Menaker Hanif Dhakiri kemudian mengklarifikasi dengan menjabarkan kondisi konkrit dan mengelaborasi dengan data-data yang valid. Hal ini cukup ampuh untuk meruntuhkan argumentasi abal-abal dan sedikit menyusutkan arus banjir bandang informasi manipulatif (Baca: Menaker Hanif: TKA ilegal ada, tapi isu TKA China politis).
Dari paparan data-data yang dikemukakan oleh Menaker, dapat kita lihat data TKA yang legal tercatat dalam dokumen Kemenaker di bawah ini.
Data TKA di atas sepanjang tahun 2016 hingga November ternyata bukan satu-satunya jumlah tertinggi dalam rentan 6 tahun terakhir. Jumlah tersebut merupakan akumulasi data TKA legal yang tersebar di berbagai wilayah kerja di Indonesia. Dari 74.183 terdapat 21.271 TKA asal China, jumlah tersebut berada dalam kisaran 28% dari jumlah total keseluruhan TKA Asing yang terdaftar dan berizin. Jumlah tersebut lanjut Hanif jika dikomparasikan dengan jumlah TKI Indonesia yang tersebar di Hongkong sebesar 153ribuan, di Macau sebesar 16ribuan, dan di Taiwan sebesar 200ribuan, sehingga sangat jelas disparitas jumlah jika kita komparasikan jumlah TKA China yang masuk dan jumlah TKI Indonesia yang keluar ke China.
Menelusuri Mekanisme Izin TKA
Masalah TKA Ilegal tentu jangan diindividualisir hanya pada TKA asal China saja, tetapi masalah TKA ilegal adalah masalah global yang dapat ditemui di setiap negara-negara luar bahkan pada negara-negara maju, hal ini lebih besar dari masalah TKA ilegal yang masuk ke negara-negara berkembang. Indonesia sangat terbuka terhadap masuknya tenaga kerja asing, namun dengan batasan-batasan tertentu dalam bentuk perizinan-perizinan, seperti memiliki visa untuk bekerja (bukan visa turis) (vide pasal 1 angka 13 UU Ketenagakerjaan), durasi atau jangka waktu bekerja (vide pasal 43 jo. pasal 42 ayat (4) UU Ketenagakerjaan), hanya dapat mengisi jabatan-jabatan tertentu berdasarkan skill atau jabatan keahlian maupun jabatan-jabatan tertentu yang dibenarkan, sehingga menutup akses rapat-rapat terhadap pekerja kasar asing (vide pasal 46 jo. pasal 44 UU Ketenagakerjaan) (Baca Selengkapnya Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing), wajib didampingi tenaga kerja Indonesia untuk proses alih teknologi dan alih keahlian, dan perusahaan yang pemberi kerja TKA haruslah berbadan hukum (vide pasal 1 angka 3 Permenakertrans No. 02/2008 tentang Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing) yang dilengkapi dengan IMTA (Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing) berdasarkan pasal 42 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Jika kita pelajari baik UU Ketenagakerjaan, UU Penanaman Modal Asing, UU Keimigrasian dan Permenakertrans No. 02/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing maka prinsip utama penggunaan TKA bagi suatu perusahaan yang membutuhkan jasa maupun keahlian TKA adalah prinsip "izin mendahului orang" jadi sebelum TKA masuk ke Indonesia, perusahaan yang membutuhkan TKA wajib mengurus IMTA dengan persyaratan sebagai berikut :
1. Mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang di dalamnya memuat alasan penggunaan TKA, jabatan TKA, besarnya upah, tenaga kerja Indonesia pendamping dan syarat lainnya. RPTKA ini merupakan pemenuhan syarat awal yang disahkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi cq. Dirjen Bina Penempatan Tenaga Kerja/Direktur Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Pasal 43 ayat [1] UU No. 13/2003 jo. Pasal 3 dan Pasal 11 Permenakertrans No. 02/2008)
2.Mengurus rekomendasi visa untuk maksud bekerja (TA.01) dari Direktur Penggunaan TKA untuk disampaikan kepada Direktur Lalu Lintas Keimigrasian Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM. Rekomendasi ini disetujui oleh Direktorat Jenderal Imigrasi kepada perusahaan yang mengajukan IMTA bagi TKA di Indonesia untuk bekerja. (Pasal 23 ayat [1] dan ayat [3] Permenakertrans N0.02/2008).
3. Telex visa merupakan persetujuan dari Direktorat Jenderal Imigrasi kepada KBRI di negara TKA untuk menerbitkan visa untuk TKA yang dimaksud setelah terbitnya Rekomendasi TA.01 di atas. Dalam hal persetujuan diberikan dan di-telex ke KBRI yang dimaksud, maka TKA dapat mengambil persetujuan visa itu dan digunakan masuk ke Indonesia.
4. Bagi TKA, dengan adanya telex visa, maka ia dapat mengurus untuk mendapatkan Kartu Izin Tinggal Terbatas di Indonesia (KITAS). KITAS ini diberikan kepada TKA yang telah mendapatkan telex visa. Demikian sebagaimana diatur dalam Pasal 52 UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (“UU No. 6/2011”) dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M.01-IZ.01.10 Tahun 2007 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No: M.02-IZ.0L.10 Tahun 1995 tentang Visa Singgah, Visa Kunjungan, Visa Tinggal Terbatas, Izin Masuk, dan Izin Keimigrasian.