Mohon tunggu...
Fadhiel Handira Ishaq
Fadhiel Handira Ishaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Economic Enthusiast

Masyarakat Umum

Selanjutnya

Tutup

Money

Surplus US$ 19,17 Miliar, Bisakah Indonesia Mencapai Target pada 2021?

28 Oktober 2021   13:46 Diperbarui: 28 Oktober 2021   13:56 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap negara pasti ingin memuaskan penduduknya agar kebutuhan primer, sekunder, bahkan tersier tercukupi. Langkah yang diambil negara dalam mengatasi masalah tersebut yaitu dengan melakukan kegiatan impor. Impor merupakan suatu kegiatan perdagangan antar negara yaitu dengan membeli barang dari negara lain dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan impor penting dilakukan karena tidak semua kebutuhan penduduk suatu negara dapat terpenuhi hanya dengan mengandalkan sumber daya yang ada. Kegiatan impor cukup sering dilakukan oleh berbagai negara, termasuk Indonesia. Selain itu, aktivitas impor juga tidak selamanya buruk bagi pembangunan negara, khususnya impor pada bahan baku dan barang modal, dengan adanya impor tersebut setiap negara dapat mempermudah proses produksi yang dilakukan. Banyak manfaat yang ditimbulkan dari aktivitas impor, salah satunya adalah mendorong kemajuan teknologi khususnya pada bidang industri. Hal ini akan mempermudah dan memperbanyak barang yang dihasilkan serta waktu yang dikeluarkan menjadi lebih efisien. Naiknya aktivitas impor perlu diimbangi oleh aktivitas ekspor, karena kedua komponen tersebut akan berpengaruh pada penambahan devisa negara serta berkesinambungan dalam mencapai tujuan utamanya yaitu neraca perdagangan yang tumbuh positif.

Melihat perkembangan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor sedang merangkak naik dalam satu semeter belakangan ini, Pada Agustus 2021 nilai impor mencapai US$ 16,68 milliar. Ini menunjukan impor naik sekitar 55,26 persen (yoy) dan naik sekitar 10.35 persen pada Juli 2021 (mtm).

Berdasarkan golongannya, terdapat dua jenis barang impor yaitu migas dan nonmigas. Diketahui dari data Badan Pusat Statistik (BPS) nilai impor migas Agustus 2021 mencapai US$ 2,05 miliar, naik sekitar 14,74 persen dari bulan Juli 2021 (mtm). Sedangkan untuk nilai impor nonmigas Agustus 2021 mencapai US$ 14,63 miliar, naik sekitar 9,76 persen dari bulan Juli 2021 (mtm). Alasan impor Indonesia naik salah satunya adalah, konsumsi masyarakat kembali pulih dari dampak pandemi Covid-19. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pasar akibat adanya pandemi menyebabkan daya konsumsi menurun drastis ditambah adanya pembatasan mobilitas yang diterapkan pemerintah. Berdasarkan data dari Berita Satu, angka positivity rate Indonesia tanggal 15 Oktober 2021 hanya 0,5 persen jauh dari standar WHO yaitu 5 persen.

Dengan keadaan sekarang ini, masyarakat mendapatkan kembali kepercayaannya terhadap pasar sehingga berpengaruh terhadap konsumsi, serta berpengaruh pada kegiatan perdagangan khususnya impor. Dengan begitu kebutuhan masyarakat, industri, ataupun pemerintah akan kembali pulih.

Lantas, komoditas apa saja yang membuat Indonesia ketagihan impor:

1. Mesin atau Peralatan Mekanis (US$ 15,6 miliar)

Peralatan mekanis menjadi barang terbanyak yang diimpor ke Indonesia terhitung sejak tahun sebelumnya. Alasannya, pemerintah sedang berinvestasi alat-alat berat sebagai penunjang kegiatan pembangunan infrastruktur. Pembangunan ini berpengaruh pada kebutuhan masyarakat yang semakin besar, seperti jaringan internet yang sangat diperlukan untuk menunjang kegiatan proses belajar mengajar secara daring, terutama pada daerah tertinggal.

2. Mesin atau Perlengkapan Elektrik (US$ 14,6 miliar)

Perlengkapan listrik menjadi impor kedua terbesar dikarenakan adanya keterbatasan teknologi dan bahan baku yang dimiliki Indonesia. Barang ini juga mendominasi impor terbesar sejak tahun sebelumnya dikarenakan adanya proyek nasional yang sedang digarap oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

3. Besi dan Baja (US$ 7,3 miliar)

Komoditas ini menjadi bahan baku penting untuk pembangunan infrastruktur. Walaupun sudah banyak produsen dalam negeri yang memproduksi besi dan baja, tetapi kualitas yang mereka pasarkan tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan, terlebih lagi harganya juga lebih mahal dibandingkan impor. Maka dari itu, industri dalam negeri lebih memilih produk impor yang kualitasnya terjamin untuk kebutuhan produksinya.

4. Ampas dan Sisa Industri Makanan (US$ 2,8 miliar)

Pasti kalian bertanya-tanya “Mengapa ampas sisa industri makanan menjadi komoditas impor terbesar Indonesia?”. Alasannya cukup masuk akal, menurut BPS, impor limbah makanan ini didominasi oleh bungkil kedelai dari Argentina. Pada umumnya bungkil kedelai biasa dipakai untuk pakan unggas. Dalam hal ini, Indonesia masih belum mengoptimalkan produksi bungkil kedelai dikarenakan semua produksi kedelai habis dipakai untuk pembuatan seperti tempe. Ampas dari bungkil kedelai ini jika diperas akan menghasilkan minyak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan pakan hewan lain.

5. Logam Mulia dan Perhiasan (US$ 1,6 miliar)

Dengan tingginya impor emas ke Indonesia. Pemerintah berinisiasi mengkaji pembentukan komoditas ini. Menko Airlangga menyatakan, pembentukan bullion bank menghemat devisa negara, sedangkan bagi masyarakat, mereka akan mendapatkan retur dari simpanannya.

Dengan meningkatnya impor pada Agustus 2021 hal ini menyebabkan neraca perdagangan mengalami surplus sebesar US$ 19,17 miliar. Surplus tersebut diperoleh dari sektor nonmigas sebesar US$ 26,65 miliar. Selain itu, Peningkatan tersebut dikarenakan beberapa faktor, seperti meningkatnya kinerja manufaktur sehingga adanya permintaan barang modal ataupun barang baku, pemulihan ekonomi yang berjalan baik yang membuat kinerja perdagangan makin solid sehingga perkembangannya dapat mendorong ekspansi di industri maupun ekonomi, dan seiring pemulihan penanganan kasus positif Covid-19.

Surplus perdagangan yang meningkat terus membuat Muhammad Lutfi selaku Menteri Perdagangan berharap Indonesia mencapai rekor surplus perdagangan sebesar US$ 30 milliar pada sisa akhir tahun ini, target tersebut dapat tercapai, apabila kegiatan industri yang terus berkembang tumbuh lagi, mulai membaiknya kegiatan ekonomi yang membuat peningkatan pada kinerja perdagangan, dan penangganan kasus Covid-19 yang terus optimis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun