Mohon tunggu...
Fadhel Fikri
Fadhel Fikri Mohon Tunggu... Penulis - Co-Founder Sophia Institute.

Co-Founder Sophia Institute Palu, serta pegiat filsafat dan sains.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Indonesia Miskin?

9 Juli 2019   10:59 Diperbarui: 4 Januari 2021   19:33 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lembaga-lembaga ini telah mengkhianati kepercayaan rakyat. Mereka mengingkari alasan keberadaannya, yakni demi kesejahteraan rakyat. Padahal, pimpinan-pimpinan utama mereka dipilih langsung oleh rakyat. Mengapa ini bisa terjadi? 

Di berbagai negara yang makmur, lembaga publik berkembang lintas generasi. Mereka sudah diciptakan sejak ratusan tahun yang lalu. Banyak hal telah dipelajari, sehingga kini mereka bisa berfungsi dengan relatif baik. Ada mentalitas dan budaya yang sudah tercipta di dalam berbagai lembaga publik tersebut, yang mendukung proses proses kerja mereka. 

Ini tidak terjadi di Indonesia. Lembaga lembaga publik di Indonesia masih amat muda. Mereka tidak punya tradisi yang berkembang lintas generasi, seperti yang ditemukan di berbagai negara makmur. Mentalitas dan budaya lembaga yang ada hancur, akibat penjajahan selama ratusan tahun oleh Belanda, Inggris, Spanyol, Portugis dan Jepang, serta juga oleh Orde Baru Suharto. 

Penjajahan telah merusak budaya dan mentalitas di Indonesia. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara Afrika dan Amerika Latin. Jejak jejak penjajahan masa lalu yang dipenuhi kekerasan, perbudakan, penipuan, penghisapan, pembunuhan massal serta penghancuran tata nilai masih mempengaruhi kehidupan saat ini. Kehancuran budaya dan mentalitas ini pula yang membuat banyak lembaga publik di Indonesia dan di berbagai negara tersebut cacat. 

Penjajahan Asing 

Sejujurnya, penjajahan asing belum berakhir di Indonesia. Infrastruktur ekonomi dan budaya kita masih amat tergantung sama asing. Mayoritas perusahaan besar yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia masih dimiliki oleh asing. Perjanjian kerja yang dibuat antara pemerintah dan berbagai perusahaan asing tersebut juga kerap kali tidak adil. 

Banyak perusahaan asing mendirikan pabrik dan kantor di Indonesia. Mereka memanfaatkan standar gaji dan perlindungan pekerja yang rendah di Indonesia. Di beberapa tempat, mereka menggunakan kekerasan untuk menekan para pekerja. Para penegak hukum Indonesia disuap untuk diam, dan bahkan mendukung kekerasan yang terjadi. 

Beragam pengolahan sumber daya alam juga masih dikuasai oleh pihak asing. Manajemen puncak masih dipegang oleh orang orang asing. Mayoritas pekerja Indonesia hanya menjadi manajer rendah atau pesuruh belaka, walaupun kemampuan mereka setingkat dengan para pekerja asing, atau bahkan lebih baik. Perjanjian kerja yang dibuat antara beragam perusahaan asing dan pemerintah Indonesia pun kerap kali juga tidak adil. 

Yang lebih mengherankan lagi adalah soal struktur mata uang. Mengapa orang Eropa bisa dengan mudah liburan ke Indonesia, sementara kita sulit sekali untuk liburan ke Eropa? Yang jelas, mereka tidak lebih cerdas ataupun rajin, jika dibandingkan dengan orang Indonesia. Ini terjadi, karena struktur mata uang dunia yang tidak adil. 

Saya masih heran sampai sekarang dengan struktur mata uang tersebut. Jika diperhatikan dengan jeli, ini adalah sistem warisan masa penjajahan dahulu, ketika bangsa-bangsa Eropa secara agresif menyerbu berbagai negara lain di dunia. Sistem mata uang dunia adalah sistem yang secara inheren tidak adil dan berbau penjajahan serta penindasan. Ini memberikan kerugian yang amat besar untuk Indonesia, sekaligus keuntungan yang berlimpah ruah untuk negaranegara Eropa dan Amerika Serikat. 

Tata nilai kita juga kabur, akibat dominasi asing yang begitu kuat. Di satu sisi, banyak orang yang lebih bangga bergaya hidup Amerika dan Eropa, daripada menghayati nilai budaya tempat asalnya. Di sisi lain, banyak orang yang meniru budaya Arab, supaya kelihatan lebih saleh dan suci, walaupun sebenarnya dipenuhi kemunafikan. Kebingungan identitas antara budaya lokal Indonesia, budaya Arab Timur Tengah serta budaya AS dan Eropa ini berdampak luas, terutama dalam soal tata nilai yang menjadi dasar dari tindakan sehari-hari kita di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun