Mohon tunggu...
Muhammad FachrulHudallah
Muhammad FachrulHudallah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

"Jika Aku bukan anak Raja, Penguasa, Bangsawan, dan dari kalangan Priyayi, Aku hanya dapat mengenalkan diriku melalui gagasan karyaku"

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Urgensi RUU Omnibus Law untuk Transformasi Perekonomian Indonesia

17 Maret 2020   22:04 Diperbarui: 17 Maret 2020   21:58 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Rudiyanto-Kontan

Oleh: Muhammad Fachrul Hudallah

 

"Kritik konstruktif demi menciptakan kesejahteraan bersama lebih baik daripada kritik destruktif untuk menghancurkan suatu kelompok"

 

Indonesia merupakan Negara yang memiliki peringkat perekonomian Internasional nomer 6 di bawah Jerman, yaitu dengan pangsa ekonomi sebesar 2,8 persen sehingga memiliki potensi diperhatikan oleh dunia Internasional karena berkembang pesat. 

Di dalam bidang perekonomian, Indonesia membutuhkan hubungan bilateral dengan Negara lain agar dapat terlaksanya ekspor dan impor untuk memenuhi kebutuhan Negara masing-masing.

 Pada saat ini, terjadi perdebatan di dunia Internasional yaitu masalah antara Amerika Serikat dan Iran yaitu dimulai dari terbunuhnya Jendral Soleimani oleh Donald Trump. 

Dalam pelaksanaan pembunuhan, dilaksanakan pada tanggal 3 Januari 2020 di  bandara Internasional Baghdad dengan menggunakan drone MQ9 reaper Amerika Serikat yang harganya sekitar 898,9 miliar rupiah. MQ9 ini memiliki daya jelajah sejauh 1.150 mil dan dapat bertahan lama di udara serta drone ini terbang hampir nyaris tanpa suara dengan ketinggian 50.000 kaki.

 Dari kejadian tersebut, AS mengalami penurunan stock minyak dan kenaikan harga minyak mentah sehingga hal ini berefek pada Indonesia karena merupakan salah satu importer minyak. 

Yusuf Rendy Manilet seorang Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) mengatakan bahwa peningkatan harga minyak ini akan berdampak jangka pendek, tetapi dapat pula panjang jika eskalasi antara Iran dan AS memanas sehingga akan menambah ketidakpastian global. 

Tidak hanya itu, Bhima Yudhistira dari Ekonom Institute for Development of Economics dan Finance (INDEF) mengatakan bahwa karena adanya konflik ini, investor akan takut untuk datang berinvestasi ke pasar Negara berkembang sehingga ada kecenderungan bermain aman. Dia juga menyampaikan bahwa harga emas dunia akan naik sehingga di Indonesia juga mengalami kenaikan tersebut serta nilai tukar rupiah akan melemah.

 Perdebatan secara bilateral tidak hanya dirasakan oleh kedua Negara tersebut, tetapi Jepang dan Korea Selatan Juga merasakan. Dari mulai Jepang sudah membatasi ekspor 3 bahan kimia pembuatan semi konduktor di Korea Selatan, Jepang menghapus Korea Selatan dari daftar mitra dagang terpercaya, hingga adanya aksi boikot dari Korea Selatan kepada produk Jepang. Ketegangan geopolitik dunia akan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian, terutama Indonesia.

 Bukan hanya permasalahan hubungan bilateral, tetapi juga terdapat suatu penyakit yang berefek kepada perekonomian Internasional, terutama di Negara Indonesia. Penyakit ini di mulai dari salah satu daerah di Negara China yaitu bernama Wuhan. Penyakit ini biasa disebut oleh  khalayak rame dengan nama Corona (COVID-19) yaitu penyakit yang menyerang pernafasan.

Akibat Corona, banyak orang meninggal di dunia, terutama di Negara asalnya. Virus Corona sangat di takuti oleh khalayak ramai, contohnya di wilayah internasional adalah pemberhentian umroh sementara karena masih menyebarnya penyakit Corona yang menular melalui benda-benda. 

Tidak hanya di dalam dunia Internasional, di Indonesia sendiri kini menjadi booming dengan diliburkannya beberapa universitas dan beberapa sekolah. Universitas itu diantaranya terdapat UI, STAN, UGM, UNWAHAS dan universitas lain hingga akhirnya menggunakan sistem kuliah online tanpa bertatapan muka.

Virus yang biasa di sebut Corona atau bernama Covid-19 telah menyebar di luar china dan mengakibatkan kejatuhan perekonomiannya. 

Negara yang mengalami penurunan diantaranya adalah Tiongkok (mengalami penurunan dari 5,2% ke 4,8%), Korea Selatan (mengalami sedikit pertumbuhan hanya 1,4% dari perkiraan sebelumnya 19%), Jepang (angkanya 0%), Italia (mengalami resesi diperkirakan minus 0,5%), Jerman (mengalami penuruhan dari 1% menjadi 0,3%), Amerika Serikat (Hanya naik 1,5% dari perkiraan 1,7%). Efek corona sangat berbahaya dan saat ini Indonesia sedang mengalami 134 pasien yang positif kena Corona (baca:Katadata).

 China merupakan Negara pengimpor Indonesia berupa bahan baku sebesar 74% dan ketika bahan itu habis, maka Indonesia akan mengalami kesulitan ekonomi. Tidak hanya itu, bahan-bahan impor akan lama masuk ke Indonesia serta proses ekspor juga mengalami hal serupa.

 Di Indonesia pada saat ini selain membicarakan masalah konflik-konflik di Negara lain, penyakit Corona, juga membicarakan masalah RUU Omnibus Law. Di dalam RUU ini mengatakan bahwasanya kepentingan investor yang hanya di utamakan dan buruh-buruh dikesampingkan karena upah yang sedikit. 

Corona dan RUU Omnibus Law saat ini merupakan permasalahan yang harus di selesaikan oleh Negara karena keduanya sangat penting. Di lain sisi, perekonomian di Indonesia menurut Bank Indonesia hanya dari 5-5,4 persen. Tak hanya Bank Indonesia, Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI) juga mengatakan bahwa dari 4,74-4,84 persen. 

Angka-angka tersebut secara tidak langsung mengatakan bahwa perekonomian Indonesia sedang tertekan. Tetapi, pada saat ini yang paling untung adalah penimbun masker karena menjual dengan harga mahal dan berefek kepada masyarakat dengan perekonomian tengah ke bawah.

 Jika dilihat, Corona dan RUU Omnibus Law memiliki hubungan erat karena keduanya berdampak kepada perekonomian. Pada saat ini, proyek infrastruktur Indonesia di genjot habis-habisan tetapi daya saingnya berada di urutan 50, menurun dari posisi ke 45. Masalah di Indonesia sangatlah banyak dari merosotnya kualitas demokrasi, pelanggaran HAM, dan sebagainya.

 Di tengah permasalahan yang ada di Internasional dan terhambatnya perekomian, Arif Budimata seorang staf khusus presiden mengatakan bahwa fokus utama di balik RUU Omnibus Law adalah mengusung transformasi ekonomi di Indonesia agar tetap terkontrol dan tidak mengalami penurunan secara drastis. 

Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf mempunyai komitmen untuk memajukan sektor perekonomian dan menyikapi perlambatan ekonomi global. Salah satu cara yang di tempuh adalah percepatan perizinan dan memangkas tumpang tindih regulasi mmelalui RUU Omnibus Law.

 Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan bahwa saat ini terdapat 7 juta penduduk Indonesia yang masih belum mendapatkan pekerjaan, setiap tahun angkatan kerja baru sebanyak 2 juta orang, jumlah pekerja informal sebanyak 74, 1 orang di tahun 2019, pekerja formal sebanyak 55, 3 juta orang. Dominasi pekerja informal karena maraknya wiraswasta yang ada di Indonesia dengan jalan online dan mandiri karena memilih jam kerja fleksibel.

Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah yang harus memacu perkembangan ekonomi 6% atau lebih per tahun untuk membuka lapangan kerja baru guna menampung 2 juta pekerja baru dan 7 pengangguran yang ada.

 Dalam pertumbuhan ekonomi, membutuhkan investasi sebesar Rp 800 Triliun (Setiap 1% pertumbuhan ekonomi, memerlukan Rp 800 Triliun). Untuk menciptakan lapangan kerja baru dan perlindungan para pekerja, diperlukan reformasi regulasi secara menyeluruh.

 Gejolak geopolitik dunia dan ketidakpastian perekonomian global sangat memperngaruhi perekonomian nasional Indonesia terutama perubahan yang cepat di bidang teknologi informasi dan ekonomi digital. Berdasarkan data, perekonomian Indonesia selama 5 tahun terakhir berkisar di angka 5%.

 Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia atau ICMI memberikan dukungannya terhadap RUU Omnibus law agar pertumbuhan perekonomian Indonesia lebih cepat dan bergairah dan diharapkan dapat lebih dari 5%, investasi meningkat, dan terbukanya lapangan pekerjaan. 

Pada dasarnya, penguatan iklim investasi melalui RUU Omnibus Law merupakan upaya pemerintah karena dianggap sebagai faktor dominan terhadap perkembangan produksi nasional sehingga tersedianya stok modal menjadi modal utama untuk kelangsungan hidup dunia usaha.

  RUU Omnibus Law merupakan salah satu terobosan terbaru dari pemerintah Indonsia untuk mewujudkan visi Indonesia maju pada tahun 2045. Untuk mengatasi tumpang tindih hukum, pemangkasan-pemangkasan itu sangat dibutuhkan untuk memperbaiki Negara Indonesia menjadi lebih baik sebagai Negara hukum.

 Menurut keputusan Menko bidang perekonomian no. 121 tahun 2020 mengatakan bahwa terdapat tugas tim pembuat RUU omnibus law, diantaranya adalah tim dalam pelaksanaan tugasnya dapat melibatkan kementrian lembaga pemerintah non kementrian, pemerintah daerah, pemangku kepentingan, akademisi, dan yang dianggap perlu; tim bertanggung jawab melaporkan tugasnya kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan: dan trim bertugas terhitung dari perancangan sampai di tetapkannya RUU Omnibus Law. 

Tim di dalam pembahasan RUU Omnibus Law, terdapat ketua tim, tim pembahas ruu ciptaker, tim penyiapan dan penyusunan peraturan pelaksanaan ruu ciptaker, serta tim konsultasi publik.

 Indonesia merupakan Negara jajahan Belanda yang di tinggali regulasi berupa KUHP yang sekarang di pakai di Indonesia. Menurut DR. Endar Susilo, S. H, M. H seorang dosen Universitas Wahid Hasyim Semarang mengatakan bahwa di Indonesia masih memakai regulasi peninggalan Belanda seperti KUHP sedangkan Belanda sudah diamandemen sebanyak 8 kali, betapa ketertinggalnya Negara Indonesia. 

Menurut Pramoedya Ananta Toer juga mengatakan bahwa paradigm masyarakat Indonesia sangatlah primitive sehingga kaget ketika menerima hal-hal baru. Omnibus Law ini sudah pasti di buat oleh ahli hukum yang terbentuk di dalam tim pembuat RUU Omnibus Law di bawah pengawasan badan eksekutif.

 RUU Omnibus Law merupakan usaha pemerintah dalam pembangunan perekonomian Indonesia agar lebih pesat serta membantu memangkas hukum yang mulanya banyak sehingga mengalami tumpang tindih. 

Tetapi, dalam pembuatan RUU Omnibus Law sangat membutuhkan aspirasi dari masyarakat agar dapat mencakup kepentingan keseluruhan dari masyarakat Indonesia. Pada dasarnya RUU di buat untuk kepentingan seluruh masyarakat Indonesia, bukan hanya investor. 

Agar dapat ideal, maka sangat di butuhkan bantuan dan kritik dari kaum buruh, investor, mahasiswa, dan lain sebagainya untuk memperbaiki kekurangan omnibus law.

 

Kudus, 17 Maret 2020

Muhammad Fachrul Hudallah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun