Mohon tunggu...
fadila seohan
fadila seohan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Seorang reviewer buku yang menyenangi kegiatan menulis di beberapa platform menulis. Manusia yang sudah pasti akan berbuat salah dan akan selalu jadi pemula dalam berbagai hal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Silu

1 Agustus 2024   08:10 Diperbarui: 1 Agustus 2024   08:14 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ya. Kekhawatiran yang ada di pikiranmu"

Sang nirmala memejam,berupaya dengan keras dan senyap agar tak perlu memperbesar khawatir yang ternyata menyusup dalam dirinya. Namun, kepastian yang hanya milik Sang Khalik, barangkali membantu sang pemilik sepasang sayap agar lekas terlepas dari tugas dinas. Harapan itu membantu meninabobokan khawatir yang mulai berupaya mengukuhkan kekuatannya.

"Tak apa, pergilah. Seorang abdi negara harus rela membagi waktu untuk kekasihnya demi sebuah kesetiaan,bukan? Sungguh, saya tak mengapa jika pun pertemuanmu dengan keluarga besarku tertahan selama beberapa waktu"

Terdengar sungguh-sungguh ucapannya, namum barangkali hanya itu yang mampu diusahakan tanpa harus menambah beban pikiran dari sang pemilik sepasang sayap. Dan rupanya manjur, sebersit cahaya dari mata yang mampu menawan sang nirmala kembali terlihat. Lega dirasakannya, menepis banyak pemikiran buruk yang barangkali isyarat di waktu akan datang...

"Nantikan aku pulang. Yah?"

"Tanpa perlu kau meminta. Aku pastikan akan"

  "Cinta?"

"Membersamai penantianku"

Jalanan tak kunjung merengut keramaian tetapi mengempaskan sunyi dengan kedatangan para penjajal jualan beraneka ragam. Sorak sorai hingga tawa yang teredam deru kenderaan yang berlalu lalang tak mampu diurai oleh hening yang barangkali diingini sebagaian orang, sang nirmala antaranya. 

Harapnya adalah ketiadaan siapapun selain dirinya sendiri,pada saat itu. Kiamat yang terkonsep adalah musnahnya para pengharap beserta harapan-harapan yang barangkali harus diberanguskan sejak lama. Tetapi, ketiadaan yang dimaknai sang nirmala jauh didalam relung dan tak sanggup meratakan semua yang berdetak namun sanggup mengubah dunia dari sepasang mata miliknya. Kini di dunia yang terbatas oleh pasang matanya, dunia tak lagi beraneka warna tetapi monokrom.

Banyak pasang mata mengunci pandangan mereka pada sosok sang nirmala yang ternyata membawa serta benda panjang yang ujungnya tenggelam diantara batas nadi dengan permukaan kulit yang memucat. Beberapa yang melihatnya dibuat meringis, beberapa tak manpu menyuarakan sepatah dua patah suara kata karena mungkin sesama wanita dilarang norma untuk berkomentar, sebagian lagi ingin menghampiri namun tak ingin menjadi obyek sasaran pandang yang lain. Empati dan norma terkadang berselisih dalam benak masing-masing orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun