Mohon tunggu...
fadilla zennifa
fadilla zennifa Mohon Tunggu... -

jika uang masih berkuasa takkan ada yang namanya damai. jika uang membuat orang terhormat maka korupsi tetapkan menjadi pekerjaan primadona jika uang dianggap tinggi daripada ilmu maka kebodohan akan terus berceceran.. 10 tahun lagi aku akan mendirikan sekolah. sekolah tempat anak-anak yang benar-benar ingin belajar bukan sekedar mencari nilai, sekolah tempat orang-orang cerdas dipinggirkan menjadi membanggakan sekolah tempat anak-anak idiot menjadi jenius sekolah tempat anak-anak autis dapat bangga dengan ciri mereka sekolah tempat orang-orang yang jujur dapat mengembangkan bakatnya.. agar dunia tahu.. uang bukanlah segalanya harta bukanlah segalanya tapi iman cinta ilmu dan kekreatifan yang merupakan penguasa amiin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cara Jepang Pacu Sikap Kritis Pelajar

2 April 2018   20:07 Diperbarui: 2 April 2018   20:16 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbicara tentang Jepang, pembahasan yang acap diangkat adalah mengenai perpaduan antara teknologi serta sistem pendidikan yang diterapkan. Tidak sedikit tulisan yang mengangkat tema kelebihan sistem belajar di Jepang. Namun tak banyak yang mengungkapkan permasalahan yang dialami oleh pendidikan Jepang. Berkaitan dengan hal tersebut, melalui tulisan ini penulis ingin menjabarkan beberapa langkah yang dilakukan pemerintah Jepang dalam mengatasi permasalahan yang mereka miliki.

Tidak banyak orang di Indonesia yang mengetahui bahwa karakter mayoritas orang Jepang adalah pemalu. Bagi orang Jepang, mengemukakan pendapat secara lantang bukanlah menjadi budaya yang dibiasakan sejak kecil. Sehingga berdasarkan pengalaman penulis yang mendapatkan kesempatan belajar di beberapa negara (Inggris, Thailand, Jepang dan Indonesia), maka suasana kelas di Jepang tidak se"hidup" suasana di negara-negara lain yang disebutkan.

Karakter ini mungkin terbentuk dikarenakan adanya peribahasa populer di Jepang yang berbunyi :

 (Deru kugi wa utareru) / Yang menonjol akan dipalu ke bawah.

Filosofi dari peribahasa ini adalah

Menurut pemahaman penulis, para tetua sebelumnya beranggapan bahwa lebih baik mengikuti arus, daripada harus menjadi sosok yang menonjol daripada yang lain. Namun lambat laun, pemuda Jepang mengakui bahwa filosofi ini tidak baik untuk dijadikan sebagai pembenaran sikap diam. Melalui berbagai forum diskusi, pemuda Jepang acapkali mengutarakan pentingnya mengemukakan pendapat agar tidak terjadi salah paham antara masing-masing pihak yang terlibat. Pendapat inipun juga disikapi secara serius oleh pemerintah Jepang. Untuk memberikan solusi dari budaya "pemalu". Saat ini mulai banyak kegiatan yang dilakukan pemerintah Jepang dalam upaya memacu pemuda Jepang untuk bersikap kritis dan mengungkapkan pendapat mereka serta mengikis stereotipe pemalu nya orang Jepang.

Berikut ini cara-cara yang mereka lakukan:

Membuat variasi Jurusan baru

Berbeda dengan Indonesia yang sangat berfokus pada linearitas dan gelar seseorang dalam suatu jurusan, Jepang cenderung tidak peduli dengan gelar kejuruan seseorang. Mereka tidak terlalu kaku dengan penamaan gelar  "Sarjana teknik (S.T)" atau "sarjana sains (S.Si)", dalam dunia pendidikan Jepang,  faktor paling penting adalah bidang penelitian apa yang dilakukan. 

Contohnya pada sertifikat yang penulis punya, di sertifikat bukti selesai kuliah dituliskan pernyataan "telah menyelesaikan kuliah master pada program paska sarjana sistem ilmu hayati" tanpa menyebutkan tambahan nama gelar jurusan yang ditempuh.   Mungkin hal ini terjadi dikarenakan sistem yang ditempuh di Jepang lebih cenderung kepada penelitian (based on research), daripada kelas (based on course). Sehingga mereka bebas untuk mengutak-atik suatu jurusan atau menciptakan jurusan baru. Sebut saja bidang mekatronika. Bidang ini dulunya hanya ada di Jepang namun sekarang bidang ini dapat ditemukan di berbagai belahan dunia.

Mengundang Mahasiswa Asing untuk melakukan presentasi mengenai negara asal kedatangan.

Berdasarkan data yang diperoleh melalui situs Japan student service association (JASSO)[1], pada tahun 2017, mahasiswa asing yang datang ke Jepang  adalah sebanyak 267,042. Hal ini mengungkapkan fakta bahwa jumlah mahasiwa asing yang datang ke Jepang meningkat sebanyak 11, 6 persen bila dibandingkan dengan tahun 2016. Melalui fakta ini, pemerintah Jepang dan institusi pendidikan di Jepang melakukan inisiatif berupa mengadakan acara yang melibatkan mahasiswa Asing. Salah satu kegiatan yang acap dilakukan adalah mengundang mahasiswa asing untuk melakukan presentasi serta tanya jawab mengenai negara asal kedatangan ke sekolah-sekolah terdekat.

Melakukan diskusi bertemakan pemimpin masa depan

Selain mengundang para mahasiswa asing untuk melakukan presentasi mengenai daerah asal, acap pula diadakan sesi diskusi antara pelajar asing dan pelajar Jepang yang bertemakan pemimpin masa depan. Program ini biasanya dilakukan pada saat liburan sekolah, atau saat tahun ajaran baru dimulai. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mempeluas cara pandang murid Jepang mengenai dunia, dan solusi apa yang bisa mereka bagikan untuk dunia.

Melakukan pertukaran pelajar ke Negara lain

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh the Japan Association of Overseas Studies (JAOS) [2], setiap tahunnya terdapat 200.000 pelajar Jepang yang melakukan studi banding ke luar negeri.  Sedangkan data [3] lainnnya mengungkapkan antara 2009 dan 2015 persentase orang Jepang yang belajar di luar negeri kurang dari sebulan meningkat dari 46 dari total menjadi 61 persen. Meskipun dilakukan dalam kurun waktu yang singkat, tujuan utama dari studi banding yang mereka lakukan adalah untuk menciptakan pola pikir global, serta untuk meningkatkan kemampuan berbahasa inggris pelajar Jepang.

Itulah beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintah Jepang dalam memacu cara berpikir kritis para pelajarnya

Referensi :

[1] Jasso. 2017. "International Students in Japan 2017". https://www.jasso.go.jp/en/about/statistics/intl_student/data2017.html (diakses pada 31 Maret 2018)

[2] JAOS. 2017."Number of Japanese studying abroad, including working adults, appears to exceed 200,000 ". http://www.jaos.or.jp/wp-content/uploads/2018/01/JAOS-Survey-2017_Number-of-Japanese-studying-abroad180124.pdf (diakses pada 31 Maret 2018)

[3] Mccrostie, James. 2017."More Japanese may be studying abroad, but not for long".https://www.japantimes.co.jp/community/2017/08/09/issues/japanese-may-studying-abroad-not-long/#.Wr-BoOhuZhE (diakses pada 31 Maret 2018)

[4] www.kyushu-u.ac.jp (diakses pada 2 April 2018)

[5] www.21cp.kyushu-u.ac.jp (diakses pada 2 April 2018)

oleh :

Fadilla Zennifa

Doctoral candidate Kyushu University, Japan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun