"Ahaha... Istri saya Cuma yang  ini  Bang." Jawab  Pak Subhan lugu.
 "Busset, muda banget. Kirain anaknya pak?" seloroh Baim lagi.
 "Baim! Elu tuh ya ntong! Kayak bocah aja ngomongnya." Eva nampak kesal, tak enak hati pada Pak Subhan.
 Rainy memandang ibu Rogaya ini agak lama.  Seingatnya Pak Subhan teman ayahnya. Berarti umurnya tak jauh-jauh dari umur ayahnya yakni, 62 tahun sekarang. Tapi kenapa istrinya masih muda?
 Melihat tatapan Rainy Pak Subhan segera mengerti, karena waktu bertetangga dulu Rainy mungkin saja masih ingat wajah istrinya karena saat itu Rainy kelas 5  SD. "Non Rainy, istri bapak  yang pertama sudah meninggal delapan tahun lalu." Jelas pak Subhan dengan kalem. Kelihatannya ia tak tersinggung dengan pertanyaan Baim, malah nampak tersenyum  simpul.Â
 "Iya pak saya ingat pernah dengar dari ayah soal berita itu. Eh, ngomong-ngomong saya ingin Tanya soal pancuran. Katanya tadi Ibu Rogaya baru dari pancuran ya? Itu pancuran bambu sperti yang umum atau pancuran besar seperti air sungai yang jatuh gitu?" Rainy panjang lebar bertanya.Â
 "Oh itu pancuran buat kami mandi, mencuci dan mengambil air minum untuk dimasak. Tapi airnya bersih dan segar karena berasal dari mata air asli. Kalau mau mandi nanti saya antar ke sana," suara ibu Rogaya kali ini terdengar. Suara itu terdengar halus dan sopan.Â
 "Wow ini asyik namanya. Kalau begitu sehabis makan saya akan langsung mandi." Cetus Rainy senang.Â
 "Iya tentu bareng aku dong, beb." Raiva menyeletuk.
 "Siapa tak mau mandi air segar dan asli. Langsung dari pancuran lagi." Kali ini Dansih yang biasa diam ikut berkomentar.
 "Kelihatannya semua pada demen ingin mandi di pancuran, kan. Oke, ntar habis makan kita bagi giliran ya?" kata Eva akhirnya.Â