Tidak hanya itu, film ini juga menghadirkan kutipan-kutipan inspiratif tentang kehidupan. Ketika Ibu Prani mengatakan, "Kalau dunia terlalu berisik, tutup telingamu, pejamkan mata dan dengarkan detak jantungmu," dia mengajarkan Muklas untuk menyadari keberadaannya sendiri di tengah kekacauan dunia, untuk menghargai momen keheningan, dan untuk menyimak suara batinnya.
Sementara itu, Ibu Prani juga berkata "Di dalam dunia yang berisik, kita hanya perlu mendengarkan suara hati," film ini menyampaikan pesan bahwa kebijaksanaan dan petunjuk terbaik seringkali berasal dari kebeningan dalam diri kita sendiri, dari suara hati yang tulus.
Dengan demikian, melalui dialog-dialog dan kutipan-kutipan yang kaya makna ini, film ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dan pemahaman bagi penontonnya tentang pentingnya memilih jalur kedamaian, kesabaran, dan kebijaksanaan dalam menghadapi kehidupan.
Dalam film "Budi Pekerti," konsep teori agenda setting yang pertama kali dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw pada tahun 1972 tercermin melalui peristiwa yang menggambarkan bagaimana media massa, dalam hal ini media sosial, dapat memengaruhi persepsi publik tentang seseorang atau suatu peristiwa.
Keselarasan teori ini dengan cerita film terlihat jelas dalam insiden perselisihan antara Ibu Prani dan seorang pembeli di pasar. Ketika peristiwa itu terekam dan diunggah ke media sosial tanpa sepengetahuannya, video tersebut dengan cepat menjadi viral. Seiring dengan penyebaran video, pendapat-pendapat negatif dari netizen mulai berkembang, di mana Ibu Prani dinilai tidak sesuai dengan standar perilaku seorang guru.
Dampak dari viralnya video tersebut tidak hanya terbatas pada reputasi Ibu Prani sebagai seorang guru, tetapi juga merembet ke sekolah tempat dia mengajar. Kepala sekolah, yang merupakan pihak berwenang, mengancam akan mengeluarkannya dari sekolah sebagai akibat dari peristiwa tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana agenda yang ditetapkan oleh media sosial dapat memengaruhi keputusan dan tindakan lembaga-lembaga penting dalam masyarakat.
Tidak hanya itu, dampaknya juga dirasakan oleh keluarga Ibu Prani. Mereka menjadi sasaran penilaian dan hukuman atas peristiwa yang melibatkan anggota keluarga mereka. Identitas mereka terus-menerus disorot dan dicari-cari kesalahan, menciptakan ketegangan dan kegelisahan dalam keluarga tersebut.
Dengan demikian, melalui narasi yang disajikan dalam film "Budi Pekerti," penonton dapat melihat bagaimana teori agenda setting dapat beroperasi dalam konteks modern di mana media massa, terutama media sosial, memiliki peran yang signifikan dalam membentuk opini publik dan mempengaruhi kehidupan seseorang serta lingkungan sekitarnya.
Pesan tersirat yang terdapat dalam film "Budi Pekerti" Ketika kita berinteraksi di media sosial, penting untuk menjaga kehati-hatian dan kebijaksanaan dalam menyikapi informasi dan interaksi yang kita temui. Meskipun media sosial memberikan platform bagi setiap orang untuk menyampaikan pendapat dan berekspresi, namun terlalu mudah terhasut oleh pandangan negatif orang lain dapat membawa dampak yang merugikan, seperti yang dialami oleh Bu Prani.
Kisah Bu Prani adalah cerminan dari betapa cepatnya informasi dapat menyebar di dunia digital dan bagaimana persepsi negatif seseorang terhadap suatu peristiwa dapat memicu reaksi berantai yang tidak terkendali. Ketika videonya menjadi viral, fokus publik langsung tertuju pada emosinya yang terlihat meledak-ledak, tanpa mempertimbangkan konteks sebenarnya dari kejadian itu.
Namun, apa yang seringkali terlupakan adalah bahwa video tersebut hanya merupakan potongan pendek dari keseluruhan kejadian. Tanpa pemahaman penuh tentang konteksnya, orang-orang dengan mudah terjerumus dalam penilaian yang tidak adil dan menyebabkan perundungan terhadap Bu Prani dan keluarganya.