Sampai membuat dada berbetar setiap ada suara letupan yang semakin lama semakin menggelegar dan membuat dia sedikit ketakutan. Setelah itu terdengar siulan dan desingan, yang setelah mereka sadari itu adalah peluru yang terbang melewati atas kepala mereka dan mendarat tak tentu disekitaran rumah mereka.
Dia juga menggambarkan situasi dari lokasi dia berdiri didaerah pondok indah dan melihat kea rah Jl. Cilandak KKO Seperti pesta tahun baru ditengah kota tapi lebih besar dan terang, sehingga mengakibatkan cahaya pada malam itu menjadi seperti sore hari. Setelah melihat kejadian tersebut dia masuk ke dalam rumah untuk mengisi air sebanyak mungkin diwadah apa saja karena cepat atau lambat aliran listrik akan dipadamkan.
Ditengah kepanikan yang melanda didalam rumah tersebut, dia menceritakan pernah hidup ditengah kerusuhan sipil di El Savador dan menduga-duga bisa saja ini akan terulang kembali saat ini. Dirumah yang sedang panic ketakutan, dia memastikan ada lilin yang cukup apabila aliran listrik dimatikan oleh pihak terkait.
Meski setelah dicek kembali, jaringan telpon masih berfungsi dengan baik, hanya tinggal menunggu aliran listrik padam dengan waktu yang tidak tentu.
Ditengah kepanikan, dia duduk dilantai dan menempel pada dinding untuk berlindung dibalik nya, sekira nya ada peluru atau amunisi yang dapat menghancurkan rumah nya dengan seketika. Karena sangat panic, dia memegang korek dan lilin yang ternyata secara tidak sadar, korek dan lilin tersebut hancur karena digenggam terlalu keras oleh dia.
Sementara itu keluarga nya yang bernama “Mike” masih menonton TV dan tidak terlalu panic karena menurut Mike itu hanyalah peluru kosong. Setelah hampir 3 Jam Bertahan dirumah, akhir nya letupan-letupan itu pun perlahan mulai berhenti menjelang tengah malam. Tapi, letupan-letupan kecil masih terdengar dengan jarak waktu sekitar 5-10 Menit sekali.
Dia merasa beruntung karena masih diberikan kehidupan oleh tuhan, dan menanyakan kepada diri sendiri bagaimana kondisi orang-orang yang rumah nya lebih dekat dengan lokasi kejadian dan mungkin banyak orang yang kehilangan nyawa nya akibat peristiwa tersebut (Beata Mirecka, 2014:40).
Tak jelas darimana kebakaran berawal. Gudang amunisi itu sudah berdentum membuat warga sekitar lokasi panik. Gudang itu berbentuk kubah besar terletak lebih rendah dari permukaan tanah. Dari setiap kubah ada tangga ke bawah dan dibatasi kerangkeng besi kokoh dan pintu besar.
Di Kompleks Marinir Cilandak kala itu, ada enam gudang peluru dengan koleksi berbagai jenis bom, peluru meriam besar hingga kecil, ranjau, granat, serta banyak berpak-pak bahan peledak TNT. Berbagai pekuru, roket dengan radius 12 kilometer melontar kan benda nya ke sejumlah tempat. Warga setempat menyebutnya gudang peluru . Namun, letak gudang amunisi tidak jauh dengan asrama Korps Marinir berikut dapur tempat memasak. Api membesar pukul 20.00 (Kompas, Arsip 1984:11).
Maka wajar ketika ledakan terjadi, banyak peluru semburat meluncur ke berbagai arah dengan target yang acak. Peristiwa tersebut awal nya diduga karena kecerobohan petugas penjaga gudang senjata yang sedang piket yang mengakibatkan percikan api yang dibawa lewat udara dan membuat peluru aktif dan amunisi korps.
Marinir menjadi meledak tak tentu arah. Roket-roket itu melesat silih berganti bagai tiada kendali, dan bunyi dentuman beberapa ton besi yang panjang menghujam tanah dan kebun-kebun yang kami lalui, siap mencabut nyawa ribuan orang yang jatuh, bangun, bertiarap dan berdiri dengan teriakan masing-masing (Kompas, Arsip 1984:11).