Mohon tunggu...
Fadli Firas
Fadli Firas Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Sang Penjelajah

email: rakhmad.fadli@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Honeymoon Keliling Asean ala Backpacker (6): Sungai Chao Praya Jalur Bebas Macet di Jantung Kota Bangkok

17 Maret 2016   21:30 Diperbarui: 17 Maret 2016   21:35 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Grand Palace, Istana Raja Thailand"][/caption]Tak terasa sudah memasuki hari keenam. Senin, 25 Januari 2016. Bis memasuki Kota Bangkok. Perjalanan Krabi – Bangkok ditempuh selama 12 jam. Suasana di terminal bis masih tampak gelap. Waktu Sholat Subuh masih beberapa menit lagi. Jarum jam masih bertengger di angka empat. Suhu udara terasa menyengat di kulit. Dingin sekali. Wajar saja, mengingat pagi masih terasa pekat, pikir kami. Jaket menjadi solusi untuk menghangatkan tubuh ini.

Terminal bis yang terletak di daerah Chatuchak ini dikenal dengan nama Mo Chit. Bangunannya besar dengan tinggi empat lantai, megah. Di bagian luar terminal tepat di sisi depannya terdapat sebuah bangunan kecil terpisah yang merupakan musola. Tempat ibadah umat Islam ini dijaga oleh seorang sekuriti. Jika hendak memasukinya harus meninggalkan tanda pengenal berupa KTP atau Paspor. Kami menghampirinya untuk menunaikan Sholat Subuh.

Rencana berubah. Awalnya kami hendak menginap semalam di ibukota negara Thailand ini. Namun karena ada penambahan tempat wisata yang akan dikunjungi di kota bagian utara maka kami urung bermalam di sini dan akan beranjak lagi sore nanti ke kota berikutnya. Ya, kami menikmati Kota Bangkok secara kilat, sehari saja. Tak mengapa, tempat-tempat menarik di ibukota ini letaknya saling berdekatan. Memungkinkan untuk dijelajahi sebelum malam tiba. Sebelum berjalan, kami menitipkan ransel di tempat penitipan  di lantai satu bagian luar terminal bis dengan tarif THB 30 per item.

Tempat pertama yang kami datangi adalah Taman Queen Sirikit. Sebuah taman luas nan cantik dipenuhi aneka bunga berwarna-warni dengan dominasi warna hijau yang menyegarkan mata. Letaknya sangat dekat dengan terminal bis Mo Chit. Cukup berjalan kaki sejauh satu kilometer ke arah kanan. Memasuki taman ini mampu menghilangkan lelah selama perjalanan semalam. Sangat elok. Sejauh mata memandang hanya tampak pepohonan hijau dan ragam tanaman hias. Di dalamnya juga terdapat sebuah kolam mirip danau yang dipasang air pancur di tengahnya. Kolam-kolam ini bisa diseberangi dengan jembatan melengkung yang didesain artistik. Selain itu terdapat juga bentuk jembatan yang hanya di pasang kepingan batu-batu setapak. Seperti menyeberang di atas daun teratai saja. Sungguh menarik.

[caption caption="Santai di Taman Queen Sirikit"]

[/caption]

[caption caption="Taman Queen Sirikit"]

[/caption]Dari taman Sirikit kami beranjak ke Chatuchak Weekend Market. Tak jauh, cukup menyeberang jalan. Sesuai namanya, pasar ini hanya beroperasi disaat akhir pekan, Sabtu dan Minggu. Kami telat sehari, karena sudah memasuki Senin. Meski begitu, pada deretan booth di dekat pintu masuk masih tampak beberapa pedagang yang tetap berjualan namun jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Konon pasar ini menjadi tempat favorit berbelanja bagi pelancong asal Indonesia. 

Selain karena harganya yang miring, barang-barang yang dijual di sini terbilang lengkap. Mulai dari pakaian, asesoris, peralatan rumah tangga, buku, hewan peliharaan, dll. Di sini juga terdapat tempat pengiriman paket ke berbagai negara. Jadi, sehabis memborong bisa langsung dikirim ke kampung halaman.

