Mohon tunggu...
fadila seohan
fadila seohan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Seorang reviewer buku yang menyenangi kegiatan menulis di beberapa platform menulis. Manusia yang sudah pasti akan berbuat salah dan akan selalu jadi pemula dalam berbagai hal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cermin

5 Agustus 2024   00:05 Diperbarui: 5 Agustus 2024   00:09 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mengapa cermin tidak pernah memantulkan diriku, seperti yang diinginkan orang-orang?"

Rambut hitam panjang berwarna legam, pakaian yang dikenakan rasanya sudah sepatutnya, dan baik bentuk mata hingga wajah tak ada masalah apapun bahkan jika memungkinkan dijadikan referensi bagi beberapa kaum hawa ketika berkonsultasi dengan para dokter di klinik kecantikan.  Namun pada waktu jemari lentiknya berupaya mendekati cermin, terasa ada sebuah perasaan yang menghantamnya dengan begitu kuat sehingga jemarinya melayang di udara lalu tangannya terkulai.

Cermin yang ada dihadapannya masihlah cermin bersih yang berukuran cukup besar yang dibingkai dengan bahan kayu yang dicat putih. Cermin ini kerap kali dimanfaatkan oleh beberapa orang yang kebetulan lewat di sekitar sana untuk mematut diri. Senyuman tersungging dari bibir tiap mereka yang selesai bercermin

Keramaian makin menjadi manakala mentari menjadikan bagian bumi lainnya menjadi siang dan termasuk ditempat dirinya dan cermin berubah menjadi malam. Tak usai kaki-kaki melangkah lalu berhenti sebentar dan mematut diri agar terlihat seperti yang ingin orang lihat di dunia yang dia tahu adalah sebuah dunia yang tak pernah menampilkan rupanya secara jelas. Selalu samar dan katanya inilah sisi unik. Benarkah yang saru justru terasa lebih menarik?

"Ternyata ide meletakkan cermin itu di sana keren, walaupun terasa cukup aneh karena diletakkan ditempat ramai macam disini"

"Kau mengejutkanku"

 "Kak, apa kau pernah ingin melihat bagaimana dirimu dalam versi yang ingin dilihat orang-orang?"

Yang diajak berbicara memiringkan kepalanya, lalu lehernya yang teramat lentur itu mendekati dia "Maksudmu, jadi cantik?"

"Ya, seperti itu"

"Mengapa kau ingin jadi cantik untuk orang lain?"

"Aku rasa jika dilihat dan disuka orang-orang, rasanya kita bisa tersenyum setiap hari"

Yang mendengar kemudian telah berpindah mendekati cermin, memberikan isyarat agar dia ikut berpindah ditempatnya berdiri. Sebuah sengiran tampil di rupanya dan membuat dia bertanya tentang maksud dari senyuman itu.

"Aku bisa tersenyum setiap hari,kapanpun aku mau, tanpa harus terlihat di cermin kan?"

"Tapi jika tak terlihat di cermin, apa gunanya kak?"

"Karena senyum ini akan berubah makna apabila yang melihatnya adalah mereka"

"Pernakah kau mencoba,kak?"

"Aku pernah, dan memperlihatkan diriku hanya untuk menuruti keinginan orang-orang hanya akan membuatku kecewa" dan yang berbicara ini mendapati kebingungan dia sehingga kemudian mencoba untuk membuat dirinya tampil didepan cermin. Namun, barangkali karena ini malam hari dan mungkin orang yang singgah mematut dirinya didepan cermin tak mendapatkan foto terbaik sebab diganggu oleh si yang berbicara, gawai itupun terjatuh dan sekali lagi pukulan telak begitu terasa bagi dia yang untuk pertama kalinya melihat rupa yang tertangkap pada tampilan layar gawai dari orang yang kini lari terbirit-birit.

Mungkin karena sesungguhnya tak ada yang benar-benar ingin melihat rupanya yang tersenyum muncul di cermin dan di dunia dalam gawai. Apalagi, dengan sepasang kaki telanjang yang langkahnya takkan pernah terdengar seperti orang-orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun