"Lalu pada saat abdi teh menjabat tangan pria itu tiba-tiba, saya tersentak hebat. Rasanya seperti  disambar petir atau ketabrak kereta apilah begitu cepat sekali atuh mah. Badan saya seperti meledak. Lalu begitu saya sadar saya sudah ada di sebuah kebun. Pria berjas itu sudah tidak ada lagi di depan saya. Saya bingung dan takut lagi neng Danish. Naon ini teh? Dimana lagi saya? Perasaan saya bilang saya sudah kembali lagi ke dunia saya. Tapi keadaannya gelap begini ya...? Kata sayya sambil meraba-raba. Untung  saya punya senter yang dibawa buat persiapan di Danau Poso. "
 Suasana hening lagi. Dengan perasaan tak menentu Burhan menatap Danish. Apa yang barusan di dengar dari Didin benar-benar tidak bisa dipercaya. Tapi bagaimana? Didin adalah orang yang mengalami langsung.Â
Sekilas Ia dan Danish menatap wajah --terutama- mata Didin berkali-kali, mencoba lewat raut muka dan sorot mata Didin, sejauh mana kebenaran cerita itu. Tapi Didin memang terlihat sungguh-sungguh dan tak ada yang mencurigakan dalam rautnya yang polos itu.
 "Mang Didin ditemukan di Desa Tinoor Kabupaten Minahasa. Tepatnya di ngarai yang juga lokasi perkebunan masyarakat. Seorang petani yang kebetulan tidur dalam pondok di kebunnya melihat cahaya lampu senter yang bergerak lalu mendekatinya." Ujar Rainy dengan tatapan lurus ke depan.
 "Ia dilaporkan hilang di kawasan hutan kabupaten Poso selama satu bulan delapan belas hari meski menurutnya ia berada di negeri itu hanya sekitar sehari dan terbukti dengan ia mampu menahan lapar selama sehari dalam pikirannya itu." Sambung Rainy, juga dengan nada suara, mimik serta pandangan lepaske depan.
 Lagi Burhan terdiam kaku. Teramat susah menerima apa yang tak masuk akal logika meskipun dengan data dan fakta otentik. Ini terlalu absurd dan berbau fantasi, batinnya. Hal yang sama juga bermain di benak Danish.
 "Apa yang kalian rasakan dan pikirkan sekarang persis dengan yang saya, Rainy, Eva dan Bang Baim rasakan  waktu pertama kali mendengar  kisah ini. Tapi akhirnya ada hal-hal yang kemudian mampu membunuh rasionalitas dan cara berpikir logis kami. Awalnya ini memang seperti sesuatu hal gila yang terlalu sulit dijabarkan." Raiva mencoba menjelaskan panjang lebar.Â