Selanjutnya kami beranjak menuju pusat kota Bangkok, Khaosan Road. Dari kawasan Chatuchak menuju ke sana cukup lama, sekitar 30 menit, dikarenakan trafik kendaraan di ibukota ini juga cukup padat. Kami menggunakan angkutan umum. Ongkosnya THB 13. Jangan membayangkan angkutan umum di sini seperti di Jakarta. Meski bentuknya sudah terlihat kuno namun di dalamnya sungguh nyaman dan bersih. Terdapat pendingin ruangan di dalamnya. Kondekturnya mengenakan seragam khusus dengan memegang sesuatu berbentuk tabung bambu yang bisa dibuka menyamping seperti dompet. Di dalamnya berisi uang recehan dan tiket seukuran jempol. Hm. Bis kota saja menggunakan tiket. Tertatur sekali kota ini.

[caption caption="Kondektur bis kota dengan seragam khusus"]

[/caption]Bis menurunkan kami di Khaosan Road. Ramai orang berlalu – lalang di kawasan ini, terutama para turis. Tempat ini memang merupakan titik kumpul bagi wisatawan dari berbagai negara. Beberapa pedagang souvenir dan oleh-oleh juga bisa ditemukan di sini. Pada siang hari tempat ini memang terlihat biasa. Namun semakin menjelang malam, sebagaimana informasi yang didapat, maka akan sangat terasa aroma kawasan turis di sini. Beberapa jalannya tertutup bagi kendaraan. Di sepanjang sisi kanan dan kiri terdapat banyak kafe dan restoran dengan berbagai konsep menarik.

Hari beranjak siang. Ternyata hawa Bangkok masih tetap dingin. Tidak seperti biasanya, panas seperti Jakarta. Baru sadar bahwa ternyata di sini lagi musim dingin, berkisar antara bulan Desember hingga Maret. Di daerah Khaosan ini terdapat sebuah Masjid. Kami menuju ke sana untuk menunaikan Sholat Dzhur. Lokasinya sangat mudah dijangkau, hanya perlu memasuki sedikit gang kecil berjarak 20 meter. Di depannya terdapat sebuah plang bertuliskan Chakrapong Mosque. Halaman Masjid yang memiliki dua lantai ini cukup luas dan asri. Bentuknya terlihat artistik. Sungguh nyaman.

[caption caption="Plang penunjuk Masjid di Khaosan Road Bangkok"]

[/caption]

[caption caption="Masjid Chakaprong di pusat kawasan turis Khaosan"]

[/caption]Usai sholat, kami menikmati santap siang di sebuah tempat makan halal tak jauh dari Masjid. Sebenarnya tempat makan ini sudah kami lewati saat perjalanan pergi tadi. Lokasinya persis berada di sepanjang jalan gang masuk ke Masjid tersebut. Konsepnya terbuka, sedikit mirip warteg di Indonesia. Total makan berdua sebesar THB 100.

Kenyang mengisi perut, kami pun berjalan lagi menyusuri jalan-jalan di Khaosan. Hingga akhirnya sampai di Sungai Chao Praya. Sungai ini sangat luas, lebarnya mirip seperti Sungai Musi di Palembang. Namun airnya tidak berwarna coklat, terlihat lebih bersih. Terdapat jembatan kokoh yang melintas di atasnya. Bentuknya sedikit mirip dengan jembatan Barelang di Pulau Batam. Tidak hanya satu, ada beberapa jembatan yang menghubungi kotanya di beberapa titik. Di sungai ini terdapat transportasi umum berupa kapal kayu berkapasitas 70 orang. Namun kami belum mencobanya, karena ingin menuju Grand Palace terlebih dahulu yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

[caption caption="Jembatan di Sungai Chao Praya"]

[/caption]Grand Palace merupakan istana kerajaan Thailand. Lokasinya berada di jantung kota Bangkok sebagaimana Istana Merdeka di Jakarta. Banyak bangunan-bangunan pemerintahan di sini yang bentuknya khas, beratap runcing berwarna kuning keemasan. Sebelum mencapai Grand Palace, kami melintasi sebuah taman kota nan sangat luas, Sanam Luang. Lokasinya bersebelahan, hanya dipisahkan jalan. Penampakannya seperti lapangan sepakbola, berupa padang rumput nan hijau. Bahu yang terdapat di sekeliling lapangan selebar 15 meter dijadikan taman-taman nan cantik.

