Mohon tunggu...
Fachrurozy rama afsani
Fachrurozy rama afsani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jurnalis

Mahasiswa UIN Jakatta Prodi Jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tujuan dan Cara Menyampaikan Dakwah

28 Juni 2024   22:34 Diperbarui: 28 Juni 2024   22:35 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh Syamsul yakin dan fachrurozy Rama Afsani

Tujuan dan cara menyampaikan Retorika Dakwah

Tujuan Dakwah tertuang dalam makna ayat berikut: “Dan hendaklah ada sekelompok orang di antara kamu yang menyeru kepada kebajikan, mengajak kebaikan dan menjauhi keburukan, mereka akan bahagia” (QS. Ali Imran/3: 104).

Demikian pula: “Kalian adalah sebaik-baik manusia yang dilahirkan manusia, karena kalian menolak kebaikan dan mengharamkan munkar serta beriman kepada Allah. Jika ahli kitab beriman, niscaya akan lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang jahat” (QS. Ali Imran/3: 110).

Teknik untuk mencapai tujuan dakwah, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa melihat keburukan, gantilah dengan tangannya jika tidak mampu, gantilah dengan lidahnya jika tidak dapat menolaknya dengan hatinya. adalah keimanan yang paling lemah” ( Dalam retorika, retorika mempunyai tiga tujuan, yaitu informatif, persuasif, dan lobi. Kelima tujuan retorika ini berkaitan dengan dakwah. Artinya Amar makruf dan Nahi munkar bersifat informatif, persuasif, menyegarkan, mendidik dan memberi semangat.

Dalam menyampaikan pesan, retorika setidaknya memiliki dua tujuan, yaitu monologis dan dialogis. Monologica adalah gaya bicara monolog atau satu arah. Biasanya disajikan pada saat pidato, ceramah dan khotbah. Dialog adalah gaya bicara dialogis atau dua arah.

Dalam Khotbah Nabi, banyak cerita yang memuat khotbah dialogis ini. Pertama, dalam buku tersebut, Fathush Shamad mengutip sebuah Hadits Nabi dari Ibnu Umar. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar: “Dalam suatu perjalanan kami bersama Rasulullah. Tiba-tiba datanglah seorang Arab dari pedalaman.

Nabi menjawab dengan pertanyaan: “Wahai orang malang, mau kemana?” Laki-laki itu menjawab: "Aku ingin kembali ke keluargaku". “Apakah orang malang itu menginginkan bantuan?” canda nabi. Laki-laki itu menjawab, “Ada apa?”

Nabi menjelaskan: "Kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Dia tidak mempunyai sekutu. Dan (kamu bersaksi) bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya." Namun laki-laki itu malah berkata: “Siapa yang akan menjadi saksi bagimu (untuk membenarkan) perkataan ini?” Nabi dengan lihai menjawab pertanyaan orang-orang Arab pedalaman: “Pohon ini atau buah ini.”

Pohon itu berada di tepi tebing. Ketika bumi mendekatkannya, pohon itu tepat berada di hadapan Nabi menghadap beliau. Setelah itu Nabi mengucapkan Syahadat sebanyak tiga kali. Pohon itu juga mengucapkan syahadat seperti nabi. Kemudian pohon itu meninggalkan Nabi untuk kembali ke tempat asalnya.”

Kedua, Syekh Muhammad bin Abi Bakar menulis dalam al-Mawaidz al-Ushfuriyah bahwa masuk Islamnya Abu Bakar bermula dari sebuah mimpi. Di Syam (sekarang Suriah) dia bermimpi bisa melihat matahari dan bulan di kamarnya.

Lalu matahari dan bulan dipeluk dengan kedua tangan. Dia memeluk mereka berdua dengan erat. Hanya saja matahari dan bulan diikatkan pada sorbannya agar tidak hilang. Ketika Abu Bakar terbangun, ia bergegas menemui seorang pendeta Kristen yang masih menganut agama tauhid untuk menanyakan mimpinya.

Dihadapan pendeta Abu Bakr menjelaskan secara lengkap mimpi yang dilihatnya. Abu Bakar kemudian memintanya untuk menafsirkan mimpi tersebut. Abu Bakar ditanya: “Dari mana asalmu?” Abu Bakar menjawab, “Mekah.” Pendeta bertanya lagi: “Dari suku yang mana?” Abu Bakar menjawab: “Dari suku Taymin.”

Tak hanya itu, sang pendeta kembali bertanya kepada Abu Bakar: “Apa yang kamu lakukan?” Abu Bakar menjawab: "Bisnis." Setelah beberapa kali bertanya, sang imam berkata: "Di masamu akan datang seorang laki-laki dari Bani Hasyim, bernama Muhammad al-Amin. Nama keluarganya Hasyim, dan dia akan menjadi nabi akhir zaman."

“Jika bukan karena dia, niscaya Tuhan tidak akan menciptakan langit dan bumi. Termasuk semua yang ada di keduanya. Tanpanya, Allah tidak akan pernah menciptakan Adam, para nabi dan rasul. Muhammad adalah pemimpin para nabi dan rasul. Dia adalah nabi terakhir. Kamu akan masuk agama Islam yang dibawanya.”

“Anda akan menjadi orang kepercayaannya di masa depan dan dia juga akan menggantikan kepemimpinan. Ini adalah tujuan impian Anda,” pungkas pendeta. “Saya mempelajari sifat-sifat dan sifat-sifat Muhammad dari kitab Taurat, Injil dan Zabur. Memang saya sendiri menganut suatu agama. Wajar jika saya menyembunyikannya.”

Mendengar penjelasan pendeta tentang sifat-sifat Nabi, hati Abu Bakar luluh dan rindu bertemu Nabi di Mekkah. Sesampainya di Mekkah, Abu Bakar tidak membuang waktu, langsung mencari Nabi dan berhasil menemuinya. Dari pertemuan itu, Abu Bakar semakin jatuh hati kepada Nabi dan tak pernah mau berpisah.

Keadaan pikiran Abu Bakar ini berlangsung lama, hingga pada suatu hari Nabi bertanya kepada Abu Bakar: “Wahai Abu Bakar, setiap hari kamu menjengukku. Kamu juga sering duduk bersamaku. ? masuk Islam?" Abu Bakar menjawab: “Jika kamu benar-benar seorang nabi, tentu kamu akan mendapat mukjizat.”
“Apakah keajaiban yang kamu alami dalam mimpimu selama di Syam belum cukup bagimu?

Lalu mimpimu itu ditafsirkan oleh seorang pendeta Nasrani yang juga mendakwahkan Islamnya,” tuntut Nabi. Kemudian mendengar sabda Nabi, Abu Bakar bersumpah: “Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Anda adalah Utusan Allah.”

Ketiga, dalam al-Mawaidz al-Usfuriyah, Syekh Muhammad bin Abi Bakar mengutip hadis Nabi dari Abu Dzar al-Ghifari. Abu Dzar bertanya: “Ya Rasulullah, ajari aku amal yang akan mendekatkanku ke Surga dan menjauhkanku dari Neraka.”

Nabi menjawab: "Jika kamu berbuat jahat, ikutilah dengan kebaikan." Abu Dzar kembali bertanya: “Apa yang terkandung dalam kalimat “Laa Ilaaha Illaahu” lalu Nabi menjawab: “Sesungguhnya kalimat ini juga merupakan sebaik-baik kebaikan.” Para sahabat bertanya: “Bukankah kamu juga ya Rasulullah ." ?" Dia menjawab, “Aku juga tidak. Semua itu hanya karena rahmat dan karunia Allah” (HR. Bukhari).

Dari segi pedagogi disajikan empat tujuan retorika yaitu benar, instruktif, sugestif dan protektif. Keempatnya dapat digunakan untuk mencapai tujuan dakwah di atas

Terakhir, tujuan retorika dapat dibedakan menjadi tiga aspek yaitu berdasarkan isi, metode dan pedagogi. Semuanya dianggap mampu mencapai tujuan dakwah, yaitu Amar makruf dan Nahi munkar.*.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun