Selain itu, program grassroots football merupakan bentuk usaha UEFA untuk menjaga kesejahteraan sepak bola dan memastikan bahwa sepak bola tetap menjadi olahraga paling populer di benua Eropa untuk generasi selanjutnya.
Grassroots football di Indonesia
Sejauh ini PSSI tidak---atau belum---memberikan definisi khusus untuk grassroots football di Indonesia, tetapi definisi grassroots football di Indonesia kurang lebihnya sama dengan definisi versi AFC karena sepak bola Indonesia masih berada di bawah naungan AFC. Oleh karena itu, sepak bola Indonesia harus berpedoman kepada 10 prinsip grassroots football yang diinisiasi oleh AFC.
Berdasarkan definisi grassroots football versi AFC dan UEFA, kita bisa menyimpulkan bahwa grassroots football adalah permainan sepak bola yang dilakukan oleh non-profesional dan non-elit seperti sepak bola anak-anak, sepak bola remaja, sepak bola amatir, sepak bola veteran, dan sepak bola jalanan yang didorong oleh kecintaan dan rasa ingin berpartisipasi dalam sepak bola.
Di Indonesia, grassroots football atau sepak bola akar rumput cukup marak dimainkan oleh masyarakat. Contoh grassroots football di Indonesia yaitu liga tarkam, kompetisi sepak bola antar pelajar, sekolah sepak bola (SSB), fun football, football collective, dan sepak bola yang dimainkan oleh anak-anak di gang atau lapangan. Ciri grassroots football adalah ketika tidak berada di piramida sepak bola paling tinggi, maka itu termasuk kepada grassroots football.
Namun pada praktiknya, grassroots football di Indonesia memang sulit didefinisikan, hal ini diutarakan oleh Zen RS melalui kanal YouTube Pandit Football. Alasan mengapa grassroots football di Indonesia sulit didefinisikan karena Liga 1-nya pun masih seperti liga tarkam. Masih ada ciri-ciri grassroots football di sepak bola professional Indonesia, contohnya adalah jadwal Liga 1 yang berantakan, perizinan yang tidak jelas, dan kompetensi pemain yang meragukan.
Jadwal Liga 1 tidak teratur dan sering berubah sewaktu-waktu, hal ini berkaitan dengan perizinan dari berbagai pihak yang tidak jelas. Kemudian kompetensi pemain professional yang meragukan, di Liga 1 kita masih sering melihat jika ada pemain yang cedera di atas lapangan---apapun cederanya---pertolongan pertama yang diberikan oleh pemain lain adalah mengangkat perut.Â
Selain itu, pemain professional masih banyak yang ikut tarkam jika liga sedang libur. Hal-hal seperti itulah yang menyulitkan dalam membedakan antara grassroots football dan sepak bola professional di Indonesia.
Menurut Zen RS, secara formal Liga 1 memang termasuk sepak bola professional, tapi secara praktik masih ada ciri-ciri grassroots football di dalamnya. Tentunya hal ini perlu lebih diperhatikan lagi oleh PSSI sebagai asosiasi tertinggi sepak bola di Indonesia untuk membenahi Liga 1 sebagai liga professional yang benar-benar "professional".
Sumber:
 https://www.the-afc.com/en/about_afc/technical/grassroots.html