Transformasi era digital telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk sektor ketenagakerjaan. Di Indonesia, tantangan pengangguran semakin kompleks seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang mendorong berbagai perusahaan untuk beralih ke otomatisasi dan digitalisasi. Proses ini memengaruhi berbagai sektor industri, mengubah kebutuhan keterampilan tenaga kerja, dan menciptakan kesenjangan antara kemampuan yang dimiliki pekerja saat ini dengan tuntutan pasar. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2023 tercatat mencapai 5,86%, yang berarti ada sekitar 8,19 juta orang di Indonesia yang masih belum memiliki pekerjaan.Â
Dalam menghadapi tantangan ini, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menawarkan program-program khusus yang berfokus pada pengembangan keterampilan digital serta penciptaan lapangan kerja baru. Program tersebut dirancang untuk menjawab kebutuhan industri modern dengan memberikan pelatihan keterampilan digital yang relevan bagi para pencari kerja dan pekerja yang ingin meningkatkan kemampuan mereka. Selain itu, upaya ini juga diharapkan dapat membuka lebih banyak peluang kerja di sektor teknologi serta industri kreatif yang sedang berkembang di Indonesia. Dengan pendekatan ini, mereka berharap dapat memperkecil kesenjangan keterampilan digital, meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia, dan pada akhirnya mengurangi angka pengangguran. Â Tak hanya berfokus pada pelatihan, Prabowo dan Gibran juga berkomitmen untuk mendorong kebijakan yang memfasilitasi kolaborasi antara pemerintah, industri, dan lembaga pendidikan dalam menciptakan ekosistem kerja yang inklusif dan adaptif terhadap perubahan teknologi.
Era digital telah mengubah tatanan pekerjaan secara mendasar dan menggeser banyak pekerjaan tradisional yang sebelumnya menjadi tulang punggung ekonomi. Pekerjaan di sektor-sektor seperti manufaktur, pertanian, dan layanan dasar, yang dulu memberikan lapangan kerja bagi jutaan orang, kini mulai tergantikan oleh teknologi baru yang lebih efisien dan murah, seperti otomatisasi dan kecerdasan buatan. Menurut laporan dari McKinsey Global Institute, sekitar 375 juta pekerja di seluruh dunia diperkirakan harus beralih ke pekerjaan baru pada tahun 2030 sebagai akibat dari otomatisasi dan digitalisasi. Pergeseran ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk merancang ulang kebijakan ketenagakerjaan dan pendidikan agar dapat mempersiapkan angkatan kerja yang lebih fleksibel dan adaptif terhadap perubahan teknologi yang terus berakselerasi. Di Indonesia, tantangan ini semakin terasa, terutama di kalangan generasi muda yang lebih rentan terhadap dampak disrupsi digital.Â
Tingkat pengangguran di kalangan pekerja muda berusia 15–24 tahun mencapai 19,7%, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran nasional. Tingginya angka ini menunjukkan bahwa generasi muda menghadapi kesulitan yang signifikan dalam memasuki pasar kerja yang kini semakin kompetitif dan berorientasi pada keterampilan digital. Selain itu, kurangnya akses ke pendidikan keterampilan digital di berbagai daerah turut memperburuk kondisi ini, sehingga banyak anak muda kesulitan untuk beradaptasi dengan perubahan di dunia kerja. Dengan semakin pentingnya keterampilan digital, kebutuhan untuk melatih ulang angkatan kerja menjadi hal yang mendesak. Berdasarkan data dari World Economic Forum, pada tahun 2025, sekitar 50% dari karyawan di seluruh dunia akan membutuhkan pelatihan ulang atau peningkatan keterampilan di bidang digital.Â
Hal ini mencakup berbagai keterampilan baru, mulai dari dasar-dasar teknologi informasi hingga kemampuan analitik, manajemen data, dan kecerdasan buatan. Untuk menghadapi tantangan ini, pemerintah bersama para pemangku kepentingan seperti perusahaan, lembaga pendidikan, dan komunitas profesional perlu segera bertindak dengan menyiapkan program-program pelatihan yang memadai, yang tidak hanya menargetkan pekerja yang sudah ada, tetapi juga mempersiapkan generasi muda agar siap menghadapi persaingan global. Pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi pentingnya keterampilan digital dan telah meluncurkan beberapa inisiatif, seperti program pelatihan vokasi dan kolaborasi dengan sektor swasta untuk memperluas akses pelatihan digital. Namun, upaya tersebut masih menghadapi berbagai tantangan, seperti ketimpangan akses di daerah terpencil dan kurangnya infrastruktur yang memadai. Para ahli menyarankan agar pemerintah tidak hanya fokus pada pelatihan ulang pekerja yang ada, tetapi juga pada peningkatan kualitas pendidikan dasar dan menengah dengan memasukkan keterampilan digital dalam kurikulum. Dengan demikian, anak-anak muda akan lebih siap untuk menghadapi dunia kerja yang didominasi teknologi dan memiliki daya saing yang lebih tinggi di masa depan.
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sangat memahami bahwa pendidikan dan pelatihan keterampilan adalah elemen kunci dalam mengatasi tantangan pengangguran di Indonesia. Mereka berencana mengadakan berbagai program pelatihan keterampilan digital yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja modern, seperti pelatihan coding, desain grafis, pemasaran digital, data analitik, dan pengembangan aplikasi. Program ini tidak hanya ditujukan bagi generasi muda, tetapi juga bagi para pengangguran dan pekerja yang ingin meningkatkan daya saing mereka di tengah era digitalisasi. Dengan demikian, mereka berharap dapat memperluas akses keterampilan baru bagi masyarakat, sekaligus memperbaiki kualitas tenaga kerja Indonesia. Salah satu inisiatif yang mereka usulkan adalah bekerja sama dengan berbagai lembaga pendidikan, pusat pelatihan, dan perusahaan teknologi untuk menyediakan kursus yang berkualitas dengan biaya terjangkau atau bahkan gratis. Program pelatihan ini akan memanfaatkan platform digital untuk menjangkau peserta pelatihan di berbagai wilayah, sehingga kesenjangan akses dapat ditekan. Prabowo dan Gibran juga berencana untuk mengintegrasikan kurikulum berbasis teknologi dan keterampilan digital ke dalam pendidikan formal, baik di sekolah menengah maupun universitas. Dengan demikian, siswa akan mendapatkan pengetahuan teknologi yang relevan sejak dini dan lebih siap menghadapi dunia kerja yang berbasis digital.
Untuk mendukung upaya pendidikan dan pelatihan digital tersebut, Prabowo dan Gibran juga menekankan pentingnya memperkuat infrastruktur teknologi di Indonesia. Mereka berkomitmen untuk memastikan akses internet yang cepat dan stabil di seluruh pelosok negeri sebagai syarat utama untuk mendukung perkembangan keterampilan digital. Berdasarkan laporan dari Internet World Stats, hanya sekitar 75% penduduk Indonesia yang memiliki akses internet, dengan kesenjangan signifikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa akses teknologi masih menjadi tantangan besar, terutama bagi masyarakat di daerah terpencil yang sering kali minim infrastruktur. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur internet di daerah yang kurang terlayani menjadi salah satu fokus utama dari kebijakan mereka. Mereka berencana untuk bekerja sama dengan penyedia layanan internet, pemerintah daerah, dan sektor swasta untuk memperluas akses internet ke daerah-daerah terpencil di seluruh Indonesia. Dengan adanya infrastruktur yang memadai, diharapkan masyarakat di daerah yang selama ini belum terjangkau internet dapat memanfaatkan peluang digital, mengakses informasi, dan mengikuti pelatihan keterampilan baru yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka dan memperluas peluang kerja.
Prabowo dan Gibran juga menyadari bahwa industri kreatif dan teknologi adalah sektor-sektor yang memiliki potensi besar untuk menyerap tenaga kerja dan menjadi penggerak ekonomi masa depan. Mereka berkomitmen untuk memberikan dukungan bagi start-up dan usaha kecil menengah (UKM) di bidang teknologi dan kreatif melalui penyediaan modal, bimbingan teknis, serta akses pasar bagi pelaku usaha baru. Dalam hal ini, dukungan meliputi fasilitas permodalan bagi start-up tahap awal, pendampingan bisnis, serta pemberian insentif pajak agar lebih banyak UKM yang mampu tumbuh dan bersaing. Laporan dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa UKM berkontribusi terhadap sekitar 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan menyerap sekitar 97% tenaga kerja. Berdasarkan data tersebut, Prabowo dan Gibran berkeyakinan bahwa dengan memperkuat dukungan terhadap UKM dan start-up, akan ada potensi besar untuk membuka lapangan kerja baru dalam jumlah yang signifikan. Dukungan ini diharapkan tidak hanya memberikan stimulus ekonomi, tetapi juga mampu mempercepat transformasi digital di sektor-sektor yang selama ini belum tersentuh teknologi.
Kemitraan strategis dengan perusahaan-perusahaan teknologi besar juga merupakan bagian penting dari kebijakan yang diusung oleh Prabowo dan Gibran dalam upaya mengurangi pengangguran. Melalui kolaborasi ini, mereka berencana menyediakan berbagai kesempatan magang, pelatihan kerja, serta penempatan kerja bagi generasi muda agar mereka memiliki pengalaman langsung di industri. Program ini juga bertujuan untuk menjembatani kebutuhan industri dengan kurikulum pendidikan, sehingga lulusan yang dihasilkan memiliki keterampilan yang relevan dan siap pakai di pasar kerja. Selain itu, Prabowo dan Gibran juga ingin memastikan bahwa kemitraan ini dapat mendukung penciptaan program-program yang sesuai dengan kebutuhan industri yang terus berubah. Dengan begitu, mereka berharap adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja sekaligus peningkatan kualitas tenaga kerja Indonesia agar mampu bersaing tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di kancah internasional. Melalui program-program ini, mereka berusaha menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang adaptif, inklusif, dan tanggap terhadap perkembangan teknologi yang akan terus berkembang dalam beberapa tahun mendatang.
Dengan diluncurkannya program pelatihan keterampilan digital yang komprehensif dan dukungan penuh bagi industri kreatif, kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja secara signifikan, khususnya di sektor-sektor yang sedang berkembang seperti teknologi dan industri kreatif. Program pelatihan keterampilan digital ini bertujuan untuk mempersiapkan setidaknya satu juta orang agar mampu bersaing di bidang teknologi. Bila pelatihan ini berhasil meningkatkan keterampilan digital peserta, maka diproyeksikan sekitar 300.000 hingga 500.000 orang akan berhasil memperoleh pekerjaan di sektor teknologi dan digital dalam dua tahun setelah pelatihan. Hal ini diharapkan dapat menurunkan angka pengangguran, terutama bagi mereka yang baru memasuki pasar kerja atau beralih karier dari sektor yang mungkin tengah menurun.
Tidak hanya terbatas pada penciptaan lapangan kerja baru, kebijakan ini juga dirancang untuk meningkatkan keterampilan angkatan kerja secara keseluruhan. Melalui program pelatihan yang terstruktur dan sistematis, pekerja memiliki kesempatan untuk memperbarui keterampilan yang relevan dengan tuntutan pasar kerja masa kini. Berdasarkan Laporan Keterampilan Global 2023, sebanyak 54% pekerja yang telah mengikuti pelatihan keterampilan melaporkan adanya peningkatan pendapatan setelah menyelesaikan program. Ini menunjukkan bahwa dengan meningkatkan kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan industri, pekerja dapat menjadi lebih kompetitif dan memiliki peluang lebih besar untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik, sekaligus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka. Secara jangka panjang, hal ini juga akan membuat angkatan kerja kita semakin berkualitas dan mampu bersaing di pasar kerja internasional.