Rizal lega akhirnya pesawatnya mendarat dengan selamat di Banda Aceh. Perjalanan dengan pesawat yang sempat membuat dirinya agak khawatir akhirnya selesai juga. Kekhawatiran guncangan-guncangan di pesawat sempat membuat dirinya ciut juga. Sepanjang perjalanan Jakarta Banda Aceh dirinya selalu berzikir. Kebiasaan dan pesan mulia :"basahilah bibirmu dengan zikir", telah terpatri dalam dirinya dan menjadi kebiasaan  sepanjang waktu.
Rizal masih mengingat bagaimana pesawatnya diguncang angin yang besar. Angin besar selama beberapa menit sempat membuat pesawat bergetar cukup dahsyat.
Perjalanan selanjutnya ditempuh dengan perjalanan darat. Pemandangan yang indah ada di hadapan mata, jurang yang cukup dalam tak jauh dari jalan aspal dimana mobilnya lewat. Dari kejauhan juga nampak pantai-pantai dengan ombak yang berlomba-lomba menuju daratan.
"Pemandangan yang indah ya, pak," Rizal berbicara pada Fulan sang sopir mobil.
"Iya betul, Pak, indah sekali tetapi disinilah korban yang cukup banyak saat Tsunami".
Sang sopir pun menceritakan bahwa saat itu, laut tiba-tiba mengering cukup jauh dari daratan. Ribuan ekor ikan menggelepar-gelepar di pasir yang airnya tiba-tiba mengering itu. Ratusan warga yang bersuka cita memunguti ikan-ikan itu tanpa menyadari bahaya yang akan terjadi.
Saat mereka sedang memunguti ikan, tiba-tiba ombak setinggi pohon kelapa datang dengan cepat. Para warga yang sedang memunguti ikan tidak sempat menyelamatkan diri. Jadilah mereka ditelan dan digulung ombak.
"Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, semoga Allah Swt menerima amal dan ibadah mereka," Rizal merasa sangat sedih mendengar cerita itu.
"Ya itulah cerita kejadian yang lalu, Pak," Fulan melanjutkan.
"Kolega saya ada yang menjadi korban, Pak. Mereka teman akrab saya saat sedang menjalankan program training manajemen. Enam  teman saya meninggal saat Tsunami terjadi.
"Kami selalu subuh berjamaah saat itu, kami saling membantu bila ada yang kesulitan. Mereka bahkan ada yang meminjamkan saya uang saat kiriman saya datang terlambat."
Kenangan Rizal dengan para sahabatnya membayang-bayanginya. Tak sengaja air matanya menetes mengingat keakraban dengan teman-temannya dulu.
"Pak kita sudah sampai," kata Fulan menghentikan lamunan Rizal.
"Oh terima kasih," kata Rizal.
Rizal pun turun dari mobil, dan tak lupa mengucapkan terima kasih pada Fulan, sopir dari kantor koleganya.
"Besok saya jemput jam 9.30 Pak," kata Fulan.
"Baik, pak, terima kasih," kata Fulan.
Hari sudah mulai gelap. Rizal  lalu menuju resepsionis untuk cek kehadirannya.
==
Rizal sudah lama mendengar bahwa daerah yang dia kunjungi adalah daerah dengan pertanian yang subur.
Selain pertaniannya yang maju ternyata juga banyak warung kopi di daerah itu. Warung kopi yang buka setelah sholat subuh dan tutup saat Isya.
Pagi itu sambil menunggu sopir dari koleganya menjemput Rizal pun berjalan-jalan di sekitar hotel. Sengaja dia tidak  minum kopi di hotel karena dia berniat mencoba kopi di warung kopi sekitar hotel.
Rizal pernah tak sengaja mendengar teman kerjanya mengghibah penduduk sini. Dia mengatakan bahwa orang di daerah ini males-males, hobinya kumpul-kumpul ngopi sambil  mengghibah tokoh politisi yang tidak disukainya. "Makanya mereka gampang terpancing berita kebencian karena sering rumpi," kata temannya.
"Bayangin mosok pagi-pagi udah ngobrol asal bunyi sampai jam 7, bukannya ngurus kebun malah ngegosip," demikian cerita temannya.
Pagi ini Rizal ingin membuktikan kebenaran ucapan temannya. Setelah berjalan agak jauh dari hotel, akhirnya dia mampir ke salah satu warung kopi.
Dia pun memesan secangkir kopi, melihat suasana dalam Warung. Dia memang melihat beberapa group petani sedang berbincang sambil menikmati kopinya. "Apakah mereka orang adalah orang  malas?", tanya Rizal dalam hati.
"Ah sebodo amat dengan para petani itu, aku mau menikmati kopiku dulu,"gumam Rizal dalam hati.
Dia pun mulai menikmati aroma kopinya, sambil matanya menyapu sekeliling yang dihiasi pemandangan hijau. Aroma daun pagi hari sangat terasa di hidung. Tiba-tiba semilir angin mengusap wajahnya dan terasa nyaman sekali. Pada saat dia sesap kopinya, terasa nikmat sekali. Aliran hangat memenuhi mulutnya, lalu mengalir ke tenggorokannya dan aliran hangat itu terasa merayap ke lambung. "Ini dia kenikmatan dan suasana yang para petani rasakan,"gumamnya dalam hati,"Suasana seperti ini sangat menyenangkan wajar para petani menikmati suasana seperti ini."
Akhirnya setelah mengetahui sendiri apa yang dirasakan para petani dengan minum kopi di warung kopi pada pagi hari dan bagaimana rasa semangat paginya mengedor-gedor otaknya, Rizal pun berkesimpulan bahwa apa yang dibicarakan temannya di kotanya adalah salah.
"Maaf kawan, kamu salah," kata Rizal dalam hati.
Cek ulang memang diperlukan sebelum mengambil keputusan dan kita tidak bisa  menghakimi sesuatu hanya dengan berdasarkan "KATANYA."
Tabik.
==
Gonilan, 12 Maret 2023
Fadjar Setyanto
=> Ikatlah ilmu dengan menulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H