Digital Nomadisme: Fenomena Global dengan Dampak Lokal yang Beragam
Digital nomadisme telah menjadi fenomena global yang tidak hanya memengaruhi cara kerja individu tetapi juga mengubah lanskap ekonomi di berbagai destinasi populer seperti Chiang Mai, Thailand. Dalam artikel yang ditulis oleh Jiwasiddi, A., Schlagwein, D., Cahalane, M., Cecez-Kecmanovic, D., Leong, C., & Ractham, P. (2024) Â yang berjudul "Digital Nomadism as a New Part of the Visitor Economy: The Case of the 'Digital Nomad Capital' Chiang Mai, Thailand", para peneliti mengeksplorasi dampak digital nomadisme dari perspektif komunitas lokal.Â
Artikel ini menyoroti bahwa di Chiang Mai, sekitar 20.000 digital nomad hadir pada satu waktu sebelum pandemi COVID-19, menjadikan kota ini sebagai pusat utama bagi para pekerja digital global. Dengan jumlah yang signifikan ini, dampak yang dihasilkan terhadap ekonomi lokal sangatlah besar, terutama di sektor-sektor seperti perumahan, coworking space, dan layanan pendukung lainnya.
Digital nomadisme memungkinkan individu bekerja dari mana saja dengan memanfaatkan teknologi digital, yang secara fundamental mengubah cara orang memandang pekerjaan dan gaya hidup. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh artikel ini, kehadiran digital nomad tidak selalu diterima dengan baik oleh semua pihak.Â
Meskipun mereka memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, kehadiran mereka juga membawa tantangan sosial-budaya yang tidak dapat diabaikan. Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya memahami perspektif lokal untuk menciptakan kebijakan yang dapat menyeimbangkan manfaat ekonomi dengan dampak sosial.
Pendahuluan ini menyoroti bahwa untuk benar-benar memahami fenomena digital nomadisme, kita perlu melihat lebih dalam dari sekadar angka ekonomi. Dampak sosial dan budaya juga harus dipertimbangkan, terutama di komunitas-komunitas yang menjadi tuan rumah bagi para digital nomad. Studi oleh Jiwasiddi et al. ini memberikan wawasan penting tentang bagaimana digital nomadisme dapat menjadi pedang bermata dua bagi destinasi seperti Chiang Mai.
Dampak ekonomi dari digital nomadisme di Chiang Mai, seperti yang diuraikan oleh Jiwasiddi et al. (2024), cukup signifikan. Digital nomad tidak hanya menghabiskan uang untuk kebutuhan dasar seperti akomodasi dan makanan tetapi juga menciptakan permintaan untuk fasilitas khusus seperti coworking dan coliving spaces.Â
Pada tahun 2019, sebelum pandemi, tercatat lebih dari 50% digital nomad di Chiang Mai memilih tinggal di coliving spaces yang secara khusus dirancang untuk memenuhi kebutuhan mereka yang bekerja secara remote. Kehadiran mereka juga mendorong munculnya bisnis baru yang menyediakan layanan mulai dari ruang kerja bersama hingga acara networking, yang semuanya berkontribusi terhadap ekonomi lokal.
Namun, dampak ekonomi ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah meningkatnya harga properti dan biaya hidup di Chiang Mai, yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan dari digital nomad. Banyak penduduk lokal yang merasa tertekan oleh kenaikan harga ini, yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gentrifikasi di beberapa area kota.Â
Selain itu, ketergantungan pada segmen ekonomi yang bergantung pada digital nomad membuat ekonomi lokal rentan terhadap perubahan tren global dan kebijakan imigrasi. Misalnya, ketika pandemi COVID-19 melanda, jumlah digital nomad di Chiang Mai menurun drastis, menyebabkan banyak bisnis yang tergantung pada mereka mengalami penurunan pendapatan yang signifikan.
Dari perspektif sosial-budaya, digital nomad sering kali dipandang sebagai "tamu asing" yang terpisah dari komunitas lokal. Meskipun beberapa dari mereka berusaha untuk berintegrasi dengan budaya lokal, banyak yang tetap berada dalam lingkaran sosial mereka sendiri, berinteraksi lebih banyak dengan sesama digital nomad daripada dengan penduduk setempat.Â
Fenomena ini menciptakan jarak sosial antara digital nomad dan komunitas lokal, yang dapat menimbulkan ketegangan dan perasaan eksklusi di kalangan penduduk asli. Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa digital nomad membawa pengaruh budaya Barat yang kuat, yang dapat mengikis nilai-nilai dan tradisi lokal.
Jiwasiddi et al. (2024) mencatat bahwa pemerintah lokal di Chiang Mai mulai menyadari tantangan ini dan berusaha untuk menyesuaikan kebijakan mereka. Salah satu langkah yang diambil adalah mempertimbangkan pengenalan visa khusus untuk digital nomad yang dapat memberikan kepastian hukum bagi mereka dan juga mengontrol dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan. Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa meskipun digital nomadisme membawa banyak manfaat, perlu ada regulasi yang tepat untuk memastikan bahwa manfaat ini dapat dirasakan oleh semua pihak, termasuk komunitas lokal yang menjadi tuan rumah.
Melihat keseluruhan fenomena ini, jelas bahwa digital nomadisme merupakan fenomena kompleks yang membutuhkan pendekatan holistik. Tidak cukup hanya melihat manfaat ekonomi; dampak sosial dan budaya juga harus diperhitungkan untuk menciptakan ekosistem yang lebih seimbang dan berkelanjutan di destinasi-destinasi yang populer di kalangan digital nomad.
Dalam era globalisasi dan digitalisasi, digital nomadisme muncul sebagai fenomena yang mengubah wajah ekonomi dan masyarakat di banyak destinasi, termasuk Chiang Mai. Seperti yang diuraikan dalam penelitian Jiwasiddi et al. (2024), meskipun digital nomadisme memberikan dorongan ekonomi yang signifikan, dampak sosial-budaya yang dihasilkan tidak dapat diabaikan. Kehadiran digital nomad, dengan segala manfaat dan tantangannya, menuntut adanya regulasi dan kebijakan yang seimbang untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi tidak terjadi dengan mengorbankan kesejahteraan komunitas lokal.
Dalam mengelola dampak digital nomadisme, pemerintah lokal di Chiang Mai dan destinasi lainnya perlu mengadopsi pendekatan yang lebih holistik, yang mencakup perlindungan terhadap nilai-nilai budaya lokal, pengelolaan harga properti yang adil, dan penciptaan peluang integrasi yang lebih baik antara digital nomad dan komunitas lokal. Hanya dengan pendekatan seperti ini, digital nomadisme dapat benar-benar menjadi kekuatan positif yang berkelanjutan bagi ekonomi global dan komunitas lokal yang terlibat.
Dengan demikian, studi ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan berbagai aspek dari kehadiran digital nomad di suatu komunitas, dan bahwa kesuksesan jangka panjang dari fenomena ini akan sangat bergantung pada bagaimana komunitas global dan lokal bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan seimbang.
Referensi
Jiwasiddi, A., Schlagwein, D., Cahalane, M., Cecez-Kecmanovic, D., Leong, C., & Ractham, P. (2024). Digital nomadism as a new part of the visitor economy: The case of the "digital nomad capital" Chiang Mai, Thailand. Information Systems Journal, 34(5), 1493-1535. https://doi.org/10.1111/isj.12496
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI