Kebebasan adalah kata yang memiliki banyak arti, sering kali diucapkan dengan penuh semangat, bahkan dengan rasa bangga. Banyak orang menganggap kebebasan sebagai esensi dari kehidupan manusia yang sejati.
"Kebebasan" adalah sesuatu yang kita cita-citakan, yang kita dambakan, dan yang kita perjuangkan. Namun, di balik kata itu ada banyak paradoks yang tidak banyak orang bicarakan. Kebebasan sering kali dianggap sebagai hak untuk memilih, untuk menentukan jalan hidup sesuai dengan keinginan kita.
Namun, apakah kita benar-benar memahami apa itu kebebasan? Apakah kebebasan yang kita cari membawa kita menuju kebaikan atau malah mengikat kita dalam suatu beban yang berat? Seperti yang akan kita lihat, kebebasan itu bukan hanya tentang memilih, tetapi tentang keberanian untuk menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan kita.
Kebebasan sebagai Beban
Kebebasan bukanlah suatu kondisi yang murni bebas dari segala bentuk beban. Sebaliknya, kebebasan adalah beban itu sendiri. Ketika seseorang dihadapkan pada pilihan, di situlah beban pertama muncul. Kita sering kali menganggap bahwa kebebasan adalah tentang memilih apa yang kita inginkan, tetapi itu hanyalah bagian dari gambaran yang lebih besar.
Dalam kenyataannya, kebebasan yang kita anggap sebagai hak untuk memilih justru sering kali membawa kita pada ketidakpastian dan kebingungan. Setiap pilihan yang kita buat datang dengan konsekuensi yang tak dapat kita hindari. Beban yang datang dengan kebebasan ini sering kali tidak kita sadari hingga kita benar-benar dihadapkan pada pilihan yang berat, pilihan yang harus kita tanggung sendiri.
Baca juga: Menggugat Metodologi Cartesian: Kritik Terhadap Pendekatan Descartes
Ketika kita memiliki banyak pilihan, kebebasan seharusnya memberi kita kekuatan untuk menentukan nasib kita. Tetapi dalam kenyataannya, semakin banyak pilihan yang ada, semakin besar beban yang kita rasakan. Pilihan yang tidak terhitung jumlahnya justru membuat kita bingung, terkadang malah takut untuk memilih. Ketika kita tidak tahu apa yang benar atau yang terbaik, setiap keputusan menjadi semakin sulit, semakin menakutkan.
Dan di situlah kita mulai merasa terjebak dalam kebebasan itu sendiri. Pilihan yang datang dengan kebebasan bukanlah pilihan yang membuat kita merasa bebas; sebaliknya, mereka sering kali mengurung kita dalam kekhawatiran akan kesalahan, kegagalan, atau penyesalan di masa depan. Kebebasan, yang seharusnya memberi kita rasa kontrol atas hidup, justru mengikat kita dalam jaring-jaring ketakutan akan konsekuensi pilihan kita.
Kebebasan dan Ketakutan akan Kesalahan
Pada titik ini, kita harus mempertanyakan: apakah kebebasan itu benar-benar pilihan kita, atau apakah kita hanya terperangkap dalam kebebasan itu karena takut untuk membuat kesalahan? Ketika seseorang diberi kebebasan untuk memilih, ia juga dihadapkan dengan beban kesalahan. Kita takut salah, kita takut memilih dengan cara yang salah. Kita sering kali merasakan tekanan untuk membuat keputusan yang sempurna, yang tanpa cela, seakan-akan hidup kita akan berantakan jika kita membuat keputusan yang salah.
Dengan banyaknya pilihan yang tersedia, kita tidak hanya merasa terbebani oleh kenyataan bahwa kita harus memilih, tetapi juga merasa terperangkap dalam ketakutan akan pilihan yang salah. Ketakutan ini sering kali tidak rasional, tetapi itu adalah bagian dari realitas yang kita hadapi dalam dunia yang penuh dengan pilihan-pilihan yang terbuka.
Di sini, kebebasan bukan lagi tentang mendapatkan pilihan yang lebih banyak, tetapi tentang bagaimana kita merespons ketakutan terhadap kesalahan. Bukankah banyak dari kita yang sering memilih untuk tidak memilih sama sekali, agar kita tidak terjebak dalam risiko keputusan yang salah? Dalam kebebasan, kita malah seringkali memilih untuk menghindari pilihan yang benar-benar menguji diri kita.