Mohon tunggu...
FADILLA WIJARENI
FADILLA WIJARENI Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa universitas ahmad dahlan

hobi menari

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Al- Quran dan Hadist

6 Oktober 2024   11:36 Diperbarui: 6 Oktober 2024   11:39 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama  : Fadilla Wijareni
Nim   : 2411010022
Prodi   : Ekonomi Pembangunan
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

PENGANTAR STUDI AL - QUR'AN
 
PENDAHULUAN
A. Capaian Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep al-Qur'an.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan karakter-karakter pokok al-Qur'an.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan kedudukan al-Qur'an.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan fungsi al-Qur'an.

B.Peta Konsep
   Konsep Al - Qur'an :
1.mendiskripsikan = pengertian al - qur'an.
2.mendiskripsikan = kedudukan al - qur'an.
3.mendeskripsikan = fungsi al - qur'an.

C. Materi

1. Definisi Al-Qur'an

Kata al-Qur'an adalah bentuk maşdar dengan wazan fulan )فعلان( Kata ini, menurut mayoritas ulama berakar pada lafal qa-ra-a )قرأ( yang artinya: kumpulan )الجمع(, himpunan )الضم( dan bacaan )قراءة مقروء( Disebut kumpulan dan himpunan menunjukkan bahwa al-Qur'an terdiri dari berbagai surat dan ayat yang disatukan. Dalam surat al-A'raf ayat 204, Allah berfirman:

‎وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ "Jika dibacakan al-Qur'an, dengarkanlah (dengan saksama) dan diamlah agar kamu dirahmati".

Karena salah satu pengertian bahasa dari kata al-Qur'an adalah kumpulan atau himpunan, maka yang dimaksud dari "membaca" pada ayat di atas bukan hanya keseluruhan ayatnya, tetapi membaca sebagiannya atau bahkan satu ayat saja, sudah layak disebut sebagai membaca al- Qur'an.

Sebagian ulama lain berpendapat, disebut kumpulan karena al-Qur'an tidak hanya mengumpulkan ayat-ayat, melainkan juga menghimpun segala unsur yang termuat dalam kitab-kitab sebelumnya, bahkan juga menghimpun seluruh prinsip-prinsip keilmuan. Pendapat ini didasari dari potongan ayat Q.S. al-Nahl: 89,

‎... وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

Kami turunkan Kitab (al-Qur'an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang- orang muslim".
Adapun makna al-Qur'an sebagai bacaan, didasari dari penggunaan bentuk kata qur'ānan itu sendiri di beberapa ayat. Misalnya, pada Q.S. al-Qiyamah: 16-18,

‎لَا تُحَرِّكْ بِه لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهُ إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَه وَقُرْآنَهُ فَإِذَا قَرَأْنَهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ

"Jangan engkau (Nabi Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca al-Qur'an) karena hendak tergesa-gesa (menguasai)-nya. Sesungguhnya tugas Kamilah untuk mengumpulkan (dalam hatimu) dan membacakannya. Maka, apabila Kami telah selesai membacakannya, ikutilah bacaannya itu".
Ayat ini menceritakan tentang serius dan antusiasnya Nabi Muhammad saw untuk segera bisa membaca dan menghafal wahyu. Hingga, hal itu membuat Nabi cukup tergesa-gesa untuk mengikuti setiap ayat yang dicontohkan oleh Jibril kepada beliau. Allah swt, melalui firman ini kemudian memberitahu Nabi saw agar tidak perlu tergesa-gesa, sebab la yang menjamin al-Qur'an itu pasti terkumpul, tersimpan dan terpelihara di hatinya. Ayat ini juga menunjukkan bahwa al-Qur'an diartikan sebagai bacaan. Abdullah Darraz menyebutkan, dinamakan sebagai qur'anan, itu untuk menunjukkan bahwa ayat-ayat al-Qur'an sejatinya dipelihara melalui bacaan-bacaan secara lisan, sebagaimana halnya, salah satu nama al-Qur'an adalah al-Kitāb, karena wahyu yang turun juga dipelihara melalui tulisan.
Selain dari makna-makna di atas, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa al-Qur'an merupakan satu kosakata tersendiri (isim jāmid) yang tidak berasal dari derivasi lafal apapun dalam bahasa arab. Istilah al-Qur'an dengan demikian, menurut pendapat ini memang hanya diperuntukkan sebagai nama dari kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, sama seperti nama-nama kitab lain seperti Zabur, Taurat dan Injil. Al-Baihaqi menyebutkan, ini merupakan pendapat al-Syafi'i lalu disetujui oleh al-Suyuthi.
Adapun secara istilah, para ulama mendefinisikan al-Qur'an tidak dengan satu pengertian. Hal ini bukan berarti para ulama tersebut memiliki pandangan yang berbeda mengenai al-Qur'an, melainkan karena ketika memberikan definisi secara istilah, masing-masing dari mereka menekankan pada salah satu segi dari al-Qur'an. Di antara banyaknya definisi secara istilah terhadap al-Qur'an, Nuruddin 'Itr memilih satu definisi yang menurutnya dapat mencakup secara umum dari semua segi definisi yang ada, yaitu:

‎القرآن هو كلام الله المنزل على النبي محمد صلى الله عليه وسلّم المكتوب

‎في المصاحف المنقول بالتواتر المتعبد بتلاوته، المعجز ولو بسورة منه. "Al-Qur'an merupakan Kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad saw, tertulis di lembaran-lembaran, tersampaikan secara mutawatir, ibadah apabila dibaca, merupakan mukjizat meski hanya satu surat darinya".
Pengertian di atas menjelaskan bahwa al-Qur'an setidaknya memiliki enam ciri/karakter pokok yang dapat dijabarkan sebagai berikut. Pertama, Kalāmullah. Ciri ini menetapkan bahwa ayat-ayat yang terkandung di dalam al-Qur'an harus diyakini merupakan firman atau perkataan Allah. Konsekuensinya, semua perkataan lain, selain perkataan Allah tidak bisa disebut bagian dari al-Qur'an, 10 Adapun Nabi saw hanya sebagai penyampai (muballigh) yang tidak memiliki andil apapun baik dari segi pemilihan kata, maupun makna dari setiap kata itu, sebab kata dan maknanya semua bersumber dari Allah swt. Pemahaman ini secara langsung membantah tuduhan beberapa pihak yang menyatakan bahwa al-Qur'an adalah buatan Nabi Muhammad saw yang menyadur isi kitab- kitab terdahulu lalu memodifikasinya menjadi al-Qur'an, atau klaim bahwa al-Qur'an hakikatnya diturunkan dalam bentuk inspirasi ke dalam hati, lalu Rasulullah-lah yang memilih lafal dan ungkapannya." Tuduhan tersebut, selain bertentangan dengan keyakinan umat muslim, juga tidak dimungkinan terjadi, sebab jauh-jauh hari Allah telah menantang semua manusia untuk membuat satu surat saja semisal dengan al-Qur'an, namun hingga sekarang tidak ada satupun yang mampu menjawab tantangan tersebut.  
Begitu juga, karena ia merupakan firman Allah, ayat-ayat al- Qur'an haruslah dipandang memiliki kedudukan, keluhuran dan kemuliaan yang jauh berbeda dibanding perkataan lainnya, sebagaimana kedudukan Allah sebagai pencipta yang tentu saja berbeda dari perkataan makhluk seperti manusia. Hal ini tampak dari ungkapan Allah di dalam salah satu firmannya Q.S. Luqman: 27,

‎وَلَوْ أَنَّ مَا فِي الْأَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ أَقْلَامُ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ الْحُرِ مَّا نَفِدَتْ كَلِمْتُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

"Seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta) ditambah tujuh lautan lagi setelah (kering)-nya, niscaya tidak akan pernah habis kalimatullah (ditulis dengannya). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".

Kedua, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Ciri kedua ini membedakan al-Qur'an sebagai wahyu Allah dengan wahyu-wahyu sebelumnya yang diturunkan kepada selain Nabi saw, seperti Taurat dan Injil. Namun bukan berarti, antara al-Qur'an dan kitab-kitab sebelumnya terpisah tanpa ada hubungan apapun. Semuanya memiliki hubungan sebagai bagian dari wahyu Allah meski menjadi kitab-kitab tersendiri. Al- Qur'an sendiri pun disebut risalah penutup (al-risälah al-khātimah) yang menurut al-Qaradhawi menunjukkan bahwa al-Qur'an adalah penyempurna dari risalah-risalah yang telah diwahyukan duluan. Karenanya, al-Qur'an, terhadap kitab-kitab lain memiliki fungsi salah satunya adalah al-işlāh, yaitu memperbaiki isi-isi kitab terdahulu dari berbagai penyimpangan dan pergantian yang telah dilakukan oleh manusia. 15

Ketiga, Tertulis di lembaran-lembaran. Corak atau karakter yang ketiga ini hakikatnya tidak disepakati oleh Sebagian kalangan. Sebab, menurut kalangan tersebut, karakteristik ini lebih tepat ditujukan kepada mushaf sebagai bentuk dan sarana mengakses al-Qur'an, yang mana akan selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Sedangkan, al-Qur'an itu sendiri tidak hanya ditulis, tetapi juga dihafal secara lisan, Meski demikian, Nuruddin 'Itr tetap memasukkannya sebagai salah satu ciri pokok dari al-Qur'an karena menurutnya ciri ini termasuk dari segi kelebihan dan keistimewaan al-Qur'an di mana sejak masa Nabi saw penghafalan dan penulisan wahyu itu dilakukan secara beriringan. Bahkan, pada perkembangannya, para Sahabat sangat menekankan pemeliharaan al-Qur'an melalui tulisan, dimana pasca keberhasilan mereka dalam mengumpulkan dan meresmikan al-Qur'an, mereka menjadikan mushaf resmi tersebut sebagai acuan standar untuk menghindarkan pemalsuan al-Qur'an. Hal ini seperti yang dikutip oleh Nuruddin 'Itr,

‎ثم لما قام الصحابة بجمع القرآن في المصحف وكتبت المصاحف في عهد عثمان أجمع الصحابة على تجريد المصحف من كل ما ليس قرآنا، وقالوا : جردوا المصاحف فمن ادعى قرآنية شيء ليس في المصاحف فدعواه باطلة كاذبة، وهو من المفترين على الله وعلى
Tatkala para sahabat berhasil mengumpulkan al-Qur'an satu mushaf, dan tertulislah al-Qur'an itu di beberapa mushaf di masa Usman, para Sahabat kemudian bersepakat untuk menyendirikan dan memisahkan mushaf dari apa yang bukan bagian dari al-Qur'an. (Para sahabat) menghimbau: "pisahkanlah lembaran-lembaran al-Qur'an yang resmi ini dari selainnya. Siapa saja yang mengklaim sesuatu itu adalah al-Qur'an sementara bukan bagian dari lembaran-lembaran resmi ini, itu berarti klaim mereka tidak benar dan merupakan kedustaan, dan mereka yang mengklaim itu termasuk golongan orang-orang yang berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya"
Keempat, disampaikan secara mutawatir. Maksud dari mutawatir adalah informasi disampaikan dari sejumlah (banyak) orang ke sejumlah banyak) orang secara berantai tanpa terputus di mana dengan jumlah yang banyak tersebut, tidak dimungkinkan terjadinya kesepakatan untuk membuat dan menyampaikan kebohongan. Dengan demikian, ciri yang keempat ini hakikatnya memberikan penguatan pada ciri-ciri sebelumnya. Diantaranya adalah, kata al-manqül, mengisyaratkan secara jelas bahwa wahyu yang disampaikan oleh Rasulullah saw sifatnya hanya mengulangi apa yang beliau terima tanpa andil dari beliau untuk menambahi, mengurangi apalagi merekayasa ayat-ayat al-Qur'an. Selain itu, ayat yang disampaikan secara mutawatir menegaskan bahwa ayat- ayat tersebut merupakan sesuatu yang pasti dan benar adanya (qat'i al- wurüd). Berbeda dengan hadis Nabi -termasuk hadis qudsi- yang tidak semua mencapai kepastian dari segi penginformasiannya. Ciri yang keempat ini juga memastikan bahwa secara historis, periwayatan al-Qur'an sejatinya dapat dibuktikan hingga hari ini. Sebab, tradisi pengajaran hafalan al-Qur'an sejak masa Nabi saw memiliki rekam sejarah yang dapat dilacak berdasarkan ilmu sejarah. Kemungkinan ini dapat diterima, karena madrasah-madrasah yang meriwayatkan hafalan al-Qur'an senantiasa mempertahankan satu sistem di dalam transfer dan pengajaran al-Qur'an, yaitu pemberian ijazah sanad hafalan al-Qur'an. Ijazah ini hanya diberikan bagi siapa saja santri yang telah lulus melewati serangkaian pengujian hafalan sehingga ia mendapat pengakuan dari gurunya sebagai penghafal yang dapat dipercaya (mutqin). Ijazah sanad tersebut berisikan rantai sanad pengajaran hafalan al-Qur'an yang sampai kepada Rasulullah saw.19 Kelima, dianggap ibadah Ketika membacanya. Ciri pokok ini menegaskan bahwa tujuan dari turunnya al-Qur'an itu dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilā Allah).20 Oleh karenanya, Islam memandang pembacaan al-Qur'an itu memiliki dimensi spiritual karena setiap ayat yang dilantunkan harus dihormati sebagai sebuah ibadah yang bersifat sakral. Unsur ibadah ini meniscayakan agar semua muslim, tatkala mendengarkan al-Qur'an dibaca, hendaknya mendengarkan dan memperhatikan dalam nuansa peribadatan. Selain itu, dirnensi ibadah dari pembacaan ayat al-Qur'an juga meniscayakan adanya pahala yang besar bagi siapa saja yang membacanya.

Adanya unsur ibadah dalam membaca al-Qur'an ini tentu saja mempersyaratkan keimanan atas al-Qur'an sebagai kalāmullah yang mulia. Dengan begitu, orang yang membaca al-Qur'an namun ia tidak beriman kepada al-Qur'an maka bacaannya tidak dianggap ibadah. Sebagai contoh, seorang peneliti, ilmuan atau akademisi non muslim yang membaca al- Qur'an dalam rangka penelitian, bacaannya tidak dianggap ibadah karena ia hanya memandang al-Qur'an sebagai teks yang menjadi objek semata, seperti ia memandang teks-teks lainnya. Hal ini tentu berbeda dengan seorang muslim yang membaca al-Qur'an, meskipun ia mengkaji ayat- ayatnya dalam konteks meneliti, ia tetap dianggap ibadah karena Ketika mengkaji, ia meyakini ayat-ayat tersebut merupakan firman Allah.23 Di samping itu juga, karakter ibadah ini juga menjadi pembeda antara al-Qur'an dengan hadis qudsi dan jenis hadis lainnya yang apabila dibaca tidak serta merta dianggap ibadah.

Keenam, merupakan mukjizat meski hanya satu surat. Bagi al- Qaradhawi, al-Qur'an adalah mukjizat terbesar diantara mukjizat-mukjizat yang ada. Hal ini Kembali menguatkan bahwa al-Qur'an tidak mungkin dibuat oleh manusia, termasuknya Nabi Muhammad saw. Bahkan lebih dari itu, kemukjizatan al-Qur'an diakui sebagai mukjizat terbesar yang pernah Allah berikan. Hal ini, menurut al-Qaradhawi bisa dilihat dari dua faktor. Pertama, kemukjizatan al-Qur'an bersifat mu'abbad, yaitu tidak terikat oleh waktu Nabinya. Jadi, meskipun Nabi saw telah wafat. al-Qur'an sebagai mukjizat masih ada dan berlaku. Hal ini berbeda dengan mukjizat-mukjizat lain yang hilang dengan wafatnya Nabi yang memiliki mukjizat tersebut. Kedua, al-Qur'an memiliki fungsi hidayah yang sangat besar dibanding mukjizat lain. Meski al-Qur'an secara zahir tidak tergambar super power seperti mukjizat lain -misalnya tongkat Musa yang bisa berubah menjadi ular dan membelah lautan, atau Nabi Isa yang mampu mengobati kebutaan bahkan menghidupkan yang telah mati- akan tetapi pihak yang mendapatkan hidayah melalui al-Qur'an jauh lebih besar dan lebih banyak dibanding mukjizat-mukjizat tersebut. 25 Mengenai dimensi kemukjizatan al-Qur'an, akan dijelaskan secara lebih terperinci pada babnya tersendiri.
Inilah enam ciri pokok dari al-Qur'an berdasarkan pengertian yang di atas. Selain ke-enam ini ada lagi satu karakter yang juga dapat dimasukkan sebagai ciri al-Qur'an, yaitu sebuah kitab yang diawali dengan surat al- Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas (al-mabdū bi surah al-fatihah wa al-makhtüm bi surah al-nās). 26 Ciri ini, meskipun tidak dimasukkan dalam definisi yang terpilih seperti pada kitab al-Burhān, al-Itqān dan kitab induk ilmu al-Qur'an lainnya, tetapi juga penting kiranya disebutkan. Hal ini karena, ulama sepakat susunan al-Qur'an yang dimulai dari al-Fatihah dan ditutup dengan al-Nas adalah susunan yang disepakati oleh seluruh sahabat (ijma' al-şahābah) yang memang bersumber dari isyarat Nabi saw. Terkait hal ini, akan dijelaskan secara lebih detail pada pembahasan sejarah al-Qur'an.

2. Kedudukan Al-Qur'an

Kedudukan al-Qur'an yang paling pokok dan disepakati oleh seluruh ulama adalah sebagai sumber utama dan pokok ajaran Islam. Dengan kata lain, jika Islam yang dibawa Nabi saw mengatur segala aspek dari kehidupan manusia, maka, al-Qur'anlah yang memuat nilai dan tolak ukur segala aspek kehidupan tersebut. Al-Qaradhawi menyebutkan, pembagian Islam kepada akidah, syariah dan akhlak yang pada umumnya dipegangi oleh ulama itu didasarkan kepada kandungan al-Qur'an yang secara garis besar memang memuat tiga aspek itu. Hal ini sejalan dengan firman Allah (Q.S. al-An'am: 38) yang berbunyi,

‎... مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَبِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُوْنَ

"... Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam kitab (al-Qur'an) kemudian kepada Tuhannya mereka dikumpulkan".

Selain sebagai sumber pokok ajaran Islam, tingginya kedudukan al- Qur'an juga dapat diketahui dari beberapa sifat al-Qur'an". diantaranya:

a. Al-Qur'an disifati dengan kata 'aliyyun )علم( yang berarti tinggi.

Hal ini berdasarkan firman Allah yang berbunyi, "dan sesungguhnya (al-Qur'an) itu berada di dalam Ummul Kitāb (Lauh Mahfuz) di sisi Kami, benar-benar (bernilai) tinggi, dan penuh hikmah." Sifat ini menunjukkan tingginya kedudukan al-Qur'an dan bersih dari kebatilan dan kekurangan dan pertentangan internal serta segala sifat-sifat buruk yang tidak mungkin disandingkan dengan al-Qur'an.
b. Al-Qur'an disifati dengan kata majīdun )مَجِيدٌ( yang berarti tinggi/ mulia. Allah berfirman: Qaf, demi al-Qur'an yang mulia. Sifat ini mengandung dua makna. Makna pertama, bahwa al-Qur'an itu dimuliakan dan diagungkan sebab tidak bisa disamakan dengan syair, bait atau kalimat-kalimat indah buatan manusia, sebagaimana yang dituduhkan oleh Sebagian orang kafir di masa Rasulullah. Makna kedua, al-Qur'an akan memuliakan dan meninggikan orang- orang yang beriman dan mengamalkan isinya. Sehingga para ahli al-Qur'an, yaitu orang-orang yang senantiasa menjaga bacaan dan mewujudkannya dalam bentuk amalan akan mendapatkan kemuliaan dan ketinggian derajat di dunia dan akhirat.

c.Al-Qur'an disifati dengan kata 'azzun )عزيز( yang artinya terhormat/ kuasa. Allah berfirman, "...dan sesungguhnya (al-Qur'an) itu kitab yang terhormat. " kedudukan terhormat ini dapat dilihat dari tiga segi.
a)Terhormat karena al-Qur'an adalah kitab yang memiliki kapasitas yang adiluhung ('izzah al-qudrah), karena posisinya sebagai kalam terbaik di muka bumi;
 b) terhormat dari segi keunggulan ('izzah al- ghalabah) karena kehujjahan yang terdapat di dalam al-Qur'an adalah argumentasi mutlak dan tidak terbantahkan;
 c) terhormat dari segi keterjagaan ('izzah al-imtinā') di mana Allah sendiri yang menjamin keterjagaan al-Qur'an dari berbagai penambahan, pengurangan, pemalsuan dan penyimpangan sejak di lauḥ al-mahfuz hingga hari akhir nanti.

