Nama : Fadillah Noor Rahmat
NIM Â Â : 222111128
Kelas  : 5D HES
Modus penipuan undangan pernikahan elektronik yang disebarkan melalui pesan singkat sedang marak terjadi cukup meresahkan masyarakat. Pelaku penipuan ini melakukan penipuan dengan menyematkan dokumen aplikasi APK format file aplikasi untuk ponsel Android dengan nama surat undangan digital pernikahan. Jika tak jeli, penerimanya tidak akan tahu kalau dokumen yang di bagikan itu merupakan undangan palsu yang digunakan untuk membobol data pribadi korban dan mengakses data perbankan.
Penipuan undangan pernikahan elektronik juga dapat terjadi melalui pesan teks (SMS) atau pesan langsung di platform media sosial. Penipu ini sering kali menggunakan taktik yang sangat persuasif, seperti mengklaim bahwa undangan tersebut terbatas atau ada penawaran spesial yang hanya berlaku untuk waktu tertentu. Hal ini dapat mengecoh calon tamu yang tidak curiga dan membuat mereka terjebak dalam perangkap penipuan.
Modus penipuan undangan pernikahan elektronik  yang memanfaatkan aplikasi APK untuk membobol data pribadi dan mengakses data perbankan merupakan kejahatan siber yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam dan ekonomi syariah. Berikut adalah analisis terkait kaidah, norma, aturan, dan pandangan positivisme hukum serta sociological jurisprudence dalam menganalisis fenomena ini.
 1. Kaidah Hukum dalam Ekonomi Syariah yang Terkait
Dalam hukum ekonomi syariah, tindakan penipuan yang memanfaatkan teknologi bertentangan dengan beberapa kaidah dasar:
- Kaidah Larangan Gharar (Ketidakpastian): Penipuan yang menyertakan undangan palsu dengan format aplikasi yang berbahaya menimbulkan ketidakpastian dan risiko yang tinggi bagi pihak yang dirugikan. Kaidah ini melarang segala bentuk transaksi yang tidak jelas atau menyembunyikan informasi penting.
Â
- Kaidah Larangan Tadlis (Penipuan): Penipuan secara umum, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, dilarang keras dalam syariah. Penipuan melalui undangan digital palsu melanggar prinsip kejujuran dan keterbukaan yang harus dijunjung tinggi dalam transaksi ekonomi.
- Kaidah Kejujuran dan Amanah (Sidq dan Amanah): Transaksi bisnis dalam syariah harus didasarkan pada kejujuran, amanah, dan keterbukaan. Penipuan semacam ini jelas melanggar amanah dan kepercayaan publik.
2. Norma Hukum yang Terkait
Norma hukum ekonomi syariah menekankan pentingnya menjaga hak-hak individu dan memastikan keadilan dalam transaksi. Norma-norma yang terkait dengan kasus ini meliputi:
- Norma Perlindungan Hak Konsumen: Dalam hukum Islam, konsumen atau pihak yang menerima undangan elektronik palsu harus dilindungi dari penipuan dan kezaliman. Pelanggaran terhadap hak-hak konsumen dalam Islam dianggap sebagai kejahatan yang serius.
Â
- Norma Perlindungan Data Pribadi: Meskipun perlindungan data pribadi secara khusus belum diatur dalam teks klasik syariah, dalam konteks modern, menjaga informasi pribadi dianggap sebagai bagian dari hak individu yang harus dihormati dan dilindungi.
- Norma Keberlanjutan dan Keselamatan Transaksi: Setiap transaksi ekonomi harus dilakukan dengan prinsip saling percaya dan melindungi kesejahteraan kedua belah pihak. Penipuan merusak fondasi kepercayaan dan transparansi yang menjadi dasar dalam hukum ekonomi syariah.
 3. Aturan Hukum yang Terkait
Aturan yang berlaku baik dalam konteks hukum syariah maupun hukum positif terkait dengan penipuan undangan elektronik adalah:
-Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE): Di Indonesia, UU ITE melarang segala bentuk penyalahgunaan teknologi informasi, termasuk penipuan yang menggunakan aplikasi berbahaya. Pasal-pasal dalam UU ITE dapat digunakan untuk menjerat pelaku penipuan elektronik.
-Fatwa DSN-MUI tentang Transaksi Elektronik: Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) memberikan fatwa yang mengatur etika dalam transaksi elektronik, termasuk larangan penipuan, eksploitasi data, dan tindakan tidak transparan dalam dunia digital.
- Aturan Perlindungan Konsumen dalam Syariah: Berdasarkan fatwa dan kaidah syariah, setiap tindakan yang merugikan konsumen atau pengguna, termasuk penipuan dalam transaksi elektronik, harus dikenai sanksi. Pelanggaran prinsip amanah dan kejujuran ini menuntut adanya regulasi yang jelas untuk melindungi konsumen.
4.Pandangan Aliran Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence dalam Menganalisis Hukum Ekonomi Syariah
- Positivisme Hukum:
 Aliran positivisme hukum memandang hukum sebagai seperangkat aturan yang diberlakukan oleh negara atau otoritas berwenang dan harus ditegakkan tanpa mempertimbangkan moralitas atau nilai sosial. Dari perspektif ini, penipuan undangan pernikahan elektronik harus dianalisis berdasarkan hukum tertulis seperti UU ITE dan peraturan perlindungan konsumen. Fokus utamanya adalah pada pelaksanaan aturan hukum yang sudah ada dan menindak pelaku berdasarkan pelanggaran yang konkret, tanpa memperhatikan implikasi sosial atau moral yang lebih luas.
 Dalam konteks hukum ekonomi syariah, meskipun positivisme menekankan kepatuhan terhadap aturan hukum yang ada, penerapannya tetap memerlukan peraturan yang spesifik yang mengatur transaksi digital sesuai dengan prinsip syariah.
- Sociological Jurisprudence:
 Aliran sociological jurisprudence memandang hukum sebagai refleksi dari interaksi sosial dan harus dipahami dalam konteks masyarakat yang berubah. Dari sudut pandang ini, modus penipuan undangan pernikahan elektronik dianalisis tidak hanya berdasarkan peraturan formal, tetapi juga bagaimana praktik ini memengaruhi masyarakat dan nilai-nilai sosial yang berlaku.
 Dalam hukum ekonomi syariah, aliran ini akan menekankan bahwa penipuan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan etika Islam yang menekankan kejujuran, amanah, dan keadilan. Sociological jurisprudence juga akan melihat bagaimana dampak sosial dari penipuan ini merusak hubungan kepercayaan dalam masyarakat, terutama dalam transaksi berbasis teknologi, dan bagaimana hukum harus mencerminkan nilai-nilai moral Islam untuk mencegah terjadinya kerusakan sosial lebih lanjut.
Kesimpulan:
Penipuan undangan pernikahan elektronik yang memanfaatkan teknologi digital merupakan bentuk kejahatan yang sangat merugikan dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum ekonomi syariah. Kaidah-kaidah seperti larangan gharar dan tadlis, serta norma kejujuran dan amanah, secara jelas melarang praktik ini. Dari perspektif positivisme hukum, penipuan ini harus diproses berdasarkan aturan hukum yang ada, seperti UU ITE, sementara sociological jurisprudence akan lebih memperhatikan dampak sosial dan perlunya hukum mencerminkan nilai-nilai keadilan dan etika dalam masyarakat Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H