Nama : Fadia Lyra Anjani
NIM : 43222010004
Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi & Etik UMB
Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
Bangsa Indonesia merupakan negara yang sangat luas dengan keanekaragaman. kebudayaan yang ada. Sebagai bangsa yang besar, diperlukan orang pemimpin yang tangguh, yang berasal dari kepribadian dan nilai budaya masyarakat. Berbagai krisis yang dihadapi Indonesia saat ini semuanya bermula dari krisis moral. Berbagai krisis yang ada menjadikan penting untuk menemukan nilai-nilai luhur bangsa yang dapat menjadi acuan dalam berdiri dan bertindak. Penulis mencoba mengkaji. perbedaan ajaran moral dan nilai-nilai Semar terkait dengan sifat dan sikap seorang pemimpin. Dengan menggunakan pendekatan hermeneutika, semiotika dan simbolik , dilakukan kajian terhadap perbedaan makna simbolik pada tokoh Semar.
Semar adalah nama tokoh punakawan terpenting dalam wayang Jawa, genap dalam wayang Sunda dan Bali. Tokoh ini akan menjadi pelindung tahun sekaligus penasehat para pejuang dalam pementasan kisah Mahabarata dan Ramayana. Tokoh Semar yang pertama kali ditemukan dalam karya sastra masa kerajaan Majapahit berjudul Sudamala. Semar dikisahkan sebagai pelayan tokoh utama cerita, khusus Sahadewa keluarga Pandawa. Dalam posisinya sebagai abdi, Semar tidak hanya menjadi abdi namun juga penyampai humor, candaan, dan ketegangan orang yang memecahkan cerita.
Semar adalah penjelmaan Sang Hyang Ismaya yang memasuki jalan kematian, pada tahun ketika Semar diperintahkan turun ke bumi oleh Sang Hyang Tunggal. Oleh karena itu, Sang Hyang Ismaya yang semula berwajah cantik dan berbadan rapi berubah menjadi jelek . Namun sebelum datang ke bumi, Semar meminta untuk berteman. Sudjaruto, Sumari, Udang Wiyono berkata: Sang Hyang Ismaya adalah salah satu dari tiga putra Hyang Tunggal. Ibunya adalah dewi Rakti. Namun dalam pewayangan pada umumnya, khususnya ibu dari Wayang Purwa Sang Hyang, , Ismaya adalah dewi Rekatawati. Menurut Paramayoga, istri Sang Hyang Ismaya adalah Dewi Senggani, dan di bidang pertanian adalah Dewi Kanastri atau Kanastren. Sang Hyang Ismaya lahir bersamaan dengan kedua kakak laki-lakinya, Sang Hyang Manikmaya dan Sang Hyang Antaga. Awalnya mereka terlahir sebagai cahaya, kemudian berubah menjadi butir telur. Menurut Sang Hyang Tunggal, telur dipuja sebagai tiga orang putra. Cangkang telur sebanyak butir menjadi Sang Hyang Antaga, putih telur menjadi Sang Hyang Ismaya, sedangkan kuning telur sebanyak butir menjadi Sang Hyang Manikmaya. Ketiga anak ini semuanya merasa dirinyalah yang terkuat dan paling layak menjadi penerus Sang Hyang Tunggal sebagai penguasa Kerajaan Surga, karena tidak ada satupun dari mereka yang mau mengalah. Sang Hyang Tunggal memberi syarat: “Barangsiapa mampu menelan Gunung Mahameru dan memuntahkannya, berhak untuk tinggal di surga”. Sang Hyang Antaga berkesempatan memamerkan kesaktiannya untuk pertama kalinya. Ia berusaha menelan gunung itu, tetapi sampai mulutnya terkoyak, gunung itu tidak ditelannya. Pada ronde kedua, Sang Hyang Ismaya dengan kesaktiannya menelan Mahameru sebanyak kali namun tidak dapat dimuntahkan. Dia mencoba mengeluarkan gunung melalui rektum tetapi juga tidak berhasil. Gunung itu berhenti di perut Ismaya. Karena gunung itu tenggelam, Sang Hyang Manikmaya tidak sempat mempertunjukkan kesaktiannya yang berjumlah itu. Demikianlah Sang Hyang Manikmaya diangkat oleh Sang Hyang Tunggal sebagai pewaris takhta kahyangan. Ayahnya memerintahkan Sang Hyang Ismaya turun ke bumi pada tahun dan berperan sebagai pelindung orang-orang shaleh. Sebagai PNS, Ismaya menggunakan nama Semar, Samarasanta, Semarsanta, Janabadra dan Badranaya. Tahun Turunnya Batara Ismaya ke Marcapada (Bumi) dengan nama Semar bertepatan dengan lahirnya Bambang Manunumasa putra Bambang Parikenan pada tahun 4. Manumansa adalah manusia pertama yang menjadi anak (diasuh) oleh Semar . Demikian pula dalam kitab lain, diceritakan bahwa langit dan bumi pada zaman dahulu carita sama-sama dipimpin oleh Sang Hyang Wenang yang mempunyai seorang anak Namanya Sang Hyang Tounggal. Sang Hyang Tunggal kemudian beristri Dewi Rekawati, Putri Kepiting Raksasa bernama Rekatama.
Tokoh Semar merupakan pemimpin badut yang berpikiran adil meskipun jelek. Tokoh Semar dihadirkan sebagai penasehat dan pelindung para ksatria yang berbudi luhur, khususnya para Pandawa bersaudara. Sifatnya yang sederhana, kejujuran, ketulusan, kebijaksanaan, kecerdasan dan pengertian membuatnya mendapatkan rasa hormat dan penghargaan dari para ksatria. Dalam buku Psikologi Raos dalam Wayang karya Suwardi Endraswara disebutkan bahwa tokoh Semar membawa dimensi baru dan lebih dalam pada etika wayang. Semar sering disebut pengemis, namun ia lebih suka menjadi simbol bagi manusia, itulah sebabnya Semar dijuluki manusia setengah dewa. Namun bagi Semar, pemimpin adalah tuan dan juga pelayan, sehingga meskipun ia seorang setengah dewa, ia tetaplah seorang pelayan atau asisten para ksatria. Dengan demikian, Semar ditampilkan sebagai penguasa kahyangan namun juga sebagai abdi saudara Pandawa. Secara spiritual, Semar mempunyai jiwa yang dewasa, terlihat dari kepribadiannya yang sederhana, tenang, rendah hati, ikhlas, tidak munafik, tidak pernah terlalu sedih tetapi juga tidak pernah terlalu menyenangkan. Ia mempunyai sifat kalem dan kalem, sifat seperti air yang tenang namun dominan, namun di balik sifat tenang itu terdapat kejeniusan, batin yang tajam, pengalaman hidup dan kaya ilmu. Siluetnya digambarkan memiliki ciri-ciri bulan. Wajahnya yang pucat menunjukkan bahwa ia tidak pernah menuruti hawa nafsu, ia disebut juga semareka den Prayitna semare yang artinya tertidur. Tertidur artinya pikiran terjaga, sedangkan panca indera tertidur akibat gangguan nafsu negatif. Yang terpenting Semar selalu berdoa mohon ridha Tuhan. Dalam cerita-cerita wayang, Semar dihadirkan secara samar-samar dan ambigu, namanya diambil dari dua kata sengsem dan Samar yang artinya mencintai sesuatu yang samar-samar atau tidak kelihatan. Sifat ambigunya terlihat ketika muncul dalam cerita-cerita tentang pertunjukan wayang, apapun judul dan lakon yang dibawakan. Semar dan Punakawan akan selalu muncul bersama tokoh Pandawa di setiap klimaksnya dan disebut 'gara-gara'. Dalam filsafat Jawa, Semar disebut Badranaya yang didalamnya terdapat kata Bebadra yang berarti membangun sarana dari awal, sedangkan Naya berarti mangrasul utusan. Sederhananya, Badranaya berarti membangun dan melaksanakan perintah Tuhan untuk kemaslahatan manusia di muka bumi.
Bahwa cerita wayang dalam lakon Semar Mbangun Kahyangan merupakan salah satu lakon carangan yang penuh dengan pesan moral. Lakon ini menjadikan sosok punakawan sebagai tokoh utama pertunjukan dan daya tarik tersendiri bagi dalang serta penikmat wayang. Inti cerita dari lakon ini adalah, Semar sebagai tetua kerajaan yang sekaligus simbol rakyat, menghendaki para petinggi kerajaan untuk membangun jiwanya sebagai pemimpin. Pada lakon ini terlihat bahwa terkadang penguasa memandang sebalah mata rakyatnya, menganggap rakyat sebagai orang yang bodoh. Pemimpin cenderung tangguh dan ingin menang sendiri, namun pada akhirnya pemimpin yang lupa diri justru diperhatikan masyarakat. Koin ini menggambarkan konflik antara penguasa dan rakyatnya yang terjadi hingga saat ini. Oleh karena itu, secara tidak langsung cerita lakon ini mencerminkan keadaan pemerintahan Indonesia saat ini. Tokoh Semar dengan jelas menyampaikan pesan kepada para pemimpin : mereka harus selalu memperhatikan dan mendengarkan. Dengarkan suara rakyat, jadilah bijaksana dan tidak sembarangan mengikuti instruksi pemerintah. Sekaligus berpesan kepada warga agar berani mengemukakan pendapat dan gigih membela kebenaran. Pesan- pesan moral yang luhur serta ajaran Agama Islam yang terkandung dalam lakon Semar Mbangun Kahyangan ini harus disampaikan kepada generasi muda Indonesia. Karena sebagai calon pemimpin bangsa, moral mereka harus dibentuk secara baik.
Semar merupakan tokoh Panakawan yang secara simbolis mengajarkan bagaimana menjadi manusia yang baik atau pemimpin yang baik. Perbedaan sifat dan ajaran tersebut antara lain: pemimpin tidak mengagungkan nenek moyang dan asal usulnya, pemimpin harus (temuwo) berpikir dan mempunyai visi yang luas dan mendalam. pemimpin tidak boleh menolak kritik, pemimpin harus mudah tergerak oleh penderitaan rakyatnya, pemimpin harus selalu siap mengabdi dalam kondisi apapun dan Pemimpin harus mampu berdehem (menghargai hasil pemimpin sebelumnya dan menutupi menghilangkan kejahatan apa pun yang ada).