3. Panduan kebijakan dari pusat yang berisi standar-standar kepada sekolah.
4. Tingkat kepemimpinan yang kuat, dukungan politik dan dukungan kepimpinan dari atas.
5. Pembangunan kelembagaan melalui pelatihan dan dukungan kepada kepala sekolah, para guru, dan dewan sekolah adalah hal penting demi kesuksesan MBS.
6. Adanya keadilan dalam pendanaan atau pembiayaan pendidikan.
C. MBS Menurut Suryosubroto
1. Pengertian Mutu
Dalam pengertian umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti bahan ajar (kognitif, afektif atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai dengan kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.
Suryosubroto dalam bukunya Manajemen Pendidikan di Sekolah (2004: 197) mengutip pernyataan Umaedi menyatakan bahwa sekolah harus menentukan target mutu (dalam arti luas) yang ingin dicapai untuk setiap kurun waktu, merencanakannya, melaksanakan dan mengevaluasi dirinya, untuk kemudian menentukan target mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian sekolah dapat mandiri tetapi masih dalam rangka acuan kebijakan nasional, dan bertanggung jawab (memiliki akuntabilitas) terhadap kebutuhan belajar dan masyarakat (Umaedi, 2000: 75-76).
Sebagaimana diketahui bahwa kompleksitas permasalahan pengelolaan pendidikan di sekolah menengah (SLTA dan SLTP) berbeda dengan permasalahan yang yang dihadapi dalam pengelolaan SD-MI. Bank Dunia (1998: xi, 69-73) dalam laporannya mengungkapkan ada 4 (empat) hambatan kelembagaan yang mempengaruhi pencapaian mutu pendidikan dasar, yakni:
First, the organizational set up at primary level is complex because responsibilities are split among various ministries. Second, at the junior secondary level, operations are overly centralized. Third, budgeting for basic education is rigid and fragmented. Finally, management is ineffective at the school level because public school principals have little autonomy in running the school or allocating resources and hence have little incentive to use resources efficiently.
2. Sosialisasi Konsep Dasar Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah