Sementara negara-negara seperti Malaysia, Turki dan Uni Emirat Arab menyediakan layanan wisata halal tingkat tinggi, negara OKI lainnya seakan tertinggal dalam mempromosikan layanan wisata ramah muslim yang mereka miliki. Disamping itu, pada prakteknya banyak penyedia produk dan jasa wisata halal yang belum menjalankan prinsip syariah dengan baik.Â
Seperti fasilitas kolam renang yang masih dicampur antara pria dan wanita ataupun karyawan wanita yang belum menggunakan pakaian muslimah. Hal ini dapat membuat pandangan masyarakat bahwa wisata halal hanya sebatas branding.
Ketiga, melayani turis muslim dan non-muslim. Hal ini mungkin cukup sulit diterapkan pada destinasi tertentu atau dilakukan oleh penyedia tur, ditambah dengan penolakan dari berbagai pihak yang menganggap bahwa praktik pariwisata halal hanya akan menghambat pengembangan destinasi wisata suatu daerah.Â
Sebut saja Bali dan NTT. Beberapa pihak menolak dikembangkannya wisata halal di daerah ini karena dianggap akan berimplikasi negatif bagi wisatawan mancanegara atau non-muslim.
 Ketersediaan alkohol di hotel juga menjadi masalah besar bagi manajemen hotel internasional, karena ketika tidak menyajikan alkohol maka mereka akan kehilangan pendapatan dari barang tersebut, dan secara tidak langsung berpengaruh pada jumlah pengunjung di restoran hotel dan jumlah tamu.Â
Namun beberapa daerah berhasil menyelesaikan masalah dalam mengakomodir wisatawan muslim dan non-muslim dengan menyediakan area terpisah untuk masing-masing kelompok sehingga dapat memenuhi kebutuhan mereka yang berbeda.Â
Contohnya adalah pulau Lombok di Indonesia, dimana pemerintah daerah telah mengidentifikasi daerah-daerah yang sesuai untuk tamu muslim dan non-muslim.
Perbedaan ini pun berpengaruh pada strategi pemasaran. Para pelaku bisnis dapat mengatasi hal ini dengan cara melakukan pemasaran melalui media muslim atau menentukan lokasi negara tertentu sebagai target. Sehingga pemasaran yang dilakukan lebih efektif karena pangsa pasarnya adalah konsumen muslim seperti negara-negara yang tergabung dalam OKI.Â
Adapun strategi lain untuk tetap dapat menarik konsumen muslim dan non-muslim adalah dengan mengemas produk dan pelayanan sedemikian rupa sehingga tidak terlihat perbedaan diantara keduanya. Misalnya dengan menekankan pada aspek kesehatan atau branding hotel ramah keluarga tanpa menggunakan istilah muslim atau halal.Â
Keempat, investasi industri wisata halal. Hambatan besar bagi pertumbuhan sektor ini pada umumnya adalah keengganan investor untuk membiayai pengembangan produk dan layanan wisata halal. Dalam industri perhotelan, investor takut kehilangan pendapatan dalam makanan dan minuman jika mereka berinvestasi pada hotel yang tidak menyediakan minuman beralkohol atau biasa disebut "dry hotel".Â
Hal ini dapat diatasi dengan hadirnya pemerintah dalam mendukung pengembangan wisata halal, sehingga dapat mempengaruhi para investor untuk ikut serta dalam potensi bisnis ini.Â