Mohon tunggu...
Franklin Towoliu
Franklin Towoliu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemerhati masalah kehidupan

Penulis,fiksi,komik,freejournalist,perupa dan aktifis teater

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merinding! Ada Pesan Kasih Bagi Bangsa di Tengah Badai Covid-19 dari Pemakaman Glend Fredly

11 April 2020   01:19 Diperbarui: 11 April 2020   02:53 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dengan khusuk para pelayat serta keluarga yang berduka di bangsal gereja nampak tenang meski dengan hati yang bergemuruh menahan gejolak kesedihan.

Hari itu, 9 April 2020  jarum jam dengan perlahan bergeser  ke angka 12. Lagu-lagu  penghiburan dan pelepasan sudah di nyanyikan. Kata-kata perpisahan dari berbagai kalangan, kerabat dan keluarga juga sudah di utarakan.  Sementara semua pelayat nampak tertunduk, terdiam, sambil sesekali melirik kearah peti jenasah dimana sosok musisi sekaligus penyanyi fenomenal Glend Fredly Latuhiamalo membujur kaku dalam peti jenasah.

Bagi beberapa orang yang baru bertemu sang bintang sekitar seminggu berselang atau sebulan berselang dalam keadaan bugar dan fit, ini memang seperti sebuah mimpi. Tapi manusia memang tak pernah bisa mere-rekakan kehendak yang kuasa. Yang kita lihat putih barusan bisa langsung hitam dalam khasanah kebesaran Allah. Demikian sebaliknya. 

Selain menyisakan bekas kreatifitas dan bakat dalam dunia music, sang legenda juga memberi dampak besar yang memotivasi banyak kalangan untuk memiliki kepekaan terhadap hal sosial, hubungan antar sesama dan juga menyisakan semangat perjuangan kepada rekan musisi lain untuk terus berjuang dan berkarya "Kita harus meneruskan apa yang dia perjuangkan," demikian sepenggal kata motivasi yang keluar dari musisi Anang Hermansyah.

Sosok yang baik, yang disukai banyak kalangan dari petugas kebersihan dan sekuriti di kompleks kediamannya, rekan artis kalangan selebrity yang sesungukan hingga deretan pejabat Negara bahkan presiden  Ir, Joko Widodo atau siapapun yang sempat bersua dan merasakan kepribadian pria murah senyum dan memiliki lesung pipit dalam ini. ini yang tak pernah mau menyusahkan siapapun, kata Tompi dari bawah topinya kepada awak media. 

 Namun dari semua rangkaian peribadatan yang berlangsung siang itu, ada satu momen lain yang  juga tak kalah mengharukan dan membuat saya merinding ketika menonton Live Striming di Kompas TV.

Beberapa saat menjelang peti di tutup, kerabat se-Ambon dan keluarga kemudian berdiri untuk mempersembahkan sebuah lagu terakhir buat Alm. Glend dan keluarga yang ditinggal. Sejenak kemudian mengalirlah tembang lawas 'Gandong  Ee,'

sebuah lagu dengan irama memilu dan lirik yang menggetarkan.  Tanpa sadar semua Ambon e yang ada di ruangan bahkan di luar ruangan gereja ikut bernyanyi...

Suara bass pria-pria Ambon dipadu suara tenor para wanitanya yang merdu sungguh melahirkan suatu simponi  paduan suara yang indah, seperti suara gulungan ombak yang merayap menuju pantai.

Kalau pembaca ada di ruang persemayaman itu, anda akan merasa  seperti sedang dibelai ke pelaminan dengan sebuah kasih yang begitu menyayat yang lahir dari sebuah lagu yang berkisah tentang persaudaraan besar atau rumpun (gandong).

Setiap lirik lagu seolah sedang mengisahkan pesan putih dan tulus tentang kasih dan kebersamaan yang harus tetap dijaga, pelihara dan dipupuk agar tumbuh perasaan saling mendukung dan menopang antara sesama saudara dan kerabat.

Biasanya, jika lagu ini ditembangkan oleh para Ambon di perantauan maka cita rasanya akan begitu berbeda. Akan terdengar suara lirih bahkan sedikit isak tangis di ikuti linangan air mata pria ataupun wanita.

Apalagi jika dinyanyikan pada saat acara duka cita sebagai tembang penghiburan bagi keluarga, maka lagu ini seperti sedang berbisik kepada keluarga yang tengah berduka bahwa mereka tidak sendiri dalam rasa kehilangan, tidak sendiri dalam hal menanggung rasa kesedidahan.

Ada pesan  kasih yang begitu  dalam pada lagu Ciptaan Daniel Sahuleka, si penembang lawas Don,t Sleep Away This Night My Baby yang pernah mendunia pada era 90-an yang juga merupakan  pesohor Dunia asal Belanda tapi berdarah Ambon asli.  

Secara sengaja saya pernah beberapa kali mengikuti prosesi ibadah pemakaman rekan dan kerabat yang kebetulan warga Maluku atau yang lebih karib kita sebut orang Ambon.

Setiap kali lagu ini dinyanyikan oleh para keluarga dan kerabat, jujur saya merinding dan begitu merasa terhanyut akan perasaan cinta dan kekuatan hubungan yang sukar dilukiskan dengan kata.

Sebagai orang yang bukan ambon dan sama sekali tidak mengerti bahasa dalam lagu itu saya seolah bisa mengartikannya sebagai manusia-manusia yang saling membelai dengan lembut antara satu dengan lain sambil menyatakan rasa dan pengharapan untuk saling menjaga. Benar-benar mengharukan dan menggetarkan sanubari. 

Jika kita meng-Indonesia-kan setiap penggalan lirik dalam lagu ini maka artinya akan seperti ini (setelah konsultasi dan Tanya-tanya ke beberapa sahabat Ambon sejak kemarin siang).

Gandong Eee...  (Saudara atau kerabat serumpun dan sedarah)

Sioh gandong ee.... (aduh...saudara...)

Mari beta gendong... beta gendong ale djua (Mari saya gendong,,, biarkan saya gendong saja kamu)

Katong dua,,, Cuma satu gandong ee... (kita berdua ini adalah hanya saudara se-gandong atau se-ikatan sedarah / serumpun  dalam persaudaraan besar secara keturunan..)

Satu hati, satu gandong ee... ( satu / sehati dan satu gandong, sedarah/serumpun)

Gandong la mari gandong Mari jhua ale jo (Saudara, mari saudara ku, kemari saja kamu.)

Beta mau bilang ale... (saya mau bilang/katakan--sesuatu-  pada mu)

Katong dua satu gandong  (bahwa- kita berdua satu/serumpun/seikatan)

Hidup ade deng kaka... (Hidup sebagai adik  dan  kakak)

Sungguh Manis lawang ee (Terlalu manis rasanya / tidak terukur)

Ale Rasa Beta Rasa, Katong dua satu gandong

(Kamu rasa-aku juga bisa merasakannya / suka-duka,,, karena kita berdua memiliki satu ikatan (gandong) dalam silsilah dan juga dalam hati)

Refrein: pengulangan lirik...

Meski lagu ini dinyanyikan pada saat ibadah pemakan Alm. Glend Fredly Latuhiamalo sang inspirator bagi banyak kalangan yang ditinggalkannyz, namun bagi saya pribadi, lagu dan liriknya ini begitu luas dan seolah menyampaikan  pesan persaudaraan kepada seluruh anak negeri yang sedang tertimpa kemalangan besar karena  dampak Corona Virus atau yang tenar sebagai Covid 19.

Bagaimana kemudian lagu mengajak kita akan saling menjaga antara satu dengan yang lainnya dalam keadaan susah pun senang, sebagaimana para pendahulu kita mempertahankan setapak demi setapak tanah air kita dengan persatuan dan kekuatan saling mendukung satu dengan yang lain. 

Disadari atau tidak, keadaan darurat yang kita alami sebagai bangsa sangat memerlukan nurani untuk membunuh virus lain dalam pikiran kita, yaitu virus egoisme atau egosentri alias mementingkan kemauan diri sendiri.

Sebab itu mari kita ambil bersama pesan-pesan tulus sebagai pesan 'Cinta Putih,' untuk saling menjaga satu dengan yang lain, saling menghormati dan saling mendahulukan dalam hal tenggang rasa kebangsaan.

Akhirnya, meski menjelang medio tahun 2020 ini kita banyak mengalami peristiwa bencana dan kehilangan mari kita saling mawas diri dan menjaga kasih yang tumbuh dalam hati kita sebagai senjata untuk mengalahkan kesenjangan social yang setiap saat mengintai  persaudaraan anak bangsa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun