Mohon tunggu...
Muhammad Fadhli Adbaka
Muhammad Fadhli Adbaka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Linguistik

Mahasiswa Magister yang tertarik untuk melakukan banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Selayang Pandang Forensik Linguistik

8 Mei 2023   16:27 Diperbarui: 8 Mei 2023   16:27 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingat kasus yang terkenal pada tahun 2015 sampai tahun 2016 di Indonesia tentang penistaan agama? Tentunya masyarakat Indonesia dapat mengingat kasus tersebut dengan baik, di mana ada seorang pejabat DKI Jakarta (non-Muslim) yang mengatakan bahwa masyarakat DKI Jakarta jangan mau dibohongi dengan menggunakan surat & ayat tertentu di dalam Al-Qur'an terkait permasalahan harus memilih pemimpin yang beragama Islam dalam kampanye politiknya (Pratama, 2017). Akibat dari pernyataan yang dikeluarkan oleh pejabat tersebut, dirinya dipenjara selama 2 tahun. 

Apakah dirinya melakukan tindakan kriminal secara fisik seperti membunuh atau melukai dengan sengaja sehingga membuat dirinya dipenjara? Atau apakah dirinya melakukan korupsi? Tentu tidak pada kasus kali ini. 

Dalam hal ini, pejabat tersebut tersandung oleh ucapan yang dikeluarkannya, yaitu mengatakan kepada masyarakat dalam kampanyenya bahwa jangan mau dibohongi oleh surat dalam Al-Qur'an terkait keharusan memilih pemimpin beragama Islam. Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana bisa seseorang dipenjara dikarenakan ucapannya?

Tentunya untuk menjebloskan seseorang ke dalam penjara, perlu dihadirkan bukti yang kuat di dalam persidangan ataupun di dalam penyelidikan kasus yang menyangkut individu tersebut. 

Dalam kasus pejabat yang telah disebutkan sebelumnya, bukti kuat yang menjadi alat untuk mengantarkan dirinya ke dalam penjara adalah penggunaan kata dibohongi dengan ayat Al-Qur'an yang mana masuk dalam kategori perbuatan permusuhan terhadap suatu agama dalam pasal 156a huruf a KUHP. Pertanyaan yang datang kembali adalah, kok bisa pejabat tersebut dikategorikan pada pasal KUHP tertentu?

Hadirlah dengan suatu bidang keilmuan yang dinamakan linguistik forensik. Terdapat kata forensik yang memiliki arti sebuah ilmu yang digunakan untuk menegakkan keadilan di dalam kehidupan masyarakat, yang tentunya berkaitan dengan dunia hukum. 

Digabungkan dengan linguistik, maka dari itu dapat dikatakan linguistik forensik merupakan sebuah cabang dari ilmu linguistik yang berurusan dengan segala gejala hukum yang bersifat kebahasaan dan menganalisis gejala kebahasaan dalam ranah hukum tersebut dengan mengaitkannya kepada bidang keilmuan lain yang ada di dalam ilmu linguistik; seperti fonetik dan fonologi (gaya bicara dan intonasi seseorang), morfologi (suku dan tatanan kata), sintaksis (tata aturan berbahasa atau aspek grammatikal), semantis (makna kata), pragmatik (makna kata/kalimat menurut konteks, sosiolinguistik (berbahasa menurut kaidah sosial yang ada), dll (Heydon, 2019). Selain itu Varney (1997) berpendapat bahwa dalam linguistik forensik dapat berfokus pada aspek suara, tulisan, terjemahan, atau bahkan kajian wacana dari suatu hal.

Sebagai contoh, ketika di dalam wawancara seorang tersangka kasus pembunuhan yang dilakukan oleh polisi, tentunya terdapat perbedaan gaya bicara tersangka tersebut ketika dirinya sedang berbicara sehari-hari dengan gaya bicaranya ketika dirinya sedang diinterogasi oleh seorang polisi. 

Tersangka tersebut dapat memiliki gaya perbedaan di dalam aspek fonetik dan fonologi (intonasi, dll), pemilihan kata yang digunakan oleh tersangka, dll. Ketika hal itu terjadi, disitulah peran dari seorang ahli linguistik forensik untuk masuk dan memberikan kejelasan lebih lanjut terkait kenapa tersangka tersebut berbicara tidak seperti biasanya ketika dirinya sedang diinterogasi. 

Dengan kata lain, ilmu linguistik forensik merupakan sebuah cabang keilmuan yang meneliti dan mengatasi tentang permasalahan apa saja yang ada di dalam proses hukum dengan menggunakan alat dan metode apa saja yang terkembang di dalam ilmu linguistik.

Tentunya cabang keilmuan ini merupakan hal yang menarik untuk diteliti dikarenakan banyak sekali aspek yang dapat dijadikan sebuah bahan penelitian di dalam forensik linguistik. 

Mulai dari kasus-kasus yang langsung berkaitan dengan hukum dan persidangan seperti yang terjadi pada salah satu pejabat Indonesia pada tahun 2027, hingga kasus ujaran kebencian yang terdapat di media sosial. Salah satu ujaran kebencian yang dilontarkan di media sosial yang sempat ramai dibicarakan adalah terkait salah satu artis dan musisi Indonesia, yaitu Jerinx SID yang dipenjara selama 2 tahun dikarenakan dirinya mengancam salah satu individu yang dituduh oleh Jerinx menghilangkah akun Instagram miliknya melaui telepon (C. N. N. Indonesia, 2022). 

Dapah dilihat bahwa Jerinx tidak sama sekali menggunakan kekerasan fisik yang mengakibatkan dirinya dipenjara, namun dirinya melakukan pengancaman terhadap seseorang yang mana pengancaman merupakan sebuah ujaran yang menggunakan bahasa untuk melakukan tindak kekerasan terhadap suatu individu. Tentunya ilmu linguistik forensik dalam kasus ini diperlukan untuk memastikan apakah memang Jerinx mengancam melalui tahapan-tahapan yang seperti yang telah disebutkan sebelumnya atau tidak.

Kasus berbahasa di media sosial pun dapat menjadi sebuah bahan penelitian dalam ilmu forensik linguistik. Kasus seperti Ruhut Sitompul yang mengedit Anies Baswedan dengan berpakaian tradisional suku Dani di Papua untuk mengolok-olok Anies seakan-akan ingin mengais dukungan masyarakat Papua terkait pencalonan dirinya menjadi Presiden membuat Ruhut dipolisikan dengan tuduhan pelecehan identitas dan kebudayaan yang dimiliki oleh Anies Baswedan dan Suku Dani di Papua (R, 2022). Tentunya ada keterkaitan kasus ini dengan ilmu linguistik forensik untuk mengetahui apakah benar-benar Ruhut Sitompul mengolok-olok atau ada maksud lain yang belum diketahui?

Sebagai kesimpulan, tentunya ilmu linguistik forensik ini merupakan sebuah keilmuan yang kompleks dikarenakan untuk bisa melakukan sebuah analisis berdasarakan linguistik forensik seseorang harus mengetahui terlebih dahulu secara dalam terkait ilmu-ilmu apa saja yang menjadi pilar utama di dalam berbahasa, khususnya di dalam ilmu linguistik. 

Namun tentunya siapapu yang tertarik untuk mendalami ilmu ini dapat mempelajari hal-hal yang disebutkan di atas secara mudah saat ini. Selain itu, para calon peneliti linguistik forensik tidak usah khawatir dengan data yang ada mengenai ilmu dikarenaan sumber data yang melimpah dan dapat didapatkan di mana saja.

Referensi

C. N. N. Indonesia. (2022). Kasus Adam Deni, Jerinx Divonis Satu Tahun Penjara. nasional. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220224135139-12-763503/kasus-adam-deni-jerinx-divonis-satu-tahun-penjara

Heydon, G. (2019). Researching forensic linguistics: Approaches and applications. Routledge.

Pratama, N. P., Fajar. (2017). Kisah Pidato di Pulau Seribu yang Bawa Ahok ke Cipinang. detiknews. https://news.detik.com/berita/d-3496447/kisah-pidato-di-pulau-seribu-yang-bawa-ahok-ke-cipinang

R, M. A. (2022). Ruhut Sitompul Dipolisikan Gegara Posting Meme Anies Pakai Baju Adat Suku Dani. detiknews. https://news.detik.com/berita/d-6073714/ruhut-sitompul-dipolisikan-gegara-posting-meme-anies-pakai-baju-adat-suku-dani

Varney, M. H. (1997). Forensic linguistics. English Today, 13(4), 42--47. https://doi.org/10.1017/S0266078400010014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun