Tak berdaya seorang Nirmala yang harus menerima kehilangan sebelah sayap pelengkap miliknya yang dulu masih separuh. Tak ada cacat dalam ingatnya perihal sang separuh sayap berdiri dihadapannya dengan sebelah tangan mencoba disembunyikan dibelakang tubuh tegapnya namun gagalnya barangkali disebabkan benda kecil yang diyakini Nirmala akan jadi miliknya tak lama lagi.
"Gadisku, jikalau berkenan engkau menjadi wanita dimata dan hatiku..." Suara hati yang makin bertalu dan wajah yang terasa makin panas tak kuasa dihalaunya hingga mengalihkan pandang dilakukannya sebagai upaya menahan gemuruh yang menggerusuk. Manakala jemari lentiknya dibawa mendekat oleh jemari yang terasa kasar namun menawarkan penjagaan yang juga menyamankan menuju sumber dentum lainnya, lupa jua sang Nirmala dengan perkara debar dan wajahnya yang makin memanas. Matanya telanjur memaku dan pantulan sang pemilik separuh saya ditawannya dalam pasang netra miliknya
Tanyanya kemudian mengundang isak haru "Ingin aku melihat kemilau benda ini di jemarimu. Mulai dari saat ini hingga penghabisan masa kita di bumi Tuhan" Dan seperti kisah yang telah mengudara dalam layar kaca dan jejaring sebatas layar gawai, anggukan telah cukup menjadi jawaban tanpa kata yang mengilhami terbitnya senyum dari sepasang insan yang kemudian saling mendekap.
Sebentar lagi rasanya akan lengkap...
Keduanya memainkan kakinya membuat riakan air dan kecipak yang tak kalah merdu daripada kicau beberapa burung yang seolah dipesan oleh semesta untuk meramaikan nada bahagia yang saling berbalas dari pemilik sepasang sayap.Â
"Kapan mas punya waktu untuk mengabarkan niatmu ini kepada seisi rumahku?"
"Jikalau tak menemui halangan, pekan depan hendakku bertamu. Boleh?"
"Esok pun kala ayam jagonya tetanggaku berkokok, engkau datang mengetuk pintu, tak keberatan rasanya aku" Candanya. Tentu saja sang pemilik separuh sayap mengerti akan hal tersebut namun tak tahan juga ingin menjahili sang Nirmala dengan satu cubitan pelan pada pucuk hidungnya hingga sang Nirmala mencebik sementara sang pemilik sebelah sayap tertawa kencang.
Hari itu ditutup dengan sepasang kaki-kaki yang sesekali menciptakan riak, kepala saling bersandar, dan senyum yang tak ikut berlalu bersama sang Bagaskara.
Nirmala memiliki bibir berwarna merah yang terkadang mencuri perhatian dari sang pemilik separuh sayap. Mata, hidung, dan rupa yang melengkapi keindahan khas yang membuat beberapa mata memujanya telah menjadi kepunyaan satu orang di muka bumi. Benda berkilau di jemarinya dirasa cukup untuk mempertegas batasan bagi siapapun yang ingin berkompetisi memenangkan hatinya.
Namun, seberapa kuatnya daya sebuah benda mungil berkilau itu untuk menjaga takdirNya bergulir dan menggulingkannya hingga kata sakit pun tak lagi cukup menarasikan rasa setelahnya?