Mohon tunggu...
Fadli Firmansyah
Fadli Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Masih Pemula

Suka Martabak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mental Awarness: Apakah Boleh Kita Melakukan Self-Diagnosis?

28 September 2021   22:28 Diperbarui: 28 September 2021   22:35 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernahkah kalian menonton film Joker (2019) atau mendengar lagu-lagu Kunto Aji dengan Album berjudul Mantra-Mantra (2018)?.Jika kalian memahami,isi film dan musik ini mengangkat unsur mengenai mental health awarness atau yang biasa kita kenal dengan kesehatan mental.

Pasti tak jarang kalian sering bertanya didalam hati seperti, "apakah aku sedang mengalami depresi,stress,dll?" Atau "kok film ini menggambarkan aku banget ya?." Asal kalian tahu ini merupakan salah satu contoh dari Self-Diagnosis

Berdasarkan www.whiteswanfoundation.org menjelaskan bahwa, "Self-diagnosis adalah proses mendiagnosis penyakit kita,baik fisik maupun mental, yang berdasarkan pengalaman masa lalu atau informasi-informasi yang tersedia di media populer, seperti situs internet maupun buku".

Di era modern yang serba digital ini, riset menunjukan bahwa orang-orang yang melakukan self-diagnosis terhadap diri mereka sendiri semakin meningkat. Karena semua informasi dapat dengan mudah kita temui hanya dengan mengetik beberapa kata di kolom pencarian Google.

Namun apakah  perkembangan teknologi yang semakin pesat, dampaknya akan baik untuk informasi-informasi yang kita temui lewat laman internet?Karena seringkali informasi yang tersedia tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara medis atau tidak evidence based medicine (EBM).

Jawabannya tentu saja tergantung dengan bagaimana setiap orang mengolah informasi-informasi tersebut,Sebab gejala terkait mental illness tidak bisa disimpulkan secara mentah-mentah tanpa penanganan lebih lanjut oleh pakarnya- Psikolog.

Kita boleh saja membaca informasi yang ditemui lewat internet untuk menambah wawasan,namun kita perlu selidiki lebih lanjut atau menemui pakarnya yang lebih ahli.

Karena budaya atau pemikiran masyarakat saat ini adalah sangat mudah untuk menerima sesuatu secara mentah-mentah,misalnya depresi. Orang akan langsung mengetik "Gejala-gejala depresi" di internet lalu melakukan self-Diagnosis, ketika sudah ketemu dan mereka merasa termasuk kedalam salah satu gejala yang ditampilkan mereka akan langsung meng-klaim bahwa dirinya terkena depresi yang dimana hal ini salah.

Yang seharusnya kita lakukan adalah dengan lebih hati-hati mendiagnosa penyakit mental pada diri sendiri dengan tidak menganggap ringan kasus tersebut.

Sebenarnya jika kalian paham, dengan Self-Diagnosis dapat membantu memberikan gambaran mengenai diri kita sendiri.namun jika tidak dilanjutkan dengan bantuan ahli atau menghubungi profesional dapat menjadi berbahaya. 

Sudah banyak tenaga profesional menyurakan untuk kita mencari bantuan ahli dalam menangani masalah kesehatan mental dan menginformasikan mengenai bahaya men-diagnosis diri sendiri.

Maka dari itu, dalam membuat self-diagnosis kita wajib memahami  kebijakan serta tata cara melakukan diagnosa. Dokter, Psikolog, dan Psikiater merupakan orang-orang yang mampu melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang awam dalam segi ilmu kesehatan medis maupun mental. 

Diluar dari pengetahuan serta wawasan yang kita temui melalui internet,kita tidak bisa mendiagnosa sebuah penyakit karena dapat mengarah kepada self-medicate yang salah.

Lalu Bagaimana cara kita untuk menghindari Self-Diangosis?

1. Pintar dalam memilih informasi yang didapatkan melalui Internet.
Kita tau bahwa tidak semua informasi yang ada di internet adalah benar dan jelas sumbernya. Oleh karena itu kita sebagai pengguna harus pintar dan kritis dalam memilih informasi dari internet serta mencari sumber yang valid.

2. Cerita dengan keluarga atau teman.

Mencurahkan isi pikiran serta perasaan yang sedang dirasakan dengan orang yang kita anggap dekat dengan kita,karena hal tersebut terbukti ampuh untuk mengatasi tingkat stress pada seseorang. Karena salah satu cara yang efektif yang dilakukan oleh Masyarakat Indonesia untuk mengurangi stress adalah mencari tempat bercerita dengan teman ataupun keluarga. (Cygna Asurance , 2018)

3.Menghubungi Profesional

Stigma yang muncul dimasyarakat tentang praktik yang dilakukan oleh Psikolog dan Psikiater dianggap sebagai tenaga professional dalam menangani "orang gila" sehingga hal ini membuat banyak orang takut datang ke tenaga profesional,sebab mereka takut dianggap memiliki masalah kejiwaan atau disebut "orang gila".

Padahal stigma tersebut harus segara dihapus dari masyarakat karena kesehatan mental seseorang sangat penting untuk orang-orang yang merasa memiliki gangguan dalam kesehatan mental mereka,yang mengharuskan mereka untuk bertemu dengan tenaga profesional-Psikolog dan Psikiater.

NAMA: FADLI FIRMANSYAH
NIM:202110230311566

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun