono begitu sangat berharga bagi Kompasiana. Gw nggak ingin berasumsi.

Tapi sangat disayangkan kalau PN lebih membela atau mementingkan akun Misterius tersebut daripada berusaha mendengar aspirasi mayoritas warga Kompasiana.

Gitu aja mas bro.

Surabaya, 15 Oktober 2015

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun