Berhubung ini adalah hari jumat, maka saya mau berbagi pengetahuan tentang hal mistik dulu.Â
Kemarin banyak yang bertanya apa saya percaya dengan kesurupan atau tidak, maka di sini saya coba terangkan, Mengapa saya tidak percaya?
Kesurupan kalau dalam psikologi disebut dengan "Dissociative Trance Disorder" atau DTD yang artinya gangguan trans disosiasi. Jadi secara medis memang dianggap "gangguan".
Menurut ilmu kedokteran, kesurupan adalah kondisi patologis. Yang maksud patologis adalah adanya gangguan atau potensi gangguan pada kesehatan.
Kesurupan ini pada dasarnya adalah proses neuropsikologis yang melibatkan beberapa sirkuit di otak bedes sapiens. Dan tentu HANYA sapiens saja yang bisa kesurupan. Bedes lain mana bisa.
Silahkan baca artikel menarik lainnya seputar pemikiran dari PikiranKita | Media Penulisan dan Edukasi Pemikiran :
1. Menjadi Bangsa Demokratis Otentik ala Socrates
2. Psikopatologi Sigmund Freud: Masa Kanak-kanak dan Ingatan yang Tersembunyi
3. Masalah Analogi Mesjid dan Pasar di Masa COVID 19
Di propinsi-proponsi India, angka kejadian DTD (kesurupan) ini bervariasi 1 sampai 4% dari populasi. Sementara di negeri kita yang masih guyub dengan logika gaib ini, seperti biasanya tidak ada angka yang pasti. Mungkin tiap menit ada lagi yang kesurupan.
Dalam ilmu kedokteran psikiatri (kesehatan jiwa), kondisi kesurupan atau DTD ini adalah keadaan yang ditandai dengan perubahan identitas pribadi.
Ada juga yang beranggapan, kesurupan disebabkan oleh kekuatan gaib atau roh jahat. Nah, yang beranggapan semacam ini bukanlah sains, sains tidak mengenal yang beginian.
Ada yang perlu kita ketahui bahwa sebenernya dalam kehidupan sehari-hari banyak yang mengalami hal yang mirip atau semacam kesurupan alias possesion atau trance ini tanpa disadari. Pernah tidak kalian bawa motor, tiba-tiba kaget sudah sampai tujuan dan lupa padahal harusnya singgah dulu ke tempat tertentu?
Nah, ini sama dengan kesurupan. Hanya saja "kesurupan"nya manusia bawa motor seperti ini bisa dibilang "possesion ringan". Ini juga bisa terjadi saat kita nonton tv atau saat membaca buku, misalnya.
Dan tentu saja hampir semua kita tidak mau bahkan bisa ngamuk tak jelas kalau dibilang tiap hari mengalami kesurupan. Bedes sapiens memang gitu
Studi-studi epidimiologi terhadap kesurupan ini menemukan adanya hubungan kondisi gangguan ini dengan keadaan sosial-budaya di masyarakat tertentu.
Menurut psikiatri klasik, kesurupan dipicu adanya tekanan mental atau sosial yang masuk ke alam bawah sadar dan gagal diatasi oleh individu yang bersangkutan.
Neuroscience terkini juga menemukan adanya konflik temporer antara beberapa sirkuit otak emosi yang dimenangkan NAcc di amigdala, pada kondisi kesurupan.
Sehingga si penderita bertindak lepas kontrol, hilang kesadaran akan sekitarnya, tidak bisa membedakan kenyataan dan fantasi, dan kadang nada suaranya pun berubah. Gejolak oksitosin dan dopamin di berbagai sirkuit realitas membuat si penderita trance tidak bisa berkonsentrasi bahkan kadang-kadang hilang ingatan.Â
"Hyper recalling" di memori otak emosi juga membuat penderita mampu berbicara bahasa asing yang pernah didengarnya, tapi dalam keadaan sadar dia tidak bisa.
Kondisi-kondisi seperti itu dipengaruhi faktor sosial, spiritual, psikologis, dan lain-lain. Menurut mazhab Positivistik modern dengan pemeriksaan yang teliti faktor-faktor penyebabnya pasti bisa diketahui.
Dalam keadaan kesurupan, ada orang yang masih menyadari sepenuhnya, ada pula yang menyadari sebagian, ada juga yang tidak sadar sama sekali. Bervariasi.
Dalam kondisi kesurupan penderita bisa melakukan gerakan-gerakan yang terjadi secara otomatis, tidak ada beban mental, dan tercetus dengan spontan begitu saja.
Lalu bagaimana dengan kesurupan masal?
Kondisi kesurupan masal sebenarnya bermula dari kesurupan individual yang kemudian menjadi masal karena ada orang lain yang melihat kemudian jadi tersugesti. Kesurupan individual, terpicu dan muncul sebagai reaksi atas apa yang sedang dirasakan oleh si penderita sebelum proses kesurupan itu terjadi. Sebagaimana kata Tan Malaka ketika mengutip Engels.
DTD bisa terjadi dari satu orang atau beberapa orang secara bersama-sama, saling memengaruhi, dan tentu tidak jarang menimbulkan kepanikan bagi sekitarnya. Kalau dalam satu kelompok remaja ada seorang yang mengalami kesurupan, mungkin yang lain terutama yang punya bakat/resiko kesurupan, mungkin bisa langsung "tertular".
Jangan salah paham, istilah tertular disini tidak berarti bahwa ada sesuatu yang pindah dari satu manusia ke manusia lain, tapi ADA manusia yang meniru perilaku kesurupan manusia lain. Kecenderungan meniru memang jadi ciri Homo sapiens.
Dalam kondisi kesurupan bedes bisa melakukan gerakan-gerakan yang terjadi secara otomatis, tidak ada beban mental, dan tercetus dengan bebas. Ini membuat otak jadi rileks, melampai tekanan mental karena minder atau tidak percaya diri. Setelah fase itu dilewati, biasanya fisik orang yang habis kesurupan merasa kelelahan tapi mental mereka mendapat kepuasan. Akibat rilis oksitosin.
Ini yg disebut dengan "primary gain" dari kesurupan, otak emosi bedes mendapatkan keuntungan dengan perilaku kesurupan.
Selain kepuasan mental karena banjirnya oksitosin dalam sirkuit-sirkuit di otaknya, si aktor kesurupan mendapat 'secondary gain' atau perhatian dari orang lain. Hehehe....
Ini sebabnya kesurupan tidak pernah terjadi pada saat orang sedang sendirian di kamar, selalu terjadi di depan orang lain. Caper aja.
Coba perhatikan, yang kesurupan sendiri atau masal disekolahan hampir pasti bukan bintang kelas atau divanya sekolah, karena orang-orang ini sudah jadi pusat perhatian. Yang kesurupan pada umumnya orang pinggiran di populasinya.
Jadiiiiii... pada dasarnya, kesurupan adalah kondisi neurologis (konstelasi psikologis) di otak sapiens yang merupakan cara untuk mendapatkan keuntungan ( gain ) untuk lepas dari tekanan mental yang tak disadari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H