Mohon tunggu...
Fadilatul Ilmi
Fadilatul Ilmi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyambut Program “Wajib Militer” Indonesia, Negara Sudah Siapkah?

14 Oktober 2015   10:45 Diperbarui: 4 April 2017   16:27 18282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Idealnya sebuah negara memiliki 0,4%  dari jumlah penduduknya untuk alat kelengkapan negara. Sementara jumlah personel kelengkapan negara Indonesia tidak mencapai angka 1 juta melainkan 413 ribu personel yang terdiri dari 317 ribu personel TNI AD, 82 ribu personel TNI AL, serta 34 ribu personel TNI AU. Tetap saja, apa wajib militer bisa dijadikan solusi terkait fakta tersebut?

(Sumber gambar: https://id.wikipedia.org/wiki/Wajib_militer)

Terlihat cukup banyak negara yang menjalankan program wajib militer. Bahkan, negara tetangga Indonesia, Singapura, juga ikut melaksanakan program wajib militer, pun Malaysia, walaupun di sana disebut Program Latihan Khidmad Negara (PLKN) dan tidak se-“wajib militer” yang seharusnya. Sedikit informasi bahwa program Bela Negara dalam bentuk wajib militer sebenarnya pernah diterapkan Indonesia di era tahun 1990an. Salah satu program yang diluncurkan oleh pemerintah pada tahun 1992 adalah alumni STPDN/IPDN angkatan pertama yang menjalani wajib militer selama dua tahun. Para alumni STPDN/IPDN tersebut, setelah menjalani pendidikan di kampusnya, dilanjutkan dengan pendidikan pada Sekolah Calon Perwira (Secapa) di Bandung dan kemudian ditugaskan selama dua tahun di teritorial TNI. Program wajib militer tersebut kemudian dihentikan pada tahun 1993 karena saat itu ada kebijakan baru terkait wajib militer.

Program wajib militer boleh dikatakan tidak praktis. Tentara cadangan yang dilatih hanya sekitar 30 hari, mungkin hanya sempat untuk latihan baris berbaris. Umumnya, mereka hanya mendapat uang saku. Padahal, waktu tersebut mempengaruhi produktivitas mereka dalam kegiatan masing-masing, yang jelas merugikan. Jumlah dana APBN untuk bidang pertahanan hanya 0,77 % dari total seluruh APBN (data statistik). Ini hanya untuk cukup untuk membiayai komponen utama saja bahkan dirasa masih kurang karena jumlah dana yang pantas untuk membiayai seluruh personel ini adalah 2% total APBN. Dibanding mengadakan program wajib militer, penguatan pertahanan melalui anggaran APBN, seperti untuk penambahan Alusista atau evaluasi sistem keamanan yang telah ada bisa menjadi solusi.

Sikap bela negara memang sangat penting dimiliki bagi setiap warga suatu negara dan harus ditumbuhkan berdasarkan pada identitas negara tersebut. Sikap bela negara, tidak hanya berarti mau dan mampu mempertahankan negara. Bukan berarti pula tidak mempertahankan negara berarti tidak memiliki sifat nasionalis. Nasionalisme tidak sesempit demikian. Program-program yang dibuat untuk menumbuhkan sikap bela negara harus benar-benar dievaluasi dari berbagai aspek. Tidak hanya melulu memikirkan tujuan, tapi proses dan pelaksanaan juga penting, bahkan persiapannya lebih penting lagi. Pro dan kontra dalam program yang diajukan memang hampir mustahil tidak bermunculan, tapi semoga saja program yang diajukan dan dibuat pemerintah memang sudah berdasarkan pemikiran-pemikiran yang terbaik. (FI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun