Handbag berwarna merah, dan baju berwarna hitam yang terpasang pada sebuah badan tergeletak di jalan penuh darah. Aku hanya bisa duduk kembali, dan terdiam. Orang-orang kebingungan dan ada beberapa yang menutupi jalan mobil yang menabrak untuk mencegah tabrak lari. Seorang anak laki-laki lari menuju ibunya karena takut mendengar teriakan orang-orang. Semuanya menjadi berubah, tepat pada saat langit menjadi gelap, matahari hampir pulang. Senja tertabrak oleh mobil. Maghrib mengambil Senja.
Karena tidak percaya, aku tidak bisa menggerakkan kakiku, hanya bisa terdiam di tempat dudukku saja. Padahal, tadi kami berbincang tentang maghrib sudah datang, setan berkeliaran. Tetapi itu hanya bercanda, karena tidak ada dari aku dan Senja yang berpikir akan terjadi sesuatu. Seharusnya, aku benar-benar memperingatkan Senja kalau jangan pergi dulu karena memang tidak baik. Aku hanya menunduk kaget, tak percaya dengan apa yang terjadi.
Orang-orang yang di dalam kafe pun sudah keluar, melihat apa yang terjadi. Ada yang berusaha memanggil dokter, polisi, ambulans. Ada yang hanya terdiam melihat, dan mengabadikannya dengan kamera ponsel. Ada yang memukuli pengemudi yang menabrak. Suasana di luar sudah tidak terkendali, hari sudah menjadi gelap. Jam menunjukkan pukul 6.16 sore.
Aku pun melihat tempat duduk Senja, tak percaya beberapa menit yang lalu ia masih di depanku. Matahari senja sudah tidak menerangi tempat duduk Senja. Senja seseorang yang baik dan ramah. Jarang sekali aku betemu perempuan seperti Senja. Dengan mudah ia mengajakku berbicara, dengan mudah juga ia memalingkan perhatianku dari buku yang aku baca. Bahkan aku masih ingat cara dia berbicara dan nada bicaranya. Aku masih tak percaya.
Kafe sudah menjadi gelap, karena si pemilik kafe juga keluar untuk membantu Senja, dia lupa untuk menyalakan lampu. Aku melihat sekeliling, kafe ini sudah sepi, mungkin aku harus berdiri untuk menenangkan kondisi di luar, mungkin juga hanya aku yang mengenal Senja di sini. Pada saat akan berdiri, aku melihat seseorang di belakang tempat duduk Senja, berdiri, pria berbadan tinggi. Badannya tinggi besar, tetapi aku tak bisa melihat wajahnya. Dia menggunakan jubah hitam yang sangat panjang sampai menutupi kakinya. Kepalanya tertutupi penutup kepala dari jubahnya. Mendekat, ia semakin mendekat kepadaku. Aku hanya bisa terdiam, tak bisa menggerakkan kaki bahkan seluruh badanku, tak mampu aku bediri lagi. Napasku mulai terengah-engah dan detak jantung semakin meninggi. Sekarang di depanku bukan lagi tempat duduk Senja, Pria itu tepat berdiri di depanku, tinggi besar, menutupi segalanya. "Apa Maghrib datang untukku juga?"
Jakarta, 19 September 2015.
Cerpen ini juga terdapat pada https://medium.com/@fachryhabib/senja-pun-datang-kepadaku-2d6889bfb884Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H