Oleh: Muhammad Fachrul Hudallah
Dunia perkuliahan tidak dapat terhindar dari yang namanya percintaan, begitu pula yang kurasakan. Perkenalkan, namaku Andi. Perawakanku kekar dan kulitku sawo matang. Saat diriku jadi maba, tepat umurku 18 tahun.
Ospek adalah syarat untuk di akui menjadi maba. Kesempatan itu kumanfaatkan untuk mencari gadis idaman, seperti tipe yang sudah ku rencanakan sejak sebelum masuk ke universitas.
Mataku melirik kanan kiri seperti detektif yang sedang menyelidiki suatu kasus. Tiba--tiba berhenti melirik pada salah satu gadis di gerombolan fakultasku. Gadis itu tidak menggunakan hijab, berkulit putih belia, matanya agak lebar, dan bodynya persis seperti gitar Spanyol.
Saat istirahat ospek, ku mendatanginnya dengan bermodal nyali yang berkobar dan ambisi yang tak mampu kutahan karena diriku tak berpengalaman. Kakiku mulai berjalan pelan dengan percaya dirinya tanpa gentar.
Sesampainya di depan gadis cantik itu, ku menyapanya dengan senyuman hangat..
"Hai, namamu siapa? Boleh kenalankah?"
"Oh iya, kak. Namaku Ratna. Kakak sendiri siapa ya?" Gadis yang kutuju membalas senyumku dan sapa hangatku. Sikap percaya diriku akan berbuah manis, aku yakin.
"Oh aku Andi. Asalku dari Semarang. Kamu asalnya darimana?" Pertanyaan basa-basi keluar dari lidahku yang sudah tak sabar mengucapkan maksud tujuanku.
"Ehh sama. Asalku dari Semarang, kak." Dia menjawab dengan senyum yang bertambah lebar dengan bibir yang agak tebal.
"Jadi gini nih, kak. Kita kan maba ya. sama-sama dari fakultas hukum. Bagaimana kalau aku minta nomer kamu? Nanti biar saling tukar informasinya mudah. Masak iya sama-sama satu fakultas gak punya nomernya. Hehe." Tak sengaja perkataan itu keluar dari mulutku yang tipis.