Persepsi Pesantren Terhadap Relasi Perempuan Dan Laki-Laki
Persepsi pengajar dan santri dapat dilihat dari diskusi mengenai beberapa pertanyaan turunan seperti bagaimana persepsi mengan Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 34 dikaitkan dengan konsep kepemimpinan dalam ruang publik dan rumah tanggaa; kesetaraan dalam menuntut ilmu/pendidikan; pandangan/stereotipe terhadap perempuan; dan relasi suami-isteri dalam rumah tangga.
Sesuai dengan sumber rujukan yang digunakan penulis, ada dua kelompok persepsi. Yang pertama merupakan kelompok aliran yang menganggap relasi antara perempuan dan laki-laki harus sesuai kodrat dan fitrahnya. Sedangkan kelompok yang kedua lebih bersifat terbuka terhadap relasi perempuan dan laki-laki.
Relasi Terkait Kepemimpinan
Jika membahas isu gender dalam Islam pasti tak akan pernah lepas dari surah An-Nisa ayat 34 yang memiliki arti: Kaum laki-laki itu adalah qowwam/pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka perempuan yang shalih, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Titik berat pembahasan ini terletak pada kata "qowwam".
Menurut kelompok pertama, kata qowwam sendiri memiliki arti "imam atau pemimpin", maksudnya laki-laki merupakan pemimpin dalam rumah tangga dan di ruang publik. Sedangkan kelompok kedua mengartikan kata qowwam dengan arti "pelindung", maksudnya laki-laki sebagai orang yang bertanggung jawab melindungi perempuan di dalam keluarga maupun di tengah masyarakat.
Dari kedua kelompok ini dapat diambil benang merah bahwa dalam kepemimpinan rumah tangga di samping suami berperan sebaga pemimpin atau pelindung, sesungguhnya ada kesetaraan diantata suami dan istri. Mereka memiliki peranan masing-masing dalam berrumah tangga, tidak ada yang lebih utama diantara keduanya karena jika terjadi kesenjangan antara keduanya maka niscaya rumah tangga akan runtuh. Mereka juga memiliki hak yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus ditunaikan. Jika salah satu sedang berhalangan atau ketika terjadi perselisihan ada baiknya diselsaikan dengan cara yang baik, seperti yang telah ternash dalam sumber-sumber rujukan dalam Islam.
Terkait persepsi kepemimpinan dalam masyarakat terdapat tiga persepsi dalam sumber rujukan penulis, yaitu:
Persepsi pertama, perempuan tidak dapat menjadi pemimpin, seperti halnya dalam konteks imam sholat.
Persepsi kedua, perempuan diperbolehkan menjadi pemimpin hanya di keadaan yang bersifat kolekfit, seperti menjadi pemimpin tempat kerja.
Persepsi ketiga, perempuan bisa menjadi pemimpin di tengah masyarakat. Persepsi ini berdalih bahwa perempuan atau laki-laki yang menjadi pemimpin harus memiliki sifat-sifat kepemimpinan seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, seperti: shiddiq, amanah, fathonah, dan tabligh.