Mohon tunggu...
Fadillah Noor Rahmat
Fadillah Noor Rahmat Mohon Tunggu... Administrasi - mahasiswa

Kun Fayakun

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran-Pemikiran Max Weber dan HLA Hart

30 Oktober 2024   00:22 Diperbarui: 30 Oktober 2024   00:40 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

2. Pendapat tentang Pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart dalam Masa Sekarang

Pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart tetap relevan dalam konteks hukum dan masyarakat saat ini.

- Relevansi Weber: Pemikiran Weber tentang birokrasi dan otoritas rasional-legal sangat penting. Banyak negara, termasuk Indonesia, masih berjuang dengan isu-isu birokrasi yang efisien dan transparan. Pemahaman tentang bagaimana nilai-nilai budaya mempengaruhi hukum juga sangat relevan, terutama dalam konteks pluralisme budaya di Indonesia.

- Relevansi Hart: Pemikiran Hart tentang positivisme hukum dan perbedaan antara hukum dan moralitas memberikan kerangka untuk memahami tantangan dalam penerapan hukum. Dalam konteks Indonesia, di mana hukum positif sering kali bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat, pemikiran Hart membantu menjelaskan pentingnya legitimasi hukum dan bagaimana hukum dapat berfungsi secara efektif dalam masyarakat.

3. Analisis Perkembangan Hukum di Indonesia

Menggunakan pemikiran Weber dan Hart, kita dapat menganalisis perkembangan hukum di Indonesia dengan beberapa cara:

- Interaksi Budaya dan Hukum: Pemikiran Weber menunjukkan bahwa hukum di Indonesia tidak hanya merupakan produk dari aturan formal, tetapi juga dipengaruhi oleh tradisi dan nilai-nilai lokal. Misalnya, hukum adat masih memiliki peran penting dalam penyelesaian sengketa di beberapa daerah, menciptakan interaksi antara hukum positif dan hukum adat.

- Legitimasi Hukum: Dari perspektif Hart, legitimasi hukum di Indonesia sering kali dipertanyakan. Ketika hukum positif tidak mencerminkan nilai-nilai masyarakat, hal ini dapat menyebabkan ketidakpuasan dan penolakan terhadap hukum tersebut. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan hukum yang tidak hanya sah secara formal tetapi juga diterima secara sosial.

- Positivisme Hukum dan Hukum Doktrinal: Dalam konteks filsafat positivisme, hukum doktrinal di Indonesia sering kali berfokus pada penerapan aturan yang ada tanpa mempertimbangkan konteks sosial yang lebih luas. Hal ini dapat menyebabkan ketidakadilan, terutama bagi kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Oleh karena itu, perlu ada pendekatan yang lebih inklusif dalam pengembangan hukum, yang mempertimbangkan aspirasi dan nilai-nilai masyarakat.

Kesimpulan

Pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart memberikan kerangka yang berguna untuk menganalisis perkembangan hukum di Indonesia. Dengan memahami interaksi antara budaya, tradisi, dan hukum positif, kita dapat lebih baik memahami tantangan yang dihadapi dalam menciptakan sistem hukum yang adil dan efektif. Reformasi hukum yang berkelanjutan dan penyesuaian terhadap nilai-nilai masyarakat akan menjadi kunci untuk mencapai keadilan sosial dalam sistem hukum Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun