5. Apabila seluruh kelengkapan di atas sudah diperoleh ditambah dengan kelengkapan dokumen lainnya yang diatur dalam Permenakertrans No. 02/2008, maka Perusahaan yang bermaksud mendatangkan TKA dapat mengajukan IMTA kepada Disnakertrans, yaitu Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja. Apabila disetujui, maka Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja ini menerbitkan IMTA bagi perusahaan yang mengajukan IMTA. Dalam hal perusahaan yang tidak mempekerjakan TKA sesuai  dengan IMTA, maka instansi yang berwenang dapat mencabut IMTA. (Lebih jelasnya baca: Aturan mempekerjakan TKA di Perusahaan Joint Venture).
Mekanisme perizinan di atas menegaskan bahwa prinsip yang digunakan bagi masuknya TKA adalah prinsip izin mendahului orang, jadi jika saja informasi masuknya 1,3 juta turis asal China di Indonesia sebagai aksi manipulasi kekuasaan yang oleh beberapa kelompok penyebar isu mengkonotasikan kekuasaan sebagai regim 'China" Â maka benang merah yang dapat kita tarik terkait kehadiran turis asal China tersebut dengan adanya indikasi penyelundupan TKA berbasis "turis" Â terbantahkan sudah, karena mekanisme hukum di Indonesia menutup rapat-rapat izin kerja TKA dengan jalan pintas yang mendobrak tembok "perizinan", jadi isu yang digoreng tersebut hangus terbakar, kecuali jika terdapat fakta di lapangan yang dapat kita temukan terdapat banyak TKA ilegal, maka fokus kerja Kemenaker adalah melakukan investigasi berdasarkan temuan di lapangan untuk setidak-tidaknya invenstigasi tersebut tidak hanya berujung pada proses deportasi tapi sekaligus mendobrak tirai "Mafia TKA Asing" yang menggerogoti wilayah teritorial di Indonesia.
Pada akhirnya lahirnya isu-isu tersebut tak lepas dari pengaruh dan indikasi agenda "proxy war"Â yang sedang bergerilya di Indonesia. Terlepas dari opini yang sedang berkembang bahwa regim yang sedang berkuasa saat ini tengah bermain mata dengan pemerintah China atau bahkan lebih jauh lagi, sedang berdansa dengan "regim komunis China" yang seolah menjadi stimulan bagi reinkarnasi komunisme di Indonesia, penulis belum berani menjustifikasi hal tersebut, namun penulis percaya, meskipun komunis telah dibantai habis-habisan, ideologi komunisme tidak akan pernah mati.
Sebelum kita jauh terseret arus atau setidak-tidaknya menjadi pribadi induktif yang melihat realitas di dunia maya secara terburu-buru, tergesa-gesa, bahkan prematur hingga dirinya terjebak pada dikotomi realitas atau bahkan sampai pada kondisi mutakhir realitas terbalik (upside down). Patutlah individu-individu yang tengah memantaskan eksistensinya di dalam realitas yang hyperreal itu untuk memfilterisasi gejala yang divisualisasikan dalam realitas semu tersebut atau seperti kata Menaker Hanif "saring before sharing" yang ditegaskan oleh Jenderal Tito "think before click". Janganlah kita menjadi individu-individu yang berpasrah diri menerima serangan arus informasi bertubi-tubi, karena seekor buaya pun akan takluk olehnya. Ketimbang menjadi pipa yang bocor, alangkah bijaknya jika kita menelaah secara empiris terlebih dahulu ketika menjumpai fakta di lapangan agar arus informasi yang mengapung tidak berakhir menjadi buih di lautan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H