Harding's error diambil dari nama seorang presiden Amerika Serikat ke-29, yaitu Warren G. Harding. Penamaan Harding's error muncul sebagai akibat dari pemilu presiden Amerika Serikat ke-29 pada tahun 1921, di mana rakyat Amerika Serikat melakukan kesalahan fatal. Mereka memilih Warren G. Harding yang memiliki postur tubuh bagus menjadi seorang presiden.
Tak masalah memang orang yang memiliki postur tubuh yang bagus untuk memimpin sesuatu, bahkan negara sekalipun. Namun bagaimana kualitasnya dalam memimpin?
Warren Harding merupakan salah seorang yang memiliki bentuk tubuh dan wajah yang tampan di Amerika Serikat. Dalam buku Blink! yang ditulis Malcolm Gladwell, Warren Harding digambarkan selain sebagai sosok dengan postur tubuh indah dan wajah yang tampan, Ia juga digambarkan sebagai sosok yang memiliki keluwesan, kesantunan dan keramahan, serta menyukai kebersihan diri.Â
Hal tersebut yang kemudian menjadikan sebagian besar warga Amerika Serikat menyukai dirinya. Keindahan dirinya telah berhasil menutupi kekurangannya yang peragu dan plin-plan dalam hal yang menyangkut kebijakan di mata para penggemarnya.Â
Sehingga hal tersebutlah yang dikatakan dalam buku Blink! sebagai kesalahan bangsa Amerika, sebab Warren Harding merupakan salah satu presiden terburuk dalam sejarah Amerika.
Harding's error merupakan salah satu jenis kesalahan dalam membuat cuplikan tipis (thin-slicing) ketika melakukan pemahaman cepat (rapid cognition).Â
Cuplikan tipis merujuk kepada kemampuan bawah sadar seseorang untuk menemukan pola dalam situasi dan perilaku berdasarkan cuplikan yang sangat singkat.Â
Setiap orang tentu pernah melakukannya meskipun tanpa mengetahui namanya sebelumnya, sebab membuat cuplikan tipis ini adalah sesuatu yang natural dalam pikiran manusia. Cuplikan tipis sebenarnya memiliki manfaat yang sangat dahsyat, karena pada saat melakukannya kita dapat membuat keputusan hanya dengan hitungan detik.
Namun seperti dalam istilah Yin-Yang di mana segala sesuatu memiliki hal baik dan buruk secara bersamaan, cuplikan tipis ini juga memiliki keburukan atau kelemahan.
Harding's error mengakibatkan munculnya kesimpulan secara sekejap (snap judgement) dari penampilan fisik seseorang. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari stereotip yang telah dibangun sejak lama dalam suatu kelompok masyarakat.Â
Pada tingkat yang parah, snap judgement berdasarkan penampilan fisik ini dapat memunculkan sikap diskriminatif dalam masyarakat. Jika telah mencapai tingkat yang sangat parah, sikap diskriminatif ini dapat mengakibatkan suatu pembunuhan bahkan pembantaian atau genosida terhadap suatu kelompok masyarakat.Â
Akhir-akhir ini dunia sedang disibukkan dengan munculnya kembali isu tentang diskriminasi, di mana pemicunya adalah kematian seorang warga kulit hitam Amerika akibat ulah seorang oknum polisi berkulit putih.Â
Ya, tagar #BlackLivesMatter menjadi hal yang menyatukan dunia pada saat ini dengan aksi solidaritas telah banyak dilakukan di berbagai negara. Di Indonesia kemudian juga muncul tagar #PapuanLivesMatter yang selanjutnya memunculkan kembali diskusi-diskusi tentang keadilan bagi masyarakat Papua.
Selain hal-hal yang berbau SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan), diskriminasi yang muncul dari adanya Harding's errorjuga dapat menyinggung pada perbedaan gender, perbedaan tingkat status sosial-ekonomi, dan lain-lain. Tanpa sadar kita sering melakukan hal tersebut meskipun hanya di dalam benak kita.Â
Contohnya adalah ketika seorang perempuan turut berpendapat untuk pengambilan suatu keputusan penting. Masih banyak di antara kita yang tidak menghargai pendapatnya hanya karena yang berpendapat adalah seorang perempuan.Â
Atau juga ketika melihat seseorang dengan tingkat status sosial-ekonomi rendah, pikiran kita akan segera mengasosiasikan orang tersebut dengan kriminalitas atau keburukan-keburukan lainnya, meskipun dalam kenyataannya tidak terbukti.
Untuk dapat mengatasi hal-hal tersebut, kita sangat perlu untuk mengubah stigma yang telah tertanam di dalam masyarakat sejak berpuluh bahkan beratus tahun lamanya.Â
Mungkin salah satu caranya adalah dengan membiasakan diri kita untuk menyadari bahwa setiap manusia memang diciptakan berbeda, baik antarsuku, ras, bahkan individu sekalipun, dan biasakan itu menjadi suatu kewajaran.Â
Setiap orang berhak untuk dapat menikmati hidup dengan aman dan nyaman sebagaimana mestinya. Tuhan pun telah menyatakan bahwa Ia telah menjadikan manusia itu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kita saling mengenal, bukan untuk saling merendahkan bahkan membenci.Â
Kita pun tidak pernah tahu apakah di masa yang akan datang kita membutuhkan bantuan dari golongan tertentu atau tidak. Maka dari itu, jadilah orang baik di antara manusia, dan mulailah dari pikiran.Â
Sebab Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya yang berjudul Bumi Manusia menyatakan bahwa "seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan".
Referensi:
Gladwell, M. (2018). Blink!: Kemampuan Berpikir Tanpa Berpikir. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H