Kami menyeberang ke Grand Palace. Istana raja ini sangat besar dan luas. Tak kalah luasnya dengan taman Sanam Luang. Para prajurit penjaga tampak berjaga-jaga di tiap-tiap pintu masuk. Tembok yang memagarinya menjulang tinggi. Atapnya menjadi pemandangan yang menarik, lancip seperti kuil. Banyak yang menjadikannya sebagai latar untuk berfoto.

[caption caption="Menyusuri Taman Sanam Luang"]

[/caption]

[caption caption="Bersantai di Taman Sanam Luang"]

[/caption]Puas menjelajahi jantung kota Bangkok, kami pun berjalan menuju tempat pemberhentian kapal di Sungai Chao Praya yang tidak terlalu jauh. Selain warga setempat, banyak juga wisatawan yang menjajal transportasi air ini. Terdapat beberapa stasiun pemberhentian sebagaimana halte pada bis kota. Sepanjang perjalanan akan disuguhi penampakan berupa gedung-gedung pencakar langit. Hotel-hotel mewah pun tak ketinggalan memanfaatkan lahan di bibir sungai ini. Menaiki kapal ini dikenakan ongkos THB 13. Kami berhenti di stasiun pemberhentian Sathorn. Dari sini kami berjalan kaki menuju Stasiun MRT bernama Saphan Taksin untuk menuju pusat perbelanjaan terbesar di Bangkok, Pratunam.

[caption caption="Gedung-gedung tua di bibir Sungai Chao Praya"]

[/caption]

[caption caption="Stasiun pemberhentian kapal di Sungai Chao Praya"]

[/caption]

[caption caption="Penampakan gedung pencakar lakit di bibir Sungai Chao Praya"]

[/caption]Tak lama, sepuluh menit kemudian kami tiba di Stasiun Siam. Ongkosnya THB 42. Ini adalah tempat pemberhentian MRT yang menghubungkan ke berbagai pusat perbelanjaan di Bangkok. Dari sini kami berjalan melihat-lihat pusat perbelanjaan yang menjamur, melalui sebuah jembatan selebar jalan raya atau yang disebut Sky Bridge. Jembatan ini menghubungkan dengan banyak gedung di sekitarnya. Di sini kami sekadar mencuci mata. Sembari mencicipi minuman-minuman khas ala gerobak pinggir jalan seperti jeruk nipis dan delima yang airnya diperas langsung dan dituangkan langsung ke dalam botol kemasan. Ah, segarnya.

[caption caption="Pedagang minuman di kawasan perbelanjaan Pratunam"]

[/caption]

[caption caption="Sky Bridge, jembatan penyeberangan di pusat perbelanjaan Kota Bangkok"]

[/caption]

[caption caption="Kapal yang melintasi kanal sebagai alternatif transportasi bebas macet di pusat Kota Bangkok"]

[/caption]Puas menjelajahi Kota Bangkok kami pun kembali ke terminal bis Mo Chit dengan menuju stasiun MRT berbeda, Ratchadewi. Lokasinya berada tak jauh dari Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia. Kami berhenti di stasiun MRT Mo Chit yang terletak tak jauh dari terminal bis Mo Chit.

Hari semakin gelap. Tiket bis menuju kota berikutnya -- yang kami beli saat baru tiba di terminal pagi tadi -- sudah di tangan. Tertera jadwal keberangkatan bis di tiket pukul 20.45. Kami mengambil ransel yang dititipkan di tempat penitipan terminal ini lalu sejenak menunaikan sholat yang dijamak: Maghrib dan Isya. Selanjutnya, kota yang akan kami tuju semakin menuju ke arah utara. Semakin mendekati daratan Negara Tiongkok. Semakin dingin tentunya. Menuju Chiang Mai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun