Mohon tunggu...
fadila seohan
fadila seohan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Seorang reviewer buku yang menyenangi kegiatan menulis di beberapa platform menulis. Manusia yang sudah pasti akan berbuat salah dan akan selalu jadi pemula dalam berbagai hal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Silu

1 Agustus 2024   08:10 Diperbarui: 1 Agustus 2024   08:14 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mengapa harus semesta yang memupus harap yang telanjur terbangun oleh insan macam aku?"

Selepas menutup kebersamaan, sebelah sayapnya berpamitan dengan satu senyuman yang amat menyita atensi sang Nirmala, bahkan nyaris mengalami kealpaan dalam upaya mengendalikan diri jika tak ada beberapa pasang kaki yang melangkah di sekitaran dan denting serta pelontang yang menyemarakkan malam memperdengarkan sebuah usaha memanggil perut yang lapar untuk menyantap nasi goreng dan jualan lainnya. 

Hubungan mereka dijalankan dengan berlandaskan santun namun tak melupakan pemahaman adanya bara yang terkadang bagai terkena embus angin hingga menyulut api gelora yang memacu romansa. Memahaminya membuat keduanya secara tak tertulis menetapkan batasan tertinggi yakni embusan napas yang tak boleh terendus dekat oleh indera penciuman juga bibir namun tak masalah jika dahi dan pipi dibuat geli karena sensansinya. Cukup. Untuk memberi warna pada hubungan mereka saat itu.

Nirmala menatap sang sebelah sayap dengan kemelut yang membuatnya enggan untuk mengulurkan jemarinya. Ada hampa yang mendadak terasa menghujam hingga membuatnya tak cukup berbesar hati untuk melepaskan jemarinya dari lengan sang pemilik sepasang sayap. Demikian yang terukir di wajah ayunya juga terefleksikan di rupa sang pemilik sepasang sayap. Keduanya enggan namun ingin itu masih tersekat oleh sederetan sabda yang dilontarkan masing-masing orangtua mereka sehingga dengan menanggung nyeri bersumber dari sanubari keduanya lantas saling merelakan tautan memburai.

Namun sebelum mengakhiri dengan satu pisah, sang pemilik sebelah sayap menoleh. Bunga sedap malam di sekitar halaman indekos yang menyeruak aromanya menambah warna di keadaan yang merekahkan senyum di wajah sang nirmala. "Saya mencintainya"

"Siapa?" Tanya sang Nirmala, dengan harapan memperpanjang kebersamaan

"Makhluk Tuhan yang sekarang berdiri dihadapan saya"

Sang Nirmala masih tersenyum dan membuat rupanya makin terlihat menawan "Saya ingin tahu siapa dia"

Barangkali malam yang semakin larut, sang pemilik sebelah sayap hanya tersenyum dan berkata dengan lirih "Seseorang yang kata Gusti Allah akan menjadi teman terdekat saya, sebentar lagi"

.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun