Mohon tunggu...
Fachri Hamid
Fachri Hamid Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

t______t

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Imperialisme Budaya ala Barat

15 Februari 2023   23:56 Diperbarui: 16 Februari 2023   00:01 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengingat akan sejarah Bangsa Indonesia terdahulu, kita tak akan lupa bahwa bangsa ini merupakan bangsa terjajah oleh negara barat. Penjajahan tersebut, atau yang biasa dikenal dengan istilah kolonialisme, bertujuan untuk menguasai sumber daya alam dan mencapai kekuatan dominan di berbagai bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, hingga sumber daya manusia.

 Di Indonesia sendiri, penjajahan berakhir setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 15 Agustus 1945. Hal ini juga menandai tonggak penting dalam sejarah, dimana proklamasi kemerdekaan digaungkan dengan lantang dan berani tepat 2 hari setelahnya.

Walaupun Indonesia sudah merdeka, namun penjajahan yang sebenarnya belum berakhir. Bangsa Indonesia masih terjajah bukan berupa penguasaan sumber daya alam, melainkan penguasaan pada bidang budaya oleh bangsa-bangsa barat. Penjajahan ini biasa dikenal sebagai imperialisme budaya.

Imperialisme budaya digambarkan sebagai proses dimana suatu budaya memaksakan kontrol politik dan ekonominya terhadap budaya lain melalui invasi nilai-nilai dan gagasan-gagasan kulturalnya. Imperialisme budaya pernah dituduh sebagai paradigma yang bertanggung jawab terhadap serangkaian eksploitasi dan kehancuran budaya di negara-negara berkembang.

Imperialisme budaya ini dibawa oleh barat melalui globalisasi yang sedang berkembang di dunia modern ini. Proses sosial ini tentunya sangat penting karena nyatanya membawa dampak yang cukup signifikan bagi bangsa ini, khususnya pada perkembangan teknologi yang berakibat pada masuknya budaya-budaya asing secara bebas dan tanpa adanya penyaringan.

Dalam konteks ini, penginvasian budaya dilancarkan melalui berbagai aspek yang mendominasi kehidupan kita, seperti film, musik, tren, dan masih banyak lagi. Hal ini dapat dilihat dari pemikiran masyarakat bahwa apapun yang berasal dari barat selalu dianggap lebih menarik, lebih modern, dan lebih indah dibandingkan yang berasal dari timur.

Film menjadi contoh besar dari imperialisme budaya oleh negara barat. Hollywood diketahui mulai merilis film-film yang secara implisit merupakan kampanye dari ideologi liberal yang mereka anut. Liberalisme yang mereka sajikan tentunya tidak sejalan dengan ideologi pancasila yang menjadi landasan bagi bangsa kita. Kebebasan individual yang tidak dibatasi oleh norma dinilai tidak cocok dengan kepribadian bangsa ini.

Sebagai contoh, perusahaan besar perfilman seperti Netflix, Disney+, HBO, dan masih banyak lagi, mulai merilis film-film dengan unsur LGBTQ+ yang tentunya sangat bertentangan dengan norma dan agama. Film-film barat juga dinilai terlalu vulgar, hal ini dapat dilihat dari betapa banyaknya film-film barat yang seringkali memasukkan adegan intim antara pasangan tanpa adanya sensor mengingat sangat tabunya hal tersebut jika ditayangkan di negara yang menjunjung tinggi norma dan agama seperti negara kita.

Hal ini tentunya dapat menjadi permasalahan serius karena budaya-budaya tersebut dapat mempengaruhi pembentukan pola pikir masyarakat dan mengakibatkan pada peningkatan degradasi moral yang terjadi pada anak muda saat ini.

Pembentukan pola pikir ini dijelaskan melalui konsep psikologi sosial. Konsep yang membuktikan bahwa sebagai makhluk sosial, manusia lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungan dibandingkan dari diri mereka sendiri.

Film-film barat yang selalu bangga untuk menampilkan adegan ciuman di tempat umum, berkata kasar, dan perilaku negatif lainnya akan membuat anak mengembangkan pemikiran bahwa hal tersebut wajar dan biasa-biasa saja. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya anak cenderung lebih mudah untuk menerima dan meniru suatu hal yang dianggapnya keren dan sesuai dengan tren yang populer saat itu.

Tak hanya itu, isu-isu feminisme yang saat ini berkembang di Indonesia merupakan produk yang berasal dari barat. Feminisme dicirikan sebagai suatu gerakan atau advokasi untuk kesetaraan gender di lingkungan sosial, politik, maupun ekonomi. Menurut para feminis, feminisme merupakan jawaban atas sistem patriarki saat ini. Patriarki merupakan sistem dimana laki-laki mendominasi perempuan dalam memegang peranan-peranan penting di seluruh lapisan masyarakat.

Isu ini tentunya mendatangkan kontroversi dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini dikarenakan feminisme sering diasumsikan sebagai upaya perlawanan dan pemberontakan yang dilakukan oleh perempuan pada laki-laki terhadap norma yang telah ada di masyarakat.

Seorang anggota pengurus Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPT NU), Dr. Phil. Syafiq Hasyim, MA menjelaskan bahwa dalam agama islam, feminisme dipandang sebagai upaya untuk melakukan penyetaraan dan perlakuan yang adil terhadap kaum perempuan sebagai makhluk Allah. Dijelaskan pula bahwa prinsip yang diperjuangkan oleh feminisme sebenarnya memiliki titik temu dengan teologi islam. Namun, disisi lain, feminisme dapat menjadi permasalahan serius jika gerakan ini berkehendak untuk melakukan supremasi dan eksploitasi terhadap laki-laki.

Berdasar pada dua contoh besar diatas, imperialisme budaya membawa pengaruh yang cukup signifikan terhadap bangsa Indonesia. Media yang berperan utama dalam menciptakan budaya memiliki peranan penting terhadap hegemoni budaya yang dapat menumbuhkan budaya baru dan memusnahkan budaya lokal di negara-negara berkembang di dunia. Hal ini tentunya membawa dampak serius karena penginvasian budaya-budaya barat dapat menurunkan rasa nasionalisme yang tertanam pada bangsa Indonesia. Maka dari itu, pentingnya untuk selalu memperhatikan dan menyaring segala bentuk informasi yang kita terima. Selain itu, pengenalan terhadap budaya lokal juga menjadi hal penting untuk menumbuhkan rasa nasionalisme pada anak agar mereka terhindar dari imperialisme budaya.

Referensi

Awaliah Rahmah, M.Si. 2012. Waspadai Imperialisme Budaya. https://spora.or.id/waspadai-imperialisme-budaya/. [06 Februari 2023].

Cakra Ajie. 2018. Bagaimana Film Bisa Mempengaruhi Kita?. https://www.mainmain.id/r/2154/bagaimana-film-bisa-mempengaruhi-kita. [06 Februari 2023].

Aprilia Halim. 2020. Bagaimana film dapat mempengaruhi perilaku dan gaya hidup sehari-hari?. https://www.dictio.id/t/bagaimana-film-dapat-mempengaruhi-perilaku-dan-gaya-hidup-sehari-hari/139507. [06 Februari 2023].

Tim CNN Indonesia. 2022. Pandangan Islam Soal Gerakan Feminisme. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20220412141949-289-783747/pandangan-islam-soal-gerakan-feminisme. [13 Februari 2023].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun