Mohon tunggu...
Fadila Nur salsabila
Fadila Nur salsabila Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

menulis adalah tentang membaca dunia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemuda dan Cinta: Toxic Relationship, Ego Memiliki Seutuhnya

20 Oktober 2021   00:08 Diperbarui: 20 Oktober 2021   00:17 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mencintai dan dicintai merupakan hak setiap mahluk hidup yang bernyawa dan berakal. banyak orang yang mengatakan cinta itu buta dan banyak orang yang rela melakukan hal apapun untuk mendapatkan seseseorang yang dicintainya. Namun, menanggapi perasaan cinta dengan berlebihan bukan hal yang baik untuk dilakukan. Cinta menurut saya soal kasih sayang, kenyamanan serta penghargaan. Di setiap pertumbuhannya manusia selalu berkembang dengan segala kemampuan dan perasaannya. Semakin ia dewasa, seseorang tersebut akan semakin labil emosinya. Semakin tak terkendali Terkadang cepat marah, menangis, tertawa, dll.

Sementara sosiologi, memandang Cinta secara normatif sebagai suatu ungkapan dari perasaan akan kasih sayang dari seseorang yang  diwujudkan dalam bentuk suatu afeksi dan proteksi. Pewujudan afeksi ini jelas bentuknya berupa kasih sayang, yaitu berupa perasaan ingin melindungi, dan memberikan rasa nyaman dan aman. 

Namun perwujudan dari proteksi ini kadang disalah artikan oleh kebanyakan orang, sebagai koersif atau pemaksaan untuk mengikuti apa yang diinginkan pasangan. Seperti perilaku Toxic Relationship (posesesive atau protective), yaitu tidakan memaksa, mengekang dan mengatur pasangan secara berlebihan. 

Tindakan ini, tentu saja secara tidak langsung menunjukan dari perwujudan proteksi yang disalahartikan. Teori yang mendasar ini pada umumnya dimengerti oleh setiap kalangan, orientasi akan pemaknan cinta susah untuk distandarisasikan. Kita ketahui bahwa cinta adalah implementasi dari suatu rasa kasih sayang, yang timbul pada hati seseorang. 

Seperti yang kita ketahui, cinta merupakan awal terbentuknya suatu hubungan, kemudian untuk menguatkannya mereka akan merialisasikan dalam suatu hubungan yang lebih intim seperti "Pacaran" atau "Pernikahan". Dari sinilah awal pembentukan kelompok sosial terkecil seperti keluarga, dan cinta adalah ikatan penyatu dua individu.

Salah satu tokoh, Ferdinand tonnies mengatakan bahwa suatu perkumpulan di dalam kelompok sosial kemasyrakatan  ( paguyuban / gemeinschaft) mempunyai beberapa ciri pokok yaitu :

1.      Intimate yaitu hubungan menyeluruh yang mesra.

2.      Private, yaitu hubungan yang bersifat pribadi, khusus beberapa orang saja.

3.     Exlusive, yaitu hubungan tersebut hanyalah untuk "kita" saja dan tidak untuk orang lain di luar "kita"

 Kita bisa berkaca, bahwa Berdasarkan pendapat tonnies diatas, bisa kita katakan suatu  hubungan antara laki-laki dan perempuan yang ada di dalamnya sering kita kenal dengan istilah "pacaran" atau "pernikahan". Dimana keduanya, merupakan hubungan yang intimate karena ada kemesraan di dalam menjalani hubungan, private karena hubungan nya bersifat pribadi untuk beberapa orang saja serta exlusive yaitu hubungan itu hanya dinikmati oleh berdua saja, ibarat pepatah "jika sudah bicara cinta dunia terasa milik berdua" .

Cinta sepertinya, bagi hampir semua orang merupakan sebuah kebutuhan. Perasan dicintai membuat kita merasa lebih berati. Pada usia-usia tertentu khususnya pada usia remaja (pemuda) setiap orang akan mulai memperhatikan penampilannya, agar lawan atau pasangannya lebih tertarik dengan apa yang ia perlihatkan, dari mulai baju rapi, wajah bermakeup, rambut yang disisir rapi dll. 

Dalam masa ini mereka akan saling menunjukan sisi terbaik mereka, sifat-sifat baik mereka pada priode awal akan berlomba-lomba ditunjukan, untuk memberikan keyakinan serta kesan yang baik kepada lawan jenis yang mereka suka. Namun pada periode selanjutnya, level hubungan tersebut akan mulai terlihat, dimana akan mulai terjadinya konflik, karna keduanya saling mempertahankan ego masing-masing. 

Sehingga, ketika fase itu berlanjut konflik akan semakin meningkatkan suatu hubungan tersebut mulai mununjukan hubungan yang tidak sehat atau yang lebih kita kenal dengan istilah Toxic Relationship. Biasanya, ini juga dipengaruhi karna sikap labil yang ditunjukan oleh pemuda (18-22 tahun), dimana mulai menunjakan kecurigaan kepada pasangan, selalu merasa was-was,cemas dll. Sehingga dampaknya, mereka akan mulai meredahkan pasangannya, mencurigai pasanganya, mengekang pasangan dan mengatur pasangannya. Tentu hal-hal tersebut merupakan ciri-ciri suatu hubungan yang sudah tidak sehat.

Fenomena ini jika dilihat menggunakan perspektif teori, toxic relationship yang sedang marak terjadi di kalangan anak muda ini dapat dikaitkan dengan teori pertukaran sosial yang dicetuskan oleh George C. Homans. Menurutnya dalam hubungan sosial antar individu atau kelompok saling melakukan pertukaran baik materi maupun non materi. 

Pertukaran sosial ini berbeda dengan pertukaran ekonomi karena melibatkan "emosi" dari kedua belah pihak. Manusia pada dasarnya tidak mencari keuntungan maksimum, tetapi mereka senantiasa ingin mendapatkan keuntungan dari adanya interaksi yang mereka lakukan dengan manusia lain (Wardani, 2016).

Kemudian dalam pandangan lain, Pada usia remaja atau pemuda dengan rentang usia 18-22 tahun menurut teori perkembangan Psikososial sedang berada pada tahap Krisis Identitas versus kebingungan identitas (santrock,2007). Pada rentang usia ini, seperti pembahasan sebelumnya, remaja akan mencari siapa dirinya yang termanefestasi dalam suatu keinginan mengembangkan minat pada karir dan perilaku dalam hubungannya dengan lawan jenis. 

Sebenarnya menurut Erikson, hubungan Romantis pada masa ini sangat memainkan peran penting dalam perkembangan identitas. Ketika individu tersebut berhasil mengeksplorasi perannya, maka mereka cenderung akan menunjukan perkembangan sikap yang positif, namun apabila yang terjadi justru memperlihatkan sebaliknya maka individu tadi akan mengalami kebingungan tentang siapa dirinya.

Apabila kita ibaratkan, dengan istilah populer bak layaknya sebuah pisau yang bermata dua yang mana kedua sisinya terdapat sisi positif dan negatif, disatu sisi hubungan "pacaran" normal, romantis dan harmonis akan menunjukan perkembangan dan penyaluran yang baik. 

Namun, sebaliknya sisi negatifnya justru akan menimbulkan hubungan tidak sehat tadi, pasangan atau lawan jenisnya akan merasa bahwa hubungan mereka bak "penyakit" artinya sudah tidak sehat jika tetap diteruskan karna adanya paksaan yang bersifat memaksa sehingga mereka atau lawan jenisnya akan merasa terasing dengan dirinya sendiri.

Penyakit-penyakit hubungan yang tidak sehat tadi, bisa kita kelompokan kedalam jenis --jenis hubungan tidak sehat, seperti "Toxic Reliationship" serta "Budak cinta" atau yang lebih akrab dengan istilah "BUCIN". Keduanya, merupakan bagian dari hubungan yang mulai tidak sehat. Dalam hubungan tersebut mereka akan menunjukan dan dipaksa menjadi orang lain untuk memenuhi keinginan lawan jenisnya. Tentunya, hubungan demikian sangat erat hubungannya dengan ego yang tinggi seperti tidak ingin mengalah, keras kepala dan lain-lain.

Cinta lebih dalam lagi harusnya memiliki fondasi yang fudamental, kokoh, kuat dan terstuktur. Cinta yang baik akan selalu menujukan korelasi pusitif, serta saling memberikan respon timbal balik yang baik sehingga hubungan keduanya sehat.  Dengan menunjukan kepedulian, rasa saling menghormati dan menghargai. Karna, kebahagian sejati ditemukan dalam cinta yang tidak egois.

Cinta memang pada dasar memiliki seni yang sangat indah, namun terkadang penyakit seperti "Toxic Relationship" yang muncul secara perlahan juga akan menjadi racun yang terus menggrogoti hubungan tersebut. Ego yang berlebihan akan berdampak pada penerimaan respon yang buruk serta keterpaksaan akan menciptakan suatu kejenuhan yang berakhir kehancuran. 

Ciri-ciri seseorang berada dalam hubungan yang toxic adalah mereka akan merasa tidak nyaman dengan dirinya serta pasangan, perasaan  tidak aman selalu muncul meskipun berada di samping pasangan, kemudian sikap cemburu yang berlebihan akan mulai ditunjukan, merendahkan/direndahkan oleh pasangan, tidak adanya afeksi, merasa terkekang, serta adanya bentu kekerasan fisik dan seksual.  

Seseorang yang berada dalam, lingkar setan ini seharusnya berusaha mencari perlindungan dan menumbuhkan kepercayaan diri, untuk berani bertindak ketika ada yang tidak beres. Sebenarnya, Seni mencintai pada dasarnya melibatkan rasa peduli, memahami apa yang dirasakan pasangan atau lawan jenisnya, serta menunjukan sikap tanggung jawab kemanusian (ewen,2010).

Lebih lanjutnya lagi Fromm (dalam Ewen,2010) menjelaskan, bahwa perasaan cinta bukan semata-mata tentang menjalin suatu hubungan dengan satu orang yang spesifik namun juga menjadi orientasi karakter yang menentukan keterkaitan seseorang dengan dunia secara keseluruhan.

Sementara pendapat Sternberg, menyebutkan cinta yang ideal dalam suatu hubungan percintaan adalah apabila komponen intimasi, komponen hasrat/nafsu, dan komponen komitmen dalam proporsi seimbang berderajat tinggi sehingga memiliki jenis cinta sempurna (dalam Snyder & Lopez, 2002).

Sebuah kesimpulan hubungan Toxic Relationship antara Ego ingin Memiliki Seutuhnya, merupakan suatu hubungan yang menimbulkan suatu konflik kedepanya. Hubungan ini didasari oleh sikap kurang stabilnya emosional seseorang, yang menimbulkan perasaan was-was, curiga, mengekang dll. Biasanya terjadi pada kehidupan percintaan pemuda yang masih berusaha mencari jati dirinya.

Referensi ;

Dwijayani, Ni Komang karmini, dkk (2020).  Bucin itu Bukan Cinta: Mindful Dating for Flourishing Relationship.Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Jl. PB Sudirman .

Wardani. (2016). MEMBEDAH TEORI SOSIOLOGI: Teori Pertukaran (Exchange Theory) George Caspar Homans. Vol. 4. No. 1.

Wulandari, Resty. (2021). FENOMENA TOXIC RELATIONSHIP DALAM PACARAN PADA MAHASISWA UNIVERSITAS SRIWIJAYA. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Sosiologi, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan.

http://www.robiarmilus.com/2018/03/analisis-cinta-menurut-teori-sosiologi.html. (diakses 18 Oktober 2021)

https://repository.unsri.ac.id/47942/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun