Mohon tunggu...
Fadhlan Nata Kusuma
Fadhlan Nata Kusuma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mengetahui apa yang belum diketahui

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dampak Serangan Iran terhadap Israel dalam Konstelasi Politik Global

22 Mei 2024   10:21 Diperbarui: 22 Mei 2024   10:22 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik baru-baru ini antara Iran dan Israel telah berdampak signifikan pada lanskap politik Iran. Persiapan kedua negara untuk konflik tersebut akan mengubah keseimbangan keamanan di kawasan itu dalam beberapa cara. Iran dan Israel akan mempercepat upaya mereka untuk mendapatkan kemampuan ofensif dan defensif yang lebih canggih. Karena Iran dan Israel tidak berbagi perbatasan yang sama, perang antara mereka lebih kecil kemungkinannya untuk memerlukan tank, artileri, dan tentara dibandingkan dengan perang yang akan diperangi dengan rudal, drone, dan jet tempur. Mengumpulkan senjata-senjata ini tidak hanya akan membuat perang antara kedua musuh tersebut lebih memungkinkan untuk menghancurkan dan memicu pembangunan militer yang destabilizing di seluruh wilayah. Potensi perluasan kemitraan Israel di Teluk Persia bisa lebih berdampak. Israel memiliki hubungan formal yang erat dengan Bahrain dan Uni Emirat Arab, dan negara-negara tersebut, bersama dengan Arab Saudi, berkolaborasi dengan Israel dalam isu-isu intelijen dan keamanan. Namun, Israel belum memiliki basis operasi di wilayah ini dari mana ia bisa langsung menargetkan Iran.

Konflik terbaru antara Israel dan Iran, yang dipicu oleh serangan besar-besaran drone dan rudal Iran terhadap Israel, telah sangat mempengaruhi lanskap politik dan keamanan Israel. Meskipun Israel berhasil mencegat sebagian besar rudal tersebut, sehingga mengurangi kerusakan langsung, serangan ini secara luas dianggap sebagai "deklarasi perang," yang meningkatkan ketegangan. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang menghadapi penurunan tingkat persetujuan dan tekanan internal, telah berjanji untuk membalas. Sikap ini didukung oleh Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan Kepala Staf IDF Herzi Halevi. Reaksi internasional termasuk kecaman keras terhadap tindakan Iran dari AS, Jerman, dan sekutu Barat lainnya, bersama dengan Presiden Joe Biden menegaskan kembali dukungannya untuk Israel. Sementara itu, PBB dan beberapa negara telah menyerukan untuk menahan diri guna mencegah konflik regional yang lebih luas.

Kebijakan luar negeri negara-negara Gulf menjadi sangat tertekan setelah serangan 15 April karena meningkatnya ketegangan antara kemitraan strategis yang tak tergantikan dengan AS dan dtente yang rumit dengan Iran di kawasan Gulf. Bagi Arab Saudi, UEA, dan Bahrain, melindungi diri dari potensi serangan Iran sambil menjalin hubungan pertahanan yang lebih erat dengan AS dan Israel menjadi semakin sulit. Untuk Qatar, keterlibatan Israel dalam serangan balik terhadap Iran berisiko merusak kemitraan strategisnya dengan AS karena hubungan dekatnya dengan Hamas dan Iran. Selain UEA dan Bahrain, negara-negara Gulf umumnya menolak kebijakan Amerika yang secara de facto mendorong mereka untuk memilih antara berpihak kepada AS dan Israel atau melawan mereka, sambil ingin mempertahankan dtente dengan Iran untuk membatasi eskalasi militer Iran. Di Kuwait, politik domestik menyita perhatian para pembuat kebijakan. Sementara itu, bagi Oman, dukungan Barat untuk Israel menantang upaya mediasi penting yang dilakukannya.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengingatkan bahwa Timur Tengah berada di ambang konflik besar, mendesak penghentian segera permusuhan serta solusi diplomatik untuk mencegah bencana kemanusiaan yang lebih parah.

Di tingkat internasional, serangan tersebut memicu diskusi di antara kekuatan global mengenai pentingnya meredakan ketegangan. Negara-negara G7, khususnya, berkomitmen untuk meningkatkan tekanan ekonomi terhadap Iran guna mencegah agresi lebih lanjut. Seruan untuk upaya diplomatik dalam menangani masalah-masalah mendasar yang memicu konflik juga semakin meningkat. Secara keseluruhan, serangan Iran terhadap Israel memperburuk situasi yang tidak stabil di Timur Tengah, mendorong pemangku kepentingan internasional utama untuk lebih erat dalam mengoordinasikan penentangan terhadap tindakan militer Iran, serta menyoroti kerapuhan perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut.

Indonesia sebagai negara bebeas aktif menunjukkan keprihatinan mendalam terhadap konflik antara Iran dan Israel, serta mengambil langkah-langkah untuk meredakan ketegangan dan mencegah eskalasi lebih lanjut. Langkah-langkah tersebut termasuk imbauan kepada warga negara Indonesia untuk menunda perjalanan yang tidak mendesak ke Iran dan Israel, meningkatkan kewaspadaan bagi WNI yang berada di kawasan tersebut, serta menekankan pentingnya menahan diri dari kedua belah pihak untuk menghindari konfrontasi yang lebih besar. Indonesia juga mendorong solusi diplomatik dan kerjasama internasional dalam penyelesaian konflik dengan memanfaatkan jalur diplomatik baik secara bilateral maupun multilateral. Indonesia berperan aktif dalam meredam konflik dengan melakukan safari diplomatik seperti yang dilakukan sebelumnya dalam upaya menghentikan kekerasan di Gaza. Keseluruhan, Indonesia menegaskan perlunya solusi diplomatik dan koordinasi internasional untuk meredakan ketegangan, sambil memperingatkan dampak negatif yang mungkin timbul dari perang, seperti gangguan pasokan minyak global dan meningkatnya harga energi yang dapat mempengaruhi perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Ketidakberlanjutan konflik ini tentunya menjadi resolusi terbaik dari bermacam resolusi lainnya. Kondisi politik di wilayah sekitar semakin memburuk dan Indonesa sebagai negara bebas aktif akan mengambil kebijakan untuk menenangkan konflik kedua pihak tersebut.

Di tengah konflik antara Iran dan Israel, netizen Indonesia terbagi menjadi tiga kelompok utama dengan pandangan yang berbeda:

1. Kelompok Konservatif Muslim Sunni: Mereka menganggap Syiah sebagai aliran sesat yang tak dapat diterima. Sangat skeptis terhadap Iran, mereka melihat negara itu hanya berusaha mendapat simpati dari negara-negara mayoritas Muslim. Mereka juga percaya bahwa konflik antara Iran dan Israel mungkin memiliki agenda tersembunyi yang tidak mendukung Palestina. Bagi mereka, Iran dan Israel sama-sama dianggap sebagai sekutu Amerika. Kelompok ini meyakini bahwa hanya kaum Sunni yang bisa memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

2. Kelompok Progresif: Fokus utama mereka adalah menentang tindakan Israel di Palestina dan mendukung perlawanan yang seimbang terhadap Israel, tanpa memperdulikan latar belakang atau motif Iran sebagai negara Syiah.

3. Kelompok Transformatif: Meski mereka menentang tindakan Israel di Palestina, mereka menginginkan de-eskalasi dalam konflik antara Iran dan Israel. Mereka menganggap penting untuk mencegah konflik di Timur Tengah semakin memanas dan meluas.

Dalam prinsipnya, menanggapi konflik perang melibatkan panggilan nurani kemanusiaan yang mengakui bahwa hanya kehancuran dan tragedi yang dihasilkan dari perang. Plato menyatakan bahwa hanya orang yang telah mati yang dapat melihat akhir dari tragedi perang. Dalam konteks ini, semua akan setuju bahwa tidak ada perang yang dapat mengakhiri semua perang. Oleh karena itu, pertanyaan muncul: mengapa harus berperang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun