Air merupakan salah satu elemen yang paling penting bagi kehidupan di Bumi. Bukan hanya kehidupan manusia, melainkan juga kehidupan hewan dan tumbuhan.Â
Bahkan, dalam tubuh manusia pun mengandung sekitar 60%-70% air, baik dalam bentuk darah, kelenjar, keringat, dan lain-lain. Sama seperti tubuh manusia, sekitar 70% bagian Bumi adalah perairan dengan sekitar 97%-nya adalah air asin yang tidak layak untuk dikonsumsi.
Ya, benar, hanya sekitar 3% saja yang merupakan air tawar dan layak untuk dikonsumsi manusia. Namun, sekitar 70% air tawar tersebut berada dalam bentuk es dan gletser. Jadi, hanya ada sekitar 30% air tawar yang berada di dalam dan permukaantanah yang dapat kita konsumsi langsung.
Dapat dibayangkan bahwa air yang dapat kita konsumsi langsung hanya memiliki jumlah ketersediaan yang sangat sedikit di bumi. Meskipun air dapat meperbaiki dirinya sendiri dengan melakukan suatu siklus hidrologi, namun hal tersebut sangat dipengaruhi oleh arah angin dan kondisi geografis suatu wilayah.
Wilayah urban atau perkotaan, seperti Jakarta, merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang dibentuk oleh manusia dengan pembangunan-pembangunan yang umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah rural atau pedesaan.Â
Pembangunan yang dimaksud adalah seperti pembangunan fisik, ekonomi, sumber daya manusia, dan lain-lain.
Wilayah urban memiliki jumlah penduduk yang jauh lebih tinggi daripada jumlah penduduk di wilayah rural. Hal tersebut tidak terlepas dari perpindahan atau migrasi yang dilakukan oleh penduduk desa menuju kota yang di antaranya disebabkan oleh pencarian kehidupan yang lebih layak. Tingginya jumlah penduduk di wilayah perkotaan tentu akan mempengaruhi jumlah ketersediaan dan konsumsi air bersih di perkotaan.
Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbanyak. Wajar, karena Jakarta merupakan ibu kota negara kita tercinta ini.Â
Kota ini mampu menarik begitu banyak penduduk dari berbagai daerah di Indonesia untuk datang dan berharap mendapatkan kehidupan yang lebih baik di sana. Penduduk yang hadir di Kota Jakarta tentu juga membutuhkan air di kehidupannya.
Namun, dengan banyaknya penduduk yang bermigrasi ke sana juga menimbulkan permasalahan bagi ketersediaan air bersih.Â
Permasalahan air bersih yang terjadi di Jakarta bukan hanya bersumber di Jakarta saja, melainkan juga merupakan imbas dari wilayah sekitarnya yang lokasinya lebih tinggi, seperti Depok dan Bogor. Jika disebutkan, mungkin sumber permasalahan air bersih di Jakarta dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.
- Pencemaran Sungai
Sungai seharusnya dapat menjadi sumber air bersih bagi masyarakat. Namun pencemaran yang terjadi mengakibatkan air sungai tak lagi dapat digunakan untuk konsumsi. Sebenarnya, ini bukan masalah bagi Jakarta saja, melainkan kota-kota lain di berbagai belahan dunia, terutama di kota-kota negara ketiga.
Perilaku masyarakat yang masih menganggap sungai sebagai halaman belakang rumah menjadikan mereka menjadi lebih bebas untuk membuang sampah atau melakukan MCK di sungai. Selain mengakibatkan pencemaran, perilaku tersebut juga dapat mengakibatkan pendangkalan atau sedimentasi sungai.
Sedimentasi dengan cara seperti ini memiliki laju sedimentasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sedimentasi dengan cara yang alami. Pencemaran sungai yang masif seperti ini, secara berantai akan menimbulkan masalah lain, seperti banjir dan penyakit ketika hujan deras terjadi karena kualitas air yang buruk.
- Berkurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Setiap manusia membutuhkan tempat tinggal, dan tempat tinggal membutuhkan ruang atau lahan. Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk yang hadir di Jakarta, maka kebutuhan akan lahan juga semakin tinggi. Sejak masa kemerdekaan, jumlah penduduk yang datang ke Jakarta terus bertambah.
Di antara mereka kemudian banyak membangun tempat tinggal dengan memanfaatkan segala ruang yang tersedia di Jakarta, termasuk bantaran sungai. Pembangunan yang terjadi tentu akan membuka dan mengubah lahan yang tadinya hijau menjadi bangunan.
Hingga tahun 2019, luas RTH di Jakarta hanya 14,9% dari luas total wilayah Jakarta (Kompas.com, 2019). Padahal menurut UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Pasal 29 ayat (2) menyatakan bahwa proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Itu artinya luas RTH yang dimiliki oleh Jakarta masih jauh dari standar yang ditetapkan undang-undang.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebenarnya sangat dibutuhkan oleh wilayah kota. Selain sebagai penyedia oksigen dan membuat udara perkotaan lebih bersih, RTH juga dapat berfungsi sebagai penjaga ketersediaan air tanah. Ketika jumlah RTH terus berkurang, maka ketersediaan air tanah juga terancam.
Masalah ini tidak hanya terjadi di Jakarta saja, melainkan wilayah Bogor yang menjadi bagian hulu sungiai-sungai yang melalui Jakarta. Saat ini, telah banyak lahan di bagian hulu yang telah berubah.
Yang tadinya hutan, kini berubah menjadi permukiman, hotel, villa, kafe, bahkan tempat wisata. Perubahan penggunaan lahan di daerah ketinggian sangatlah berisiko, sebab ketika hutan berubah menjadi wilayah terbangun, berbagai bencana akan muncul, seperti banjir dan tanah longsor.
Hutan sebagai ruang terbuka hijau di daerah ketinggian sebenarnya memiliki fungsi yang sama dengan RTH yang ada di kota, namun skala yang dimilikinya jauh lebih besar. Hutan-hutan yang ada di daerah Bogor merupakan daerah resapan bagi daerah Jakarta dan sekitarnya.
Ketika hutan berubah menjadi area terbangun dan terjadi hujan, maka air tidak lagi meresap ke dalam tanah melainkan langsung mengalir menuju selokan dan akhirnya terbuang begitu saja ke sungai. Hal tersebut sangat disayangkan, sebab air yang seharusnya meresap ke dalam tanah dan menjadi cadangan air terbuang sia-sia.
Adanya hutan di daerah Bogor sebenarnya tidak hanya memberikan keuntungan bagi masyarakat Bogor secara spesifik, melainkan juga masyarakat yang ada di daerah hilir. Sebagai contoh, air tanah yang kita konsumsi di Jakarta merupakan hasil aliran bawah tanah yang mengalir dari daerah ketinggian di Bogor.
- Tingginya konsumsi air bersih
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa tingginya jumlah penduduk di Jakarta memiliki pengaruh terhadap tingkat konsumsi air bersih. Di permukaan tanah Jakarta berdiri berbagai jenis bangunan, mulai dari permukiman, pusat perbelanjaan, hotel, tempat wisata, hingga industri yang semuanya membutuhkan air untuk memenuhi kebutuhan manusia di dalamnya.
Menurut PAM JAYA pada tahun 2017, dengan jumlah penduduk sekitar 10 juta jiwa, kebutuhan standar rata-rata penduduk Jakarta terhadap air bersih adalah 150 L per orang per hari. Bisa dibayangkan betapa banyaknya jumlah air tanah yang disedot hingga hari ini. Bahkan karena adanya pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk Jakarta hari ini pun tentunya telah lebih dari 10 juta jiwa.
Dengan perilaku yang terus terjadi seperti ini, sangatlah mungkin jika bencana akan timbul di kemudian hari. Pada tahun 2019, beberapa wilayah di Jakarta telah mengalami kekeringan, seperti Penjaringan, Kalideres, dan Cipayung.
Meskipun kekeringan tidak murni terjadi hanya karena ulah manusia, namun perilaku tersebut juga memiliki pengaruh terhadap kekeringan yang terjadi. Bahkan perilaku konsumsi air tanah seperti itu juga dapat mengakibatkan penurunan muka tanah. Menurut National Geographic Indonesia pada tahun 2018, wilayah Jakarta Utara telah mengalami penurunan muka tanah sebesar 2,5 m dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.Â
Selain kekeringan dan penurunan muka tanah, tingginya konsumsi air tanah di daerah pesisir juga dapat mengakibatkan intrusi air laut. Intrusi air laut merupakan naiknya batas antara permukaan air tanah dengan permukaan air laut ke arah daratan yang disebabkan oleh perbedaan tekanan air tanah dan air laut serta adanya karakteristik lapisan batuan.
Menurut redaksi Darilaut.id pada tahun 2019, akibat konsumsi air tanah yang demikian tingginya, di Jakarta Utara muka air laut telah mengalami kenaikan hingga 1,5 m di atas permukaan tanah.
Hal tersebut dapat dimulai dari hal yang sederhana, seperti tidak membuang sampah ke sungai, melakukan penanaman pohon atau tanaman lain di sekitar rumah, hingga menggunakan air secukupnya.
Meskipun kegiatan tersebut terlihat sederhana, namun memiliki dampak yang sangat besar jika dilakukan oleh semua orang. Tak mau kan mengalami krisis air bersih?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H