d.Al-Qur'an disifati dengan kata mubarakun )مُبارك yang artinya diberkahi. Allah berfirman, "(al-Qur'an ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu (Nabi Muhammad) yang penuh berkah supaya mereka menghayati ayat-ayatnya dan orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.""kata mubarak menunjukkan bahwa predikat berkah adalah sesuatu yang Allah berikan dan lekatkan kepada al-Qur'an. Adanya sifat keberkahan ini juga menunjukkan bahwa kebaikan yang terkandung di dalam al-Qur'an akan senantiasa bertambah, dan kebermanfaatannya akan selalu ada di setiap masa dan keadaan,

3. Fungsi Al-Qur'an

Fungsi al-Qur'an hakikatnya beririsan dengan kedudukan al-Qur'an. Dengan kata lain, apa yang menjadi kedudukan al-Qur'an secara otomatis juga menjelaskan bagaimana fungsi al-Qur'an." Nuruddin 'Itr menyebutkan lima fungsi al-Qur'an yang bersumber dari nama dan sifat al-Qur'an:
a. Fungsi al-Qur'an sebagai tanda terbesar akan adanya Zat Allah Yang Maha Kuasa. Hal ini didasari oleh ayat yang berbunyi "katakanlah (Muhammad) sekiranya berkumpul manusia dan jin untuk membuat semisal al-Qur'an, mereka tidak akan mampu, meski antara satu dengan yang lain saling bahu membahu membantu. Ketidakmampuan makhluk seperti jin dan manusia untuk membuat semisal al-Qur'an cukup menjadi bukti tidak terbantahkan akan adanya Zat Maha Agung, Allah swt. Hal ini telah dijelaskan sebelumnya pada pembahasan terperinci dari karakter al-Qur'an sebagai kalam Allah.

b. Fungsi al-Qur'an sebagai petunjuk dan pedoman seluruh alam yang mengantarkan kepada kebenaran yang hakiki dan kebahagiaan yang paripurna di dunia dan akhirat. Allah berfirman: "inilah al-Kitab
(al-Qur'an) yang tiada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang- orang bertakwa." " Ayat ini pada hakikatnya menjelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud pada ayat lain yang menyatakan bahwa "... di dalamnya terdapat petunjuk bagi manusia.... Kedua ayat ini menjadi dasar bahwa fungsi pokok al-Qur'an adalah diturunkan sebagai pedoman yang sepatutnya dijadikan petunjuk dalam menjalani kehidupan. Dengan begitu, al-Qur'an diperuntukkan untuk seluruh manusia, dan manusia sesungguhnya bisa mendapatkan manfaat dari al-Qur'an, akan tetapi ia baru benar-benar bisa berfungsi menjadi petunjuk, hanya kepada orang yang membaca dan mengkaji al-Qur'an dengan keimanan dan ketakwaan.

c. Fungsi al-Qur'an sebagai solusi dari segala problem di dunia ini, baik problem individu maupun masyarakat secara sosial. Allah berfirman, dan kami turunkan dari al-Qur'an apa yang dapat menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang beriman." Pada ayat ini disebutkan kata syifa'un dan rahmatun yang kemudian dikhususkan kepada orang beriman. Hal ini memberikan arti bahwa kesembuhan di sini bersifat mengobati jiwa-jiwa orang beriman dari berbagai penyakit yang bersumber dari dua hal. Pertama, dari sifat zhalim manusia yang menyebabkan mereka menentang segala batas yang ditentukan Allah. Kedua, dari sifat ketidaktahuan mereka yang dapat menjerumuskan pada hal-hal yang terlarang. Menurut al-Mutairy, hakikatnya segala keburukan dan tindak kejahatan serta sumber problem manusia berasal dari sifat kezaliman dan ketidaktahuan ini. Untuk itu, fungsi al-Qur'an dalam hal ini adalah obat yang menjadi solusi dari dua sumber penyakit tersebut."

d.Fungsi al-Qur'an sebagai pengadil yang secara mutlak dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Fungsi ini diwakili oleh salah satu nama al-Qur'an yaitu al-furqan الفرقان( yang berarti pembeda. Nama ini menunjukkan salah satu fungsi pokok al-Qur'an adalah sebagai rujukan orang beriman untuk membedakan mana hal yang benar (al-haq) dan mana yang salah (al-bäțil). Nilai benar dan salah di sini bukan pada tataran kompromistis, akan tetapi nilai-nilai yang kebenaran dan kesalahannya tidak akan berubah sampai kapan pun. Selain al-furqan, fungsi pengadil juga ditunjukkan oleh salah satu sifat al-Qur'an yaitu hakim حكيم(. Fungsi ini sangat berkaitan dengan kedudukan al-Qur'an sebagai sumber hukum Islam, bahwa ayat-ayat yang terkandung dalam al-Qur'an sejatinya menjadi dasar segala tata aturan yang mengatur seluruh keadaan manusia, mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dalam relasi keluarga, masyarakat, bernegara dan dalam konteks apapun. Di samping itu, fungsi ini juga menunjukkan bahwa hakikatnya tidak ada nilai kebajikan dan kebijaksanaan yang lebih agung daripada apa yang terkandung dalam al-Qur'an.

e. Fungsi al-Qur'an sebagai penyempurna dan pengoreksi kitab-kitab terdahulu. Allah berfirman, dan telah kami turunkan kepadamu sebuah kitab yang benar lagi membenarkan apa yang terdapat di dalam kitab-kitab terdahulu. "sebagaimana dalam kepercayaan orang Islam, kitab-kitab terdahulu seperti Zabur, Taurat dan Injil hakikatnya juga berasal dari wahyu. Hanya saja, pada perjalanannya, isi kitab-kitab itu diselewengkan oleh manusia tidak atas perintah Allah melalui para Nabi-Nya, melainkan digerakkan oleh hawa nafsu dan untuk mencari keuntungan dunia semata. Pada konteks ini, al-Qur'an turun untuk mengungkap penyelewengan itu. Nuruddin 'Itr merinci, al- Qur'an dengan kitab-kitab lain berposisi sebagai penguat dan penegas (muqirrun) hukum-hukum yang benar di kitab-kitab terdahulu, penghapus (nāsikhun) hukum-hukum yang tidak lagi sesuai, dan pengoreksi (muhaiminun wa muşlihun) terhadap apa yang telah diubah dan diganti.

D. Evaluasi
1. Sebutkan dan jelaskan pengertian al-Qur'an secara bahasa dan Istilah!
2. Sebutkan dan jelaskan karakter-karakter pokok al-Qur'an!
3. Sebutkan dan jelaskan kedudukan al-Qur'an!
4. Sebutkan dan jelaskan fungsi al-Qur'an!

E. Ringkasan

1.Pengertian al-Qur'an adalah Kalam Allah yang diturunkan/diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw melalui Jibril, disampaikan secara mutawatir, tertulis di lembaran-lembaran, dianggap ibadah apabila dibaca dan merupakan mukjizat meski hanya satu ayat darinya.

2. Karakter-karakter pokok al-Qur'an berdasarkan definisinya adalah:
a) Kalam Allah;
b) ditujukan kepada Nabi Muhammad saw;
c) kebenarannya bersifat mutawatir;
d) merupakan mukjizat;
e) dipelihara melalui hafalan dan tulisan;
f) membacanya adalah ibadah;
g) sebagai karakter tambahan, dimulai dengan al-Fatihah dan diakhiri dengan al-Nas

3.Kedudukan al-Qur'an paling pokok adalah sebagai sumber ajaran dan sumber hukum Islam. Selain dari itu tingginya kedudukan al-Qur'an dapat diketahui dari sifat-sifatnya, diantaranya
  a)  tinggi;
b)mulia;
c)terhormat; dan
d) diberkahi.

4.Fungsi al-Qur'an diantaranya; a) untuk menunjukkan adanya Zat Maha Agung, Allah swt; b) untuk menjadi petunjuk dan pedoman seluruh alam di dunia dan akhirat; c) untuk menentukan hukum dan memisahkan mana yang benar dan salah serta menjadi aturan-aturan manusia dalam segala aspek kehidupan; dan d) sebagai pengoreksi dan perbaikan terhadap isi kitab-kitab terdahulu.

F. Referensi

1. Abdullah bin Şalih al-Fauzan. (1431 H). Syarh al-Waraqat fi Uşül al-Fiqh. Riyadh: Maktabah Där  al-Minhāj.
2. 'Abdullah bin Yusuf al-Judai'. (1422 H/2001 M). al-Muqaddimat al-Asāsiyyah fi 'Ulüm al-Quran. Beirut: Muassasah al-Rayyan.
3. Abdul 'Aziz bin Dakhil al-Muthairy. Bayan Fadl al-Qur'an, Riyadh: Huquq al-Tiba' Mahfūzah.
4. Al-Baihaqi. Manaqib al-Syafi'i, 1, 276-277.
6. Al-Suyuthi. (Tahun tidak tertera). al-Itqăn sĩ 'Ulüm al-Qur'an.
7. Fahd bin 'Abdurrahman bin Sulaiman al-Rumi. (1424 H/2003 M). "Ulüm al-Quran wa Uşül al-Tafsir. Huqüq al-Taba' Mahfūzah li al- Muallif.
8. Mattson, Ingrid. (2008). Ulumul Qur'an Zaman Kita. Jakarta: Zaman.
9. M. Hasbi Ash Shiddieqy. (1992). Sejarah dan Pengantar Ilmu Al- Qur'an/Tafsir. Jakarta: PT Bulan Bintang.
10. Manna' bin Khalil al-Qaţţăn. (1421 H/2000 M). Mabāhīs fi 'ulüm al-Qur'an. Beirut: Maktabah al-Ma'arif.
11. Muhammad Abdullah Darraz. al-Naba' al-'Azīm. Kuwait: Dār al- Qalam.
12. Muhammad 'Ali al-Hasan. (1421 H/2000 M). al-Manar fi 'Ulüm al- Quran ma'a madkhal fi Uşül al-Tafsir. Beirut: Muassasah al-Risalah.
13. Muhammad Ahmad Muhammad Ma'bad. (1426 H/2005 M). Nafahāt min 'Ulüm al-Qur'an. Kairo: Dar al-Salām.
14. Muhammad Bakar Ismā'īl. (1419 H/1999 M). Dirasāt fi 'Ulüm al- Qur'an. Dar al-Manār.
15. Muhammad bin Isa al-Ma'ruf bi Abu Isa at-Tirmidzi. Sunan al- Tirmidzi. Ahmad Muhammad Syakir (pentahqiq). Mesir: Syirkah Maktabah wa Matba'ah Mustafa al-Halabī.
16. Muhammad Luthfi al-Shibāg. (1410 H/1990). Lamahāt fi 'Ulum al- Qur'an wa Tijähät al-Tafsir. Beirut: al-Maktab al-Islāmī.
17. Musa Ibrahim al-Ibrahim. (1316 H/1996 M). Buhūš mahajiyyah fi 'Ulüm al-Qur'an. India: Dār al-'Ammar.
18. Mushtafa al-Bugha dan Muhiyddin Mastu. (1418 H/1998 M). al- Wadih fi 'Ulum al-Qur'an. Damaskus: Dār al-'Ulüm al-Insäniyyah.
19. Nüruddin Muhammad 'Itr al-Halabi. (1414 H/1993 M). 'Ulüm al- Qur'an. Damaskus: Matba'ah al-Şibāh.
20. Yunahar Ilyas. (2017). Kuliah Ulumul Qur'an. Yogyakarta: Itqan Publishing.
21. Yusuf al-Qaradhawi. (1978 M). Kaifa Nata'amal ma'a al-Qur'an al-'Azīm. Kairo: Dar al-Syuruq.
22. Yusuf al-Qaradhawi. (1418 H/1997 M). Madkhal li Dirāsah al- Syari'ah al-Islāmiyyah. Kairo: Maktabah Wahbah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun