Mohon tunggu...
Nur Fadillah Bakti Utomo
Nur Fadillah Bakti Utomo Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelisik Museum Alam Marmer Merah Indonesia: Dari Eksploitasi, Perlawanan Sampai Desa Wisata

19 Juli 2023   15:14 Diperbarui: 19 Juli 2023   15:17 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar lahan yang digunakan pertambangan, sumber foto : fadillahbakti

Sejak 20 Juni 2023 saya melaksanakan KKN di salah satu desa di Kabupaten Magelang. Tepatnya di Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Sebuah desa yang berada di lereng pegunungan menoreh dan secara geografis berbatasan langsung dengan Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta serta berbatasan langsung dengan Kabupaten Purworejo. 

Desa Ngargoretno memiliki luas wilayah Ngargoretno sebesar 618 hektar dengan enam dusun yang dimiliki yaitu, Dusun Selorejo, Wonokerto, Wonosuko, Tegalombo, Karangsari, dan Sumbersari.

Sebagai desa yang berada di lereng pegunungan menoreh suasana alamnya masih sangat terjaga keasriannya sehingga memiliki pemandangan yang indah dan dapat menghasilkan berbagai potensi alam yang melimpah seperti batuan marmer, kopi merah, jahe, cokelat, cengkeh, durian, aren. 

Selain itu, Desa Ngargoretno juga memiliki kekayaan alam berupa perbukitan yang menjulang tinggi dengan batuan marmer merah didalamnya, dimana marmer merah ini hanya ada dua di dunia yaitu di Italia dan di perbukitan menoreh Desa Ngargoretno, Dusun Selorejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Indonesia. 

Namun dibalik keindahan alam dan melimpahnya berbagai potensi alam terdapat pengrusakan lingkungan oleh Perseroan Terbatas, bentuk pengrusakan yang dilakukan Perseroan Terbatasa adalah dengan merampas tanah dan mengeksploitasi batuan marmer yang ada di Desa Ngargoretno. 

"Dulu tempat yang sekarang jadi tambang merupakan pemukiman warga, ada satu RT yang tinggal disana dan ada satu sekolah dasar juga, tapi sekarang sudah dipindahkann semua dan menjadi area pertambangan batu marmer" ucap U salah satu warga yang dulu tinggal di daerah yang sekarang menjadi tambang. 

Gambar lahan yang digunakan pertambangan, sumber foto : fadillahbakti
Gambar lahan yang digunakan pertambangan, sumber foto : fadillahbakti


Konflik Awal

Setelah penelitian oleh Muhamad dari Institut Teknologi Bandung pada Tahun 1980. Kemudian  Tahun 1982-1986, Bari yang dahulu menjabat sebagai Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) menjadi penghubung pembebasan lahan antara warga Selorejo dengan adik Soeharto yakni Prabosutejo selaku pemilik PT. Girikemusuk.

Lahan yang akan dibebaskan untuk digunakan pertambangan merupakan pemukiman penduduk Dusun Selorejo, Rukun Tetangga (RT) 21 yang dihuni 43 KK. Pada awalnya warga hanya mengetahui bahwa lahan tersebut akan digunakan pemerintah untuk kegiatan pertambangan, tetapi ketika warga dikumpulkan oleh camat yang datang bukan dari jajaran pemerintahan tetapi dari Perseroan Terbatas. 

Bentuk tipu daya dan perampasan paksa yang dilakukan secara intimidatif membuat warga Dusun Selorejo semakin menolak untuk melepas lahannya untuk digunakan pertambangan, alasan lain warga menolak untuk melepas lahannya karena ladang yang menjadi mata pencaharian juga berada di sekitar rumahnya.

Intimidasi yang dilakukan oleh oknum dilakukan dengan cukup intens guna warga dapat melepas lahannya, bentuk intimidasi yang dilakukan oleh oknum aparat adalah dengan mengancam akan menculik bahkan tidak segan-segan menuduh warga sebagai Partai Komunis Indonesia (PKI)

Bentuk intimidasi terhadap warga agar mau menjual tanahnya terus dilakukan oleh oknum-oknum sampai izin tambang turun.

Jalan Perjuangan
Setelah pembebasan lahan tanpa disertai relokasi, PT milik keluarga cendana belum sempat beroprasi. kemudian ada investor yang menggantikannya yakni PT. Margo yang berasal dari lampung milik Theng Un Laij atau biasa dikenal Biak.

PT. Margo pertama kali mendapatkan izin operasi pada 30 November oleh Gubernur / daerah tingkat 1 dengan nomor keputusan 593.8/894/89/II/NF Tentang Pemberian Izin Lokasi dan Pembebasan Tanah dengan Luas 20 Hektare (pabrik 2 hektare dan penambangan 18 hektare). 

Pada tahun 2000 PT. Margo berganti nama menjadi PT. Margola untuk mendapatkan izin yang baru. Izin diberikan oleh daerah tingkat 1 dengan surat keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 503/13/C/2000 Tentang Perpanjangan Izin Pertambangan Daerah  yang dikeluarkan pada tanggal 12 April Tahun 2000.

Dikeluarannya izin pertambangan yang dimulai pada tahun 1990 kemudian diperpanjang lagi pada tahun 2000 semakin membuat warga geram dan khawatir,  ketakutan warga didasarkan pada temuan warga yang menyaksikan retaknya dinding dan kaca rumah akibat dari aktifitas tambang, dari temuan inilah  pada perpanjangan izin tambang yang dikeluarkan pada tanggal 12 April Tahun 2000 warga mulai melakukan aksi demonstrasi terhadap penolakan izin operasi tambang secara masif, mengingat dampak yang terjadi dan yang dirasakan oleh warga sendiri.

Dampak dari adanya pertambangan terjadi pada tahun 2004 dimana Desa Ngargoretno dilanda bencana longsor besar yang mengakibatkan salah satu rumah menjadi korban tertimbun dan hilang tanpa bekas.

Kemudian pada awal tahun 2006 Dusun Selorejo kembali mengalami longsor yang berlokasi dekat dengan pertambangan juga, walaupun kerugian yang dialami adalah tertimbunnya rumah warga dan tidak ada korban jiwa tetapi hal tersebut sangat membuat warga takut apabila rumah mereka akan terkena longsor seperti kejadian-kejadian sebelumnya.

Selain mengakibatkan gempa adanya pertambangan juga berdampak pada mata air yang ada di Desa Ngargoretno, dulu sebelum ada tambang air yang ada di Desa Ngargoretno melimpah dan tidak kekurangan namun setelah adanya pertambangan mata air yang ada di sekitar tambang dilarang untuk diambil warga karena diambil untuk proses penambangan dan pemotongan marmer.

Tokoh yang pertama kali menginisiasi untuk menolak karena sadar akan kerusakan yang akan terjadi adalah mbah roso, pada tahun 1998 perjuangan mbah roso dibantu oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Serikat Tani Merdeka (STAM). melalui bantuan organisasi-organisasi itu membantu warga Ngargoretno untuk melakukan advokasi terhadap penolakan pertambangan dan memberikan dorongan terhadap warga untuk berani bersuara.

Pada tahun 2004, warga menggugat kepemilikan izin tambang ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Magelang, namun pengaduan tidak dikabulkan oleh hakim. Tidak selesai sampai disini warga juga mendatangi kantor Pemerintah Kabupaten Magelang tetapi kemudian melemparkannya ke Provinsi Jawa Tengah. Kemudian ketika divalidasi kepada pihak Provinsi, pihak Provinsi Jawa Tengah tidak tahu menahu dan menganggap bahwa itu adalah urusan daerah. Alasannya sudah terbit undang-undang otonomi daerah. 

Pada tahun 2005 masyarakat mulai melakukan aksi masa untuk meminta PT. Margola memberikan ganti rugi yang layak. Ganti rugi berupa tanaman yang belum dibayar saat pembebasan lahan, akibat longsor oleh getaran dan meminta untuk pencabutan izin tambang. 

Pada Tahun 2008 PT. Margola melaporkan sebanyak tujuh orang atas tuduhan pengambilan batu yang selanjutnya ditahan oleh kepolisian.  

Pada Tahun 2009 konflik kembali terjadi antara warga dengan oknum preman suruhan dari PT Margola. Saat pemuda desa membuat video tentang Desa Ngargoretno untuk memperlihatkan kekayaan alam yang ada dan secara tidak langsung pertambangan yang ada di Desa Ngargoretno pun ikut tervideo, hal tersebut membuat PT Margola merasa resah apabila video tersebut akan di publikasi kan lalu mereka menyuruh preman untuk mendatangi para pemuda yang membuat video tersebut. 

Pada Tahun 2010 setelah berbagai upaya dilakukan, salah seorang warga bernama Soim menginisiasi sebuah perlawanan melalui jalur non-litigasi yaitu dengan mendirikan Gapoktan yang kemudian menaungi 13 kelompok tani. kelompok-kelompok tani ini melakukan sosialisasi kepada warga untuk tidak menjual lahan kepada investor.

Pada tahun 2013 -- sekarang Dodik Suseno diangkat menjadi Lurah, inilah yang menjadi awal pembangunan desa yang turut berperan dalam proses pengembangan desa wisata.

Gambar museum alam marmer, sumber foto : fadillahbakti
Gambar museum alam marmer, sumber foto : fadillahbakti

Upaya Melawan Kerusakan
Setelah mengetahui  dan merasakan dampak dari adanya pertambangan  yang kian lama merugikan lingkungan sekitar dan merugikan warga, maka warga Desa Ngargoretno perlahan memanfaatkan lingkungan yang masih tersisa untuk mengembangkan pelestarian alam dengan cara mengusung ide pariwisata. 

Ide awal untuk mengadakan pariwisata sendiri muncul pada awal 2016 dimana warga Ngargoretno menginisiasi konsep kepariwisataan dengan berlandaskan Community Based Tourism atau CBT, yaitu konsep pengembangan suatu destinasi wisata melalui pemberdayaan masyarakat lokal, bentuk pariwisata ini dikelola dan dimiliki oleh masyarakat guna membantu pengunjung meningkatkan kesadaran mereka untuk tetap melestarikan berbagai potensi yang ada di lingkungan sekitar salahsatunya batuan marmer karena warga yang tergabung dalam penggerak lingkungan desa beranggapan bahwa batuan alam marmer yang tersisa harus tetap dilestarikan supaya tidak diambil lagi oleh PT Margola.

Masyarakat yang tergabung ke dalam gabungan pemerhati lingkungan desa juga beranggapan bahwa perlunya dilakukan konservasi lingkungan, mengusung ide pariwisata yang mana merangkul semua dusun yang ada di Desa Ngargoretno, terkhusus yang berada di Dusun Selorejo yang pernah berkonflik secara langsung dengan PT Margola. Karena apabila masyarakat terus-menerus mengikuti alur yang dibuat oleh PT Margola maka masyarakat akan fokus kepada tindakan-tindakan intimidasi yang dilakukan oleh preman suruhan PT Margola melihat masyarakat kesusahan dalam perekonomian.

Sampai akhirnya Soim sebagai penggagas wisata bersama dengan masyarakat berfikir untuk memuseumkan batu alam marmer merah yang ada dan belum ditambang oleh PT Margola. Luas lahan yang digunakan untuk museum ini seluas 3 hektare dimana pengunjung yang datang bisa mendapatkan edukasi tentang geologi, bebatuan purba yang berada di kawasan menoreh, selain itu pengunjung juga bisa menikmati paket wisata yang disediakan di Desa Ngargoretno.

Itulah salah satu bentuk upaya perlawanan warga terhadap setan tanah yang terus menambang melalui sektor pariwisata, tapi bukan hanya dari sektor pariwisata saja hingga saat ini pun perjuangan warga masih terus dilakukan melalui sektor perkebunan, pertanian dan berbagai media baik cetak maupun digital.

Sumber :
Buku profil Desa Ngargoretno
Halim, Wahidul. 2019. Upaya Warga Melawan PT. Margola. https://jaganyala.wordpress.com/2019/05/24/desa-wisata-sebagai-perlawanan-atas-pertambangan-pt-margola/. Diakses tanggal 18 Juli 2023
Mufarrihah, Jauharotul. 2020. Konflik Pertambangan Marmer Terhadap Kerugian Lingkungan Perspektif Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam. Skripsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun