Setelah sampai di rumahnya, aku menelfon agar dia keluar dari rumah. Rumahnya besar laksana istana, berbeda denganku yang sederhana modal mental. Ketika dia sudah keluar, malah menyuruhku pulang.
"Ndi, kamu pulang aja ya. Gak enak kalau di lihat tetangga kalau pacarku naik motor gini. Maaf kita putus aja ya."
Mendengar perkataan itu, diriku pergi tanpa pamit meninggalkannya. Hatiku patah tanpa darah. Emosiku bergejolak tanpa arah. Astrea ku kendarai dengan jiwa meronta, akal tanpa pikir, dan hati tertutup. Kecepatan 100 km/jam ku beranikan. Ramai jalan ku tak peduli. Hingga akhirnya, diriku tidak sadarkan diri tergeletak di jalanan. Bukan karena minum alkohol, tetapi hanya karena wanita. Diriku menyesali perbuatanku. Ibuku menangis meratapi diriku yang berbaring di rumah sakit. Tidak hanya menangisi ragaku, tetapi administrasi biaya rumah sakitku. Dari situ aku mulai tersadar untuk mencintai sekadarnya dan membenci secukurpnya.
Kudus, 08 Desember 2020
Muhammad Fachrul Hudallah
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI