Mohon tunggu...
fadel hil hakim
fadel hil hakim Mohon Tunggu... lainnya -

pembelajar tanpa henti, praktisi kajian strategis pemerintah

Selanjutnya

Tutup

Money

Membandingkan RPJMN 2015 dan MP3EI

7 Januari 2016   15:51 Diperbarui: 7 Januari 2016   16:10 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keberlanjutan agenda imperialisme dalam RPJMN semakin akut ketika kita menemukan bagaimana seluruh proyek pembangunan infrastruktur yang yang direncanakan akan dibiayai oleh utang luar negeri (Dirhantoro 2015). Setidaknya, terdapat 9 kreditor luar negeri yang berkomitmen untuk membiayai proyek infrastruktur miliaran dolar ini. Hingga 31 Januari 2015, total realisasi utang yang masuk mencapai US$ 4,666 miliar atau sekitar Rp. 584 triliun. Disinilah gagasan keberpihakan dan kemandirian yang dicanangkan dalam asumsi awal dokumen RPJMN tidak lebih sebagai “lip-service” terhadap rakyat pekerja Indonesia.

Perlu kita cermati  penting untuk melakukan penilaian yang berimbang terhadap operasi imperialisme dalam RPJMN. RPJMN masih memberikan ruang bagi kemunculan wacana partisipasi publik dalam pembangunan. Diharapkan dalam partisipasi ini, kebijakan pembangunan dapat dipertanggungjawabkan kehadapan publik. Wacana ini tentu saja menarik, akan tetapi kita perlu mengkritisi lebih mendalam mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan partisipasi di sini. Partisipasi publik dalam RPJMN adalah partisipasi yang dikonstruksikan dalam gagasan “good governance” neoliberal, dimana publik yang diperkenankan untuk berpartisiapsi harus dinetralisir dari kepentingan politik publik itu sendiri. Tidak heran jika kemudian publik di sini hanya muncul sebagai pengawas terhadap institusi tanpa punya kuasa untuk menentukan agenda politik dalam institusi itu sendiri.

Walau RPJMN tidak lebih sebagai agenda ‘rutin’ kapitalisme global, kita perlu menelisik lebih jauh mengenai bagaimana keberadaan spesifik imperialisme di Indonesia. Pembacaan umum, khususnya di kalangan kelompok nasionalis (baik progresif maupun reaksioner), adalah rezim politik yang ada di Indonesia tidak lebih sebagai rezim boneka. Bahwa kelas berkuasa adalah instrumen dari elit kapitalis internasional. Walau terdapat kebenaran dari pembacaan ini, namun pembacaan ini mengabaikan dimensi kesejarahan yang penting, bahwa elit politik yang menguasai negara memiliki kapasitas untuk melakukan daya tawar dengan rezim ekonomi politik internasional. Sejarah kita telah menunjukkan bahwa pasca 65, elit politik kita dapat secara otonom memasukkan kepentingan mereka dalam relasinya dengan kekuatan imperialis. Misalnya, masa penguasaan ekonomi asing di Indonesia yang dimulai pasca 65 dapat dihentikan pada tahun 1973 karena ada momentum boom minyak internasional. Walau prosesnya harus terhenti dipertengahan 80an, namun setidaknya momen historis tersebut memberikan fondasi bagi karakteristik utama elit politik Indonesia selanjutnya.

Terdapat kekuatan politik lain yang ikut mempengaruhi dinamika kerja imperialisme di Indonesia, yakni kekuatan politik oligarki. Oligarki merupakan jejaring kuasa yang dilahirkan dari rahim Orde Baru, yang lebih banyak beroperasi dalam kerangka kekuasaan internal (baca: nasional dan lokal). Oligarki memiliki kepentingan politiknya sendiri yang berbeda dengan imperialisme. Tujuan utama dari oligarki bukan ekstraksi surplus nasional untuk dipindahkan ke negara imperialis, namun lebih kepada perampokan atas sumber daya publik yang ada di Indonesia.

Hubungan antara oligarki dengan agenda imperialisme adalah hubungan yang penuh dengan tensi dan kontradiksi. Disatu sisi mereka dapat bertolak belakang karena perbedaan kepentingan agenda politik, namun di sisi yang lain mereka dapat bertemu dalam konjungtur pembangunan tertentu. Sebagai contoh, dalam proses akumulasi primitif yang memungkinkan terjadinya perampasan tanah oleh korporasi internasional, justru terjadi melalui otorisasi kekuasaan korup oligarki yang menghendaki rente dalam proses akumulasi tersebut. Tanpa adanya kekuasaan oligarki, proses akumulasi akan terhambat.

Dikarenakan keberadaannya yang historis, oligarki memiliki kapasitas untuk menyusupkan agendanya sendiri dalam agenda ekonomi politik global. Dalam kerangka kerja ‘good governance’ yang merupakan bagian dari tren ekonomi politik global misalnya, oligarki mampu membajak ‘good governance’ dan mengubah cara kerja kerangka kerja ini untuk kepentingan mereka. Institusi negara dibuat senetral mungkin dari kepentingan publik sehingga memungkinkan untuk dikontrol secara penuh oleh para elit politik dalam jejaring oligarki. Gagasan ‘good governance’ mengenai efektivitas dan efisiensi hanya berlaku bagi mereka yang berada dalam jejaring oligarki tersebut, karena sumber daya yang dirampok mampu secara efektif dan efisien didistribusikan ke pihak-pihak yang tidak melawan jejaring tersebut.

Proses imperialisme ini setidaknya membuat kita perlu untuk memikirkan kembali mengenai apa yang sebenarnnya dimaksud dengan imperialisme sekarang. Narasi umum imperialisme masih didominasi dengan cara baca yang reduktif a la teori ketergantungan yang lama, dimana problem utama ekonomi politik Indonesia sekarang dikarenakan ketidakmampuannya untuk bersikap independen dengan negara maju. Akan tetapi, dari proses yang terjadi sekarang ini, justru menunjukan bahwa keberadaan oligarki memungkinkan elit politik untuk bernegosiasi, berkonsensi, dan melakukan tawar menawar, atau bahkan (dalam derajat tertentu) pembangkangan terhadap agenda imperialisme itu sendiri.

 semoga saja indonesia mampu mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan untuk rakyat indonesia yang dimulai dari pinggiran bukan hanya untuk para sebagian golongan yang mencob memperkaya dirinya sendiri/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun