Mohon tunggu...
Fadjar PENA MANFAAT Setyanto
Fadjar PENA MANFAAT Setyanto Mohon Tunggu... Freelancer - PENA MANFAAT semoga pena ini selalu membawa manfaat.

Al Ghazali : kalau kamu bukan anak raja atau bukan anak ulama besar, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gara-gara Kebiasaan

28 Februari 2023   22:58 Diperbarui: 2 Maret 2023   16:08 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nis, aku malam ini boleh nginep di apartemen kamu?", tanya Zahra pada sahabatnya, Nisa.

"Silakan, Zah, ada kamar kosong, bisa kamu pakai," jawab Nisa.
"Terlalu bahaya juga buat kamu kalau pulang ke kos, apalagi tempat kos kamu jauh."

==

Kedua sahabat ini baru saja mengikuti rapat dengan tim lain di kantornya. Mereka sedang mempersiapkan rapat dengan tim Tokyo besok pagi.

"Besok pagi jam 7 kan kita juga harus sudah rapat di kantor dengan tim Abu Dhabi," sambung Nisa, "Jadi kita gak boleh telat, kalau kamu pulang, resiko kamu terlambat sangat besar, apalagi ini Jakarta, kalau nggak macet selain lebaran, pasti ada yang aneh."

"He he, iya betul, disana sih udah jam 9 pagi, disini masih jam 7 pagi, Ooooooo Emmmmmm Jiiiiiiii," sahut Zahra.

"He he he he," keduanya tertawa.

Akhirnya kedua perempuan ini pun pulang menuju ke apartemen Nisa yang hanya berjarak 2 km dari kantor mereka. Sayup-sayup Zahra mendengar sahabatnya mengucapkan "bismillah" saat masuk ke dalam taksi. Begitu juga saat Zahra meletakan kepalanya di senderan jok mobil, terdengar sayup-sayup ucapan "alhamdulillah" dari mulut sahabatnya. Perjalanan malam itu begitu lancar, karena memang sudah sepi.

Kondisi perkantoran tempat mereka bekerja meskipun sudah tengah malam masih terlihat ramai.  Beberapa orang lalu lalang, minum kopi di kafe-kafe yang ada, bahkan menunggu taksi. Lokasi itu memang lokasi yang tidak pernah tidur. Apalagi banyak para pialang saham yang bertransaksi dengan NASDAQ yang terletak di Amerika. Perbedaan waktu 12 jam dari waktu Jakarta membuat mereka harus berada di kantor pada malam hari. Kalau mereka juga bertransaksi dengan BEI, bisa dipastikan mereka hanya punya waktu tidur yang sedikit sekali.

Setelah 10 menit perjalanan dengan taksi, akhirnya mereka sampai di apartemen Nisa. Sekali lagi Zahra mendengar Nisa mengucapkan "alhamdulillah" pada saat taksi sampai di apartemen.

"Sahabatku ini memang luar biasa, udah cantik, pandai, dan tak lupa dengan zikir-zikir singkatnya, baik akan memulai atau selesai melakukan aktivitas," gumam Zahra.

Apartemen yang ditinggali Nisa adalah sebuah apartemen yang cukup nyaman dan tampak relatif aman. Meskipun tengah malam, tidak berarti tidak ada sekuriti. Di lantai dasar tampak sekuriti berjaga dengan sigap. Ada yang menatap monitor CCTV. Ada yang memantau situasi. Untuk bisa naik, Nisa harus menempelkan kartu penghuni di mesin yang ada di pintu lift. Nanti lift akan terbuka di lantai yang dituju.

Keduanya berjalan mendekati pintu lift. Lagi-lagi, Zahra mendengar Nisa mengucapkan "bismillah" saat menempelkan kartu penghuni di alat detektor. Mereka pun masuk ke dalam lift. Tak berapa lama lift sampai di lantai yang dituju.

Saat lift terbuka, mereka pun berjalan menuju ke ruangan Nisa. Lorong tempat mereka berjalan sangat senyap. Ada lampu-lampu di dinding yang tidak terlalu terang, tapi cukup untuk menerangi lorong. "Ih, Nisa apa nggak takut yang tinggal sendiri di sini, apalagi kalau pulang malam seperti ini," gumam Zahra.

"Sudah sampai, Zahra, alhamdulillah," Nisa memotong lamunan Zahra.

"Eh iya, alhamdulillah," kata Zahra.

Nisa pun mendekat ke alat semacam kunci dengan PIN. "Bismillah", Nisa pun menekan angka-angka ke alat itu. Pintu pun terbuka,"alhamdulillah, yuk masuk Zahra."

Mereka pun masuk. Karena sudah sangat lelah, setelah membersihkan diri, mereka pun masuk ke kamar masing-masing dan langsung terlelap.

==

Saat Zahra terbangun dari tidurnya. Dia mendengar suara orang sedang memasak sesuatu di dapur. Dia pun bergegas ke kamar mandi untuk wudhu untuk melaksanakan sholat subuh. Selesai sholat subuh, dia keluar kamar dan melihat di meja sudah ada teh hangat dan roti bakar.

"Ayo Zah, kita ngeteh-ngeteh dulu sebelum ngurusin pekerjaan," sapa Nisa pada temannya.

Berdua, mereka minum teh dan makan roti, sambil berbincang.

"Nis, aku mau tanya ke kamu," ujar Zahra.

"Ya?", sahut Nisa.

"Kamu kok bisa secara otomatis mengucapkan 'bismillah' dan 'alhamdulillah' setiap mulai dan mengakhiri kegiatan?", tanya Zahra, "Aku mengamati kamu semalam, udah berapa banyak 'bismillah' dan 'alhamdulillah' kamu ucapkan hanya dalam perjalanan pulang hingga ke apartemen."

"He he, kamu tuh yeeee, selalu mengamati orang dengan detil, makanya kamu cocok di posisi marketing intelligent," jawab Nisa.

"Iya kebiasaan, Nis," jawab Zahra, "Jadi kebiasaan, gara-gara tuntutan pekerjaan."

"Udah berapa lama kamu bisa mengamati orang dengan detil?", tanya Nisa.

"Yaaa, 4 bulan ini, sejak aku di posisi sekarang," jawab Zahra.

"Tahu nggak, Zah, aku tuh dulu juga ngelamar di posisi kamu sekarang, tapi gak lulus," jawab Nisa sambil senyum-senyum.

"Aku dapat bocoran, bahwa sebelum test saat itu, bos udah mengamati kamu tuh punya bakat di posisi ini, Cuma tinggal digosok sedikit bisa langsung jadi," terang Nisa,"Ternyata benar kan?".

"Kamu jadi pengamat yang terbaik untuk bisnis ini."

"Gimana kamu bisa begitu?", tanya Nisa.

"Pembiasaan, Nis,  aku punya tabel untuk mengamati kebiasaanku."


"Aku membuat tabel  kebiasaan yang harus aku lakukan, kalau aku lakukan maka aku kasih centang (V) sedang kan kalau tidak aku laksanakan, aku tulis (X)."

"Aku gak mau tanda (X) terlalu banyak di tabelku, makanya sebisa mungkin aku mendisiplinkan diri untuk melakukannya, sehingga di tabel hanya tanda (V) yang ada."

"Setelah beberapa bulan, jadilah itu kebiasaanku," jawab Zahra.

"Laki-laki nggak ada yang bisa bohong deh sama kamu.....," ledek Nisa.

"He he he he, bisa gawat urusannya kalau bohong, he he he he,"jawab Zahra.

"Nah itulah yang aku lakukan seperti kamu : pembiasaan," Nisa berkata pada Zahra.

"Jujur, maaf ya kalau kamu gak terima, aku pernah ngintip catatan pemantau kebiasaan kamu," Nisa melanjutkan,"Aku bingung saat itu, tapi setelah aku fikirkan lebih jauh, aku ngerti guna catatan itu."

Nisa bergerak ke kamarnya, lalu mengambil catatan. Dia pun lalu menunjukkannya pada Zahra, "Ini catatanku."

Zahra melihat ke catatan itu, lalu melihat ada yang sedang dibiasakan Nisa : 'membaca basmallah saat mulai' dan 'membaca hamdallah saat selesai'. Dia juga melihat deretan tanda (V) tanpa (X) pada tabel sebagai tanda Nisa selalu melakukannya tiap hari.

"Terima kasih ya Zahra, udah ngajarin aku tentang pembiasaan meski kamu gak tahu," Kata Nisa.

"Jadi kita punya metode yang sama untuk melatih pembiasaan kita, ya?" sahut Zahra.

"Iya guru, he he he, kamu kan guruku, Zah," Nisa tersenyum-senyum pada sahabatnya.

"Tapi sekarang muridku udah lebih pandai daripada gurunya hehehehe, berarti aku berhasil transfer ilmu," canda Zahra.

"Sekarang gantian aku akan mencontek muridku, Aku akan menambahkan pembiasaan 'membaca basmallah saat mulai' dan 'membaca hamdallah saat selesai'."

"Aamiin," sahut Nisa.

"Semoga kita selalu bersaudara di dunia dan akhirat, ya Zah," lanjut Nisa.

"Aamin," Zahra mengamini perkataan sahabatnya itu.

==

Gonilan, 28 Feb 2023

Fadjar Setyanto

Ikatlah ilmu dengan menulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun