Mohon tunggu...
Fadhli Harahab
Fadhli Harahab Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan

Tertarik di bidang sospol, agama dan kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sang Penguasa

18 Oktober 2020   04:33 Diperbarui: 18 Oktober 2020   04:47 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekuasaan itu seperti zat adiktif, membuat seorang melayang-layang, semakin lama akan membuat terlena hingga akhirnya lupa. Analogi ini barangkali merupakan sisi lain kekuasaan. Tak salah, tetapi bukan berarti benar keseluruhan. 

Perhatikan saja bagaimana seorang penguasa terbuai dengan kenikmatan kuasanya, seperti bocah yang sedang bermain di taman yang penuh dengan beragam hiburan, gembiranya bukan main. 

Tidak boleh ada yang mengusik, tak peduli teman sepermainan, saling serobot mainan bahkan pukul-pukulan. Penuh kegembiraan, sampai lupa kalau taman hiburan itu bukan miliknya, mainan bukan punyanya. 

Tapi masabodo, selagi taman mainannya masih ramai maka sang anak akan terus bermain dan bergembira. Di kepala hanya ada bermain, mainan dan kesenangan. Ketika sang anak bosan dia akan pulang dan besoknya dia akan minta bermain lagi karena sudah ketagihan. 

Orang yang terbuai dengan kekuasaan akan seperti demikian. Gila hormat, hobi mengumpulkan harta, hidup bermewah-mewah, sampai dia lupa bahwa semuanya titipan dan bukan miliknya. 

Di dalam kepalanya hanya ada kesenangan, kenikmatan yang harus direngguh bahkan direbut paksa. Sepanjang sejarah peradaban manusia banyak contoh kasus seperti itu, merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan intrik, manipulasi, penindasan dan pengisapan.

Tidak perlu jauh kebelakang melihatnya. Di jaman kekinian yang ditandai dengan perkembangan teknologi, era keterbukaan informasi,  jamannya trias politika dan perlindungan hak kemanusian, masih banyak ditemui penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, politik uang hingga perampasan hak manusia. 

Itulah sifat kekuasaan. Dia bagaikan magnet yang kuat dan siap menarik penguasa dalam kenikmatan, membuatnya terbuai, terlena hingga akhirnya lupa. Kendati begitu, tak perlu salah paham dengan kekuasaan. Tak perlu juga menjeneralisir praktik kekuasaan identik dengan dosa, kotor, buas, kejam dan menjijikkan. 

Masih banyak figur penguasa dan pemimpin yang patut menjadi contoh. Memiliki pribadi yang sederhana, adil, amanah, tegas bahkan mampu mensejahterakan rakyatnya. 

Sebuah hikayah menceritakan bagaimana Daud yang memiliki kekuasaan penuh atas bani israel mencontohkan perilaku seorang pemimpin yang peduli dan berempati terhadap rakyatnya. 

Nabi Daud yang juga seorang raja dikisahkan tak mau memakan uang dari baitul mal yang berasal dari pajak rakyatnya. Dia lebih milih bekerja sebagai tukang besi, di tengah kesibukannya sebagai raja, membuat pedang dan perisai perang untuk dapat menafkahi dirinya. 

Perilaku Daud tentu bertolak belakang jika dibandingkan dengan kebanyakan  penguasa saat ini. Meski telah memiliki gaji dan tunjangan yang besar, tetap saja keinginan untuk terus mengumpulkan, menimbun bahkan mengambil uang rakyat masih saja dilakukan. 

Aneh betul, kekuasaan yang hanya sejengkalpun mampu dimanfaatkan untuk mengeruk uang rakyat. Memanfaatkan celah sesempit apapun untuk merampok. Level terendah sampai yang paling tinggi bermental pemain, pedagang proyek, dan tukang kibul.

Bahkan, mesin kontrol kekuasaan yang diciptakan sekalipun tak luput dari infiltrasi para penikmat syahwat, mafia kasus dan para penjahat bertopeng penegak keadilan. 

Mengerikan memang jika kekuasaan tidak bisa lagi dikontrol. Manusia sekelas malaikat pun bisa terjebak dalam kerakusan dan kesewenang-wenangan. Banyaknya alat kontrol dirasa percuma juga jika diisi oleh kaum yang tak berintegritas.

Justru yang terjadi adalah saling bancak, saling sandera yang ujung-ujungnya mencari keuntungan pribadi dan kelompok. Dan penulis pikir ini bukan lagi persoalan rahasia internal tertapi sudah menjadi rahasia umum. 

Sang Penguasa (Al-Mulk) 

Hakikat kekuasaan adalah limpahan dari Sang Penguasa. Artinya, kuasa merupakan anugerah yang dititipkan, dipercayakan kepada yang diberi kuasa. Segala sesuatu yang diberi kuasa pasti mempunyai kekuatan tertentu untuk melindungi diri.

Sebesar apapun kuasa memungkinkan memiliki karakter, keunikan dan keterbatasan. Begitu pula sebaliknya. Perhatikan singa, dengan aumannya saja banyak binatang akan terbirit-birit lari. 

Tetapi singa tidak bisa berbuat apa-apa jika tercebur di air atau masuk gundukan tanah. Sebaliknya, cacing atau semut akan bertahan apabila berada di dalam tanah, meskipun lebih lemah dari pada singa. 

Dalam konteks kekuasaan manusia, Sang Penguasa mengilhaminya dengan akal pikiran yang kemudian melahirkan berbagai bentuk pemerintahan negara dengan bermacam sistem politik. Mulai sistem paling primitif (kuno) hingga paling modern. 

Secara keseluruhan, bentuk kekuasaan itu berfungsi untuk menjaga dan melindungi segenap jiwa dan raga rakyatnya. Namun ironis, kekuasaan yang seharusnya digunakan sebagai alat untuk mengabdi, menjaga dan mengayomi justru kerap disalahgunakan. 

Hilangnya rasa tanggungjawab terhadap Sang Penguasa menghilangkan moral pengabdian kepada rakyatnya. Tersisa keangkuhan, keserakahan, dan kesombongan. Di sini penulis tidak bermaksud mengatakan bahwa penguasa berhak mengklaim sebagai wakil Tuhan di muka bumi yang bebas khilaf atau tanpa celah kritik.

Tetapi lebih menekankan bahwa kekuasaan adalah titipan dan amanah Sang Penguasa kepada penguasa. Apakah dia dipilih oleh rakyat atau pun tidak, semuanya merupakan kehendak Sang Penguasa, hanya prosesnya saja yang berbeda. 

Dalam konteks sistem demokrasi, kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat merupakan kehendak Tuhan yang dititipkan kepada setiap individu dan diejawantahkan melalui pemilihan umum. Maka bukan kekeliruan jika ada slogan "Suara Rakyat Suara Tuhan" karena Sang Penguasa menitipkan kekuasaannya kepada massa rakyat untuk memilih pemimpinnya.

"Katakanlah: Wahai Tuhan yang memiliki Kerajaan/Kekuasaan, Engkau berikan kerajaan/kekuasaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan/kekuasaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki pula. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q. S. Ali-Imran: 26)".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun