Penyesalan. Ya, hanya penyesalanyangtertinggal. Penyesalanyg tidakpernahmamputergantikanbernyanyi wacanaterserah. Entah itu penyesalan mereka berdua. Ataupun penyesalanku sendiri. Penyesalankukarenamempertemukan mereka berdua.Â
Badai angin memisahkan mereka diantara deru rinduyangterus berburu.tetapi tidakpernahhingga. Keduanya hilang digulung debu. Perjumpaanygsia-sia.dan liputanangin ternyatasahih. Perpisahanmisalnyajalan terbaik,sesudahnya pertemuanterakhirygmengenaskan.Â
residuhujan akhir Desember turun hujan awal januariyangbisu.ketikabadaisebagaihujanyangmenghiasi pelangi sesudahnya.Â
Sepasang kekasihyangdipertemukanolehhujan.tetapiakhirnya dipisahkanjuga olehhujan. Dibawah rintik hujan Januari, keduanya saling berjanjidansalingpergi.Â
"aku telah membentukruang luka,yg tidakpernah terlupa gan"ucapnyaakupadasuatu sakit.teman yg tidakpernah mengenal bahasa luka, itu akhirnyabuatpertama kali kudengarmengatakan iwalluka.Â
"Luka siapa? Lukamu atau lukadia" tanyaku penuh selidik. Â
"Luka kami bro" jawabnya singkat.Â
saya tidakmelanjutkandialog.aku relatif tahu, bahasadia tentangluka merekaadalah sempurnaadanya.beliau tidakpernah berbohong. Tepatnyadia tidak mampuberbohong.Â
Kenapa luka?" Akhirnya akupuntetapbertanya. Pertanyaanyangsebenarnyatidakingin kusampaikam ditengah lukayangmendera mereka.Â
Sahabatku, lelakiygkukenalsejakkanak-kanak itu hanya melihatku termangu.tidakingin menjawabserta tidakinginberkata-istilah.Â
diahanyamemberikan kitab kecil. Sebuah buku hariandari wanita yang telahmenemaninya selama hampirlimatahun itu.seorang perempuan yg sayakenal baik selama kuliah dulu.perempuan ygkuperkenalkansertaakhirnya mereka saling jatuh cinta. Kupikir. Ya, berpikir.