Berkaitan dengan hal tersebut, sebenarnya pembahasan ini ditulis berdasarkan hasil wawancara bersama Bapak Lucky yang merupakan salah satu nonoman keraton sekaligus ketua Yayasan Nazhir Wakaf Pangeran Sumedang Museum Prabu Geusan Ulun di Sumedang.
Menurutnya,saat itu meskipun raja-raja Sumedang larang banyak yang menganut Islam,namun bentuk kerajaannya tidaklah berubah,karena saat itu kerajaan Sunda memiliki esensi nilai dan tata kelola nilai sendiri,selain itu dalam kerajaan Sunda keyakinan seseorang bukanlah sesuatu yang dapat dipaksakan dalam tata kelola negara.Bagi kerajaan Sunda urusan keyakinan adalah urusan individu dengan maha pencipta.
Selain itu sebuah kesultanan pastinya memiliki sebuah visi dan misi tertentu,yaitu islamisasi,karena kesultanan sendiri merupakan bentuk penisbatan dari kerajaan Islam dunia (ottoman).Sedangkan di kerajaan Sunda,hal tersebut tidaklah sesuai dengan esensi nilai-nilai Sunda sendiri,karena sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya,dimana dalam ajaran nilai-nilai Sunda keyakinan seseorang tidaklah bisa dipaksakan,karena nafas Islam sendiri tidaklah ada pemaksaan.Saat itu meskipun bukan kesultanan,tapi raja raja Sumedang sudah banyak yang menganut Islam.
Sehingga dalam ajaran Sunda baik agama apapun yang dianut itu adalah pilihan individu tidak harus dipaksakan kedalam satu golongan.Demikianlah pembahasan singkat mengapa Status Politik Kerajaan Sumedang Larang tidak berubah menjadi kesultanan.
Sumber :
Abdullah,Muhlis.2020.Huru Hara Majapahit & Berdirinya Kerajaan Islam di Jawa. Yogyakarta : Araskha Publisher.
Rd.Lucky Djohari.2022."Sejarah Sumedang Larang".Hasil wawancara Kelompok : 22 Juni 2022,Sekertariat Museum Prabu Geusan Ulun.
Thresnawaty,Euis.2011."Sejarah Kebudayaan Sumedang Larang" Jurnal Patanjala.3 (1) :157- 159.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H