Sengaja dia menempelkan stiker itu untuk menjadi pengingat dirinya agar selalu disiplin dengan sikap "save riding". Helm, sarung tangan, jaket dan sepatu adalah peralatan wajib selain harus patuh dan disiplin pada peraturan lalu lintas. Dia sangat menyadari bila terjadi apa-apa saat menjalankan tugas misal kecelakaan karena ceroboh maka dia sendiri yang  akan rugi. Tak lupa juga dia memasang headset untuk mendengarkan pengajian pagi dari radio-radio yang menyiarkannya.
"Bismillahi tawakaltu 'alallah laa haula wa laa kuwata illa billah," otomatis diucapkan Amir saat meninggalkan agen.
Setelah selesai dari tugas tugasnya sebagai loper koran, Amir bekerja sebagai penjaga toko di kawasan Bekasi kota.
Perbedaan antara Amir dan Mamat memang nampak nyata. Yang satu sebagai bos sedangkan yang satunya sebagai karyawan. Namun pertemanannya meski akrab tapi masing-masing tidak tahu apa pekerjaannya masing-masing secara dalam.
==
Suatu hari Mamat baru saja dari Tambun Timur yang karena urusannya agak kritis dia harus pulang hingga menjelang dini hari. Karena lelah yang sangat dia pun terpaksa menghentikan mobilnya di ruko tempat agen koran Amir beroperasi.
Sayup-sayup di tengah tidurnya Mamat mendengar ada suara banyak orang. Dia pun terbangun. Setelah kucek-kucek mata sebentar, dia memperhatikan orang-orang yang sedang sibuk itu. Tiba-tiba dia melihat sosok yang dia paham betul : Amir!
"Ngapain Amir disini?" tanyanya pada diri sendiri.
Tiba-tiba adzan subuh berbunyi, tapi rasa penasarannya belum hilang, Mamat pun masih mengamati Amir. Dia pun menyaksikan bagaimana reaksi Amir saat mendengar adzan berbunyi. Dia melihat dengan seksama bagaimana Amir mengambil wudhu lalu sholat berjamaah bersama dua temannya yang lain.
"Masya Allah, aku tahu dia sebagai karyawan toko bukan loper koran dan ternyata sholatnya tetap terjaga."
Setelah tahu apa yang dilakukan Amir, Mamat merasa malu karena telah menghakimi Amir sebagai orang yang malas ngaji. Dia pun pergi dari tempat itu dengan fikiran dan perasaan yang campur aduk.