Mencari pekerjaan merupakan kegiatan yang harus dilakukan sebagai upaya untuk menunjang kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan semangat dan harapan yang selalu terpatri di hati, dan ketika menuju kantor-kantor ataupun laman media sosial dari setiap perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan.
Namun, kendala dilapangan banyak terjadi. Mulai dari syarat-syarat yang membatasi, hingga ketentuan yang berpotensi menghalangi keluwesan dalam pencarian pekerjaan.
Hal ini dikuatkan dengan permohonan uji materiil pada pasal 35 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang diajukan oleh saudara Leonardo Olefins Hamonangan. Pria berdomisili Bekasi ini menlakukan permohonannya kepada Makhamah Konstitusi pada tanggal 5 Maret 2024 kemarin.
Dilansir di laman resmi Mahkamah Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam permohonannya, Leonardo meyakini bahwa “Pasal tersebut telah menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia menetapkan kriteria pekerjaan yang membuat sulit bagi para pelamar untuk mendapatkan pekerjaan, seperti pengalaman kerja yang diperlukan atau batasan usia minimal untuk melamar.”
Tapi, memangnya seperti apa yaa bunyi dari pasal 35 Undang-undang Ketenagakerjaan tersebut? Pasal 35 Undang-undang Ketenagakerjaan berisikan bahwa: “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja.” Menurut Leonardo, Substansi dari pasal ini berlawanan dengan Pasal 28 D Ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”
Dalam penafsiran yang dilakukan penulis ketika membaca secara seksama mengenai Pasal 35 pada Undang-undang Ketenagakerjaan tersebut, memang dapat dikatakan tidak ada kriteria yang diatur dalam pencarian tenaga kerja. Undang undang tersebut secara langsung memberikan kebebasan kepada pencari tenaga kerja dalam mencari calon pegawainya. Hal ini ditunjukan pada kalimat “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan.”
Dapat dikatakan bahwa, pemberi kerja dapat mencari pegawai baru nya berdasarkan preferensi mereka sendiri, yang dimana kadang merugikan para pencari kerja yang kelak ter-marginalkan akibat dari preferensi subjektif ini. Bak menciptakan tenaga kerja super yang dirasa dibutuhkan oleh perusahaan, syarat dan kriteria calon pelamar pun dibuat se demikian rupa sehingga menyulitkan para pencari kerja.
Sebagai contoh, ketika penulis iseng mencari informasi mengenai Lowongan Pekerjaan di platform pencari kerja, sudah menjadi hal lumrah dimana syarat dan kriteria yang dibutuhkan sangat-teramat mencengangkan. Seperti : Dibutuhkan pelamar dengan range usia di 19-35 tahun, Memiliki tinggi badan sekitar 165 keatas, hingga Penampilan yang menarik dijadikan nilai tambah untuk masuk ke sebuah perusahaan. Contoh-contoh ini merupakan diskriminasi secara tidak langsung yang terjadi akibat dibebaskannya para pemberi kerja dalam menentukan calon pegawainya.
Menurut penulis, sudah seharusnya pemerintah mengkaji kembali pasal tersebut, mengingat substansi dalam Pasal 28 D Ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” Penulis menggaris bawahi pada kalimat “Setiap orang berhak untuk bekerja.” Berdasarkan potongan isi dari pasal tersebut, sudah seharusnya pemerintah mengawasi dan menjamin seluruh warga negaranya bisa memperoleh hak nya dalam mendapatkan pekerjaan.
Jika substansi pasal tersebut tidak segera dikaji kembali, bagaimana nasib para pencari kerja yang sudah berusia diatas persyaratan yang dibutuhkan? Apakah mereka sudah tidak bisa mendapatkan pekerjaan?
Hal ini sangat tidak adil untuk mereka, mengingat mereka memiliki keluarga yang harus di nafkahi dan dipenuhi kebutuhannya. Mungkin dengan menetapkan batas usia untuk melamar sebuah pekerjaan yang kelak wajib diaopsi oleh pihak pemberi kerja dapat memberikan secercah harapan untuk mereka yang ter marginalkan akibat dari kebijakan yang memberikan kebebasan kepada pemberi kerja ini.
Sumber:
1. Syarat rekrutmen dianggap diskriminatif, Warga Bekasi Uji UU Ketenagakerjaan. (2024, March 5). Makhamah Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Retrieved March 24, 2024, from https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=20099&menu=2
2. Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. (n.d.). Badan Pengawas Keuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Retrieved March 24, 2024, from https://peraturan.bpk.go.id/Details/43